BERITABETA.COM, Ambon – Direktur PT Inti Artha Nusantara, Hartanto Hoeteomo, hanya menunggu sidang di Pengadilan Tipikor Ambon. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi atau Kejati Maluku sementara menyusun dakwaannya.

Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek Taman Kota Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, tahun anggaran 2017 ini sempat buron ke Jakarta.

Kontraktor Pelaksana Proyek Taman Kota Saumlaki itu ditangkap oleh Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejati Maluku dan Kejagung RI di jalan H. Suaib I Kebun Jeruk, Jakarta Barat, pada 3 September 2021, pekan lalu.

“JPU sementara menyusun dakwaan satu dari empat tersangka kasus korupsi proyek Taman Kota Saumlaki dalam hal ini Hartanto Hoeteomo,”ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku Wahyudi Kareba, saat di konfirmasi beritabeta.com pada Senin, (13/09/2021).

Menurut Wahyudi, dalam waktu dekat berkas perkara tersangka Hartanto Hoeteomo akan di limpahkan ke Pengadilan Tipikor pada kantor Pengadilan Negeri Ambon.

“Mungkin dalam pekan ini, berkas perkara tersangka atau terdakwa tersebut sudah di limpahkan ke pengadilan,” kata Wahyudi.

Setelah selesai, lanjut dia, tersangka hanya menunggu sidang saja bersama tiga tersangka lain dalam perkara yang sama.

“Jika dakwaan sudah selesai disusun atau rampung, seterusnya di limpahkan untuk kemudian diproses lanjut di pengadilan,”timpal Wahyudi.

Diketahui, perkara ini Kejati Maluku menetapkan empat orang sebagai tersangka. Yaitu; mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Tanimbar Andrianus Sihasale, Wilma Fenanlampir, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan atau PPTK, dan Frans Yulianus Pelamonia, Pengawas.

Sebelumnya tiga tersangka  Andrianus Sihasale, Wilma Fenanlampir, Frans Yulianus Pelamonia telah ditahan di Rutan Kelas II Ambon. Lalu disusul Hartanto Hoeteomo pada 3 September 2021.

Empat orang itu terjerat kasus dugaan tipikor proyek pembangunan Taman Kota Saumlaki senilai Rp4,5 miliar.

Proyek yang bersumber dari APBD Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun anggaran 2017 sarat korupsi.

Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP Provinsi Maluku menemukan kerugian negara dalam proyek ini sebesar Rp1,38 milliar. (BB-RED)