Pemda Sering Ecer-Ecer Anggaran, Sri Mulyani Jelaskan Akibatnya
BERITABETA.COM, Jakarta – Pemerintah Daerah (Pemda) dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dinilai belum terfokus pada satu titik prioritas. Ini karena kebiasaan Pemda menggunakan APBD tersebut tercecer di ratusan ribu kegiatan sehingga hasilnya tidak dirasakan maksimal oleh masyarakat.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI membahas RUU HKPD Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah mencatat, Pemda memiliki 28.623 jenis program yang dipecah menjadi 263.135 kegiatan.
"Programnya dipecah menjadi 263.135 kegiatan. Kita bisa bayangkan ini yang disebut diecer-ecer itu seperti ini. Pokoknya kecil-kecil (asal) semuanya dapat, tapi tidak memperhatikan apakah pengeluaran itu akhirnya menghasilkan output dan outcome," kata Sri Mulyani, Senin (13/9/2021).
Sri Mulyani menuturkan, pola belanjanya pun masih sama seperti pra pandemi Covid-19. Dana yang sudah ditransfer pemerintah pusat masih banyak mengendap di perbankan dan baru keluar setiap kuartal IV.
Ia menjelaskan, masih banyak anggaran daerah yang mengendap di perbankan. Sri Mulyani mencatat, sampai dengan Juli 2021, dana pemda yang mengendap di bank masih tinggi, yakni Rp 173,73 triliun.
"Pola belanja APBD yang masih business as usual dan tertumpu di triwulan keempat mendorong terjadinya idle cash di daerah ini," ucap Sri Mulyani.
Bendahara Negara ini menyebutkan, harusnya Pemda betul-betul memperhatikan setiap transfer yang disalurkan pusat agar semua program termasuk bansos bisa secepatnya tersalurkan ke masyarakat.
"Dalam situasi ini kami betul-betul memperhatikan setiap transfer harusnya kita harapkan langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Situasi ini betul-betul menjadi salah satu yang menjadi salah satu concern bersama," tuturnya.
Di sisi lain, transfer yang diberikan oleh pusat berupa Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) belum optimal mendorong pembangunan di daerah. Padahal nilainya setara dengan 70 persen dana APBD.
Sebagian besar dari TKDD dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki korelasi positif terhadap belanja pegawai, bukan belanja modal. Artinya, makin besar DAU yang ditransfer oleh pemerintah pusat justru habis untuk belanja pegawai. Sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang nominalnya lebih kecil justru digunakan untuk belanja modal.
"Ini berarti terjadi apa yang disebut crowding out, di mana pemerintah daerah menggunakan DAK sebagai sumber utama untuk belanja produktif. Padahal esensi DAK sebetulnya sebagai pelengkap, penunjang, dari yang disebut dana keseluruhan TKDD maupun APBD daerah tersebut," pungkas Sri Mulyani.
Oleh karena itu, untuk menciptakan kualitas pengelolaan dana dan pemerataan pembangunan, pemerintah mengubah formula penetapan pagu DAU melalui Rancangan Undang-Undang Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Penetapan pagu DAU nantinya, kata Sri Mulyani, akan berbasis pada kinerja pemda. Namun di sisi lain, akan diatur lebih fleksibel menyesuaikan kebutuhan pusat dan daerah, dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan publik dan kemampuan keuangan negara secara keseluruhan.
"Secara keseluruhan ini yang akan dikaitkan dengan target pembangunan secara nasional," jelas Sri Mulyani (*)
Editor : Redaksi