Saya berpendapat bahwa kebijakan ekonomi yang berorientasi kepada Market Friendly hanya memenuhi syarat Necessary Condition sedangkan Enviromental Friendly hanya memenuhi syarat Sufficient Condition yang dibutuhkan dalam proses pembangunan di Maluku.

Oleh: Julius  R. Latumaerissa (Akademisi dan Pengamat)

Kebijakan Investasi (Investment Policy) yang diambil oleh pemerintah daerah di Maluku baik provinsi maupun kabupaten / kota pada dasarnya merupakan bagian dari kebutuhan pembangunan saat ini.

Kemajuan dan perkembangan Maluku memang membutuhkan aktivitas investasi baik domestik (PMDN) maupun asing (PMA). Sehingga dari perspektif ini maka aktivitas investasi menjadi hal yang sangat penting.

Tetapi saya melihat ada yang salah dari pemerintah daerah di Maluku dalam menerapkan kebijakan investasi sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat Maluku yang dinyatakan dalam bentuk berbagai unjuk rasa atau protes terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) di Maluku.

Kesalahan yang saya maksudkan adalah kebijakan investasi di Maluku hanya menggunakan pendekatan Market Friendly tanpa menggunakan pendekatan Environmental Friendly. Sejatinya kedua pendekatan ini harus digunakan secara seimbang dalam membuat keputusan investasi di Maluku.

Market Friendly Approach bertendensi menguntungkan kelompok pemodal (Capitalism) dan mengorbankan masyarakat melalui berbagai macam pelanggaran atas hak hak kedaulatan dan asset masyarakat, melalui tangan kekuasaan, karena mengabaikan environmental friendly approach yang mengedepankan aspek lingkungan yang berkelanjutan (sustainable).

Saya berpendapat bahwa kebijakan ekonomi yang berorientasi kepada Market Friendly hanya memenuhi syarat Necessary Condition sedangkan Enviromental Friendly hanya memenuhi syarat Sufficient Condition yang dibutuhkan dalam proses pembangunan di Maluku.

Karena itu saya usulkan kepada pemerintah daerah di Maluku untuk melakukan kajian-kajian yang bersifat komprehensif sebelum membuat keputusan kegiatan investasi di Maluku khususnya di berbagai Kabupaten / Kota di Maluku dengan tetap  berpedoman pada prinsip keseimbangan antara kebijakan ekonomi yang bersifat Market Friendly dan Environmental Friendly.

Dengan demikian dalam rangka pengelolaan SDA yang berlimpah di Maluku sekarang dan jangka panjang, sehingga SDA yang berlimpah ruang di Maluku bebas dari dua fenomena ekstrim yang saya sebut Resource Curse (kutukan sumber daya) dan  dutch disease (penyakit Belanda) karena Maluku adalah provinsi penghasil sumber daya alam, seperti mineral, minyak, emas, nikel, ikan dan kekayaan laut lainnya, dan juga gas alam abadi di Masela.

Kebijakan investasi yang benar akan menghasilkan kemakmuran bagi Maluku, tetapi kesalahan kebijakan (policy error’) atau kegagalan kebijakan (policy failure) akan sangat merugikan bagi Maluku dan rakyat yang ada di dalamnya (anomali effect) (***)