BERITABETA.COM, Ambon – Tim Jaksa Penyidik Kejaksaan Agung atau Kejagung RI tengah membongkar kasus dugaan tindak pidana korupsi seputar penyelenggaraan pembiayaan Ekspor Nasional Oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI tahun 2014-2018 dan 2019. Diduga akibat penyimpangan dilakukan oknum tertentu menyebabkan kerugian sebesar Rp4,7 triliun.

“Sejak Rabu 13 Oktober 2021, tujuh orang sudah diperiksa oleh Tim Jaksa Penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejaksaan Agung,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangannya, Jumat (15/10/2021).

Dia menyebut tujuh orang saksi yang diperiksa dalam kasus ini masing-masing, pihak dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) berinisial N, I dan Rekan. Mereka diperiksa terkait penilaian fixed asset debitur.

Saksi NS, mantan Direktur Eksekutif LPEI, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada debitur LPEI.

Kemudian saksi dengan inisial IA selaku Kepala Divisi Pembiayaan Syariah, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada debitur LPEI.

Saksi SHP, Pengurus/Direktur LGF Mangga Dua Square, diperiksa seputar supplier dari debitur LPEI. AS selaku Direktur Pelaksana IV LPEI, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada debitur LPEI.

Adapula AYN, mantan Divisi Analisa Resiko Bisnis II LPEI, juga diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada debitur LPEI. Dan TS selaku Risk Analyst LPEI Kanwil Surakarta, diperiksa seputar pemberian fasilitas kredit pada debitur LPEI.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang didengar sendiri, dilihat sendiri dan dialami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional Oleh LPEI,”jelasnya.

Diketahui, Kejagung menilai masalah munculnya dugaan tipikor itu terjadi pada 2019. Di mana saat itu  terjadi lonjakan kredit macet atau NPL pada LPEI sebesar 23,39%.

Asumsi Kejagung, pembiayaan LPEI terhadap sembilan debitur dilakukan tanpa prinsip tata kelola yang baik. Akibatnya, NPL meningkat dan perusahaan mencatatkan kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun.

Untuk mengungkap skandal dugaan tipikor ini, tim KEjahgung melakukan pemeriksaan terhadap para pihak terkait. Proses pemeriksaan masih akan bergulir. Hal itu nanti dijadwalkan lagi oleh Kejagung.

Sebelumnya, Kejagung pun telah memeriksa saksi lainnya, seputar pencairan dan pembayaran fasilitas kredit di LPEI.

Saksi yang diperiksa tersebut berinisial YA,pihak dari Departemen Administrasi dan Kontrol Eksposure LPEI periode 2014-2017.

Disadur dari berbagai sumber, diduga LPEI sudah memberikan fasilitas pembiayaan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera dan PT Kemilau Harapan Prima serta PT Kemilau Kemas Timur.

Laporan sistem informasi manajemen risiko juga menyebut para debitur dalam posisi collectability 5 [macet] per 31 Desember 2019.

LPEI pun ditengarai menyalurkan pembiayaan ekspor tanpa prinsip tata kelola yang baik sehingga NPL naik hingga 23,39% pada 2019. (BB-RED)