BERITABETA.COM, Masohi – Kasus pencurian disertai kekerasan, yang menghilangkan nyawa Ridwan Abdullah Pattilow (71) di Negeri Pasanea, Kecamatan Serut Barat Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), akhirnya di laporkan ke pihak Polda Maluku.

Keluarga korban merasa tidak mendapatkan keadilan atas kejadian yang terjadi pada tanggal 16 Maret 2019 silam. Pasalnya, pelaku kekerasan yang sebelumnya diproses  Polres Malteng dilepas bebas tanpa kejelasan proses hukumnya.

 “Sudah hampir enan bulan, kasus ini baru P19. Kami takut kasus ini dihilangkan begitu saja, jadi keluarga akan melaporkan kasus ini kembali ke Polda Maluku, dan kami tidak akan berhenti untuk mencari keadilan atas kasus ini, kalau tidak ada kejelasan di Polda, kita akan lanjut ke Mabes Polri, ”kata anak korban Aya Pattilow kepada beritabeta.com, Sabtu (31/8/19).

Menurutn Aya, selaku keluarga korban pihaknya baru mengetahui kalau pengembangan kasus baru P19, setelah menanyakan hal ini di Kantor Kejaksaan Negeri Masohi, melalui Kasi Pidum Donald Retoob yang menangani kasus kriminal ini.

 “Pa Donald  menjelaskan kalau berkasnya sudah dikembalikan ke Polres Malteng, karena minim barang bukti, dan tidak ada kop surat Kepolisian pada berkas BAP,” kata Pattilow menirukan keterangan Kasi Pidsus.

Pattilow menduga, sejak awal pengambilan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ada unsur kesengajaan yang telah dilakukan Polres Malteng yang terkesan ingin mengaburkan kasus murni pidana pembunuhan, yang menimpah bapaknya itu.

Hal ini, kaya Aya, terlihat ketika salah seorang petugas polisi yakni Kanit Serse Polsek Serut Barat, Bripka Charis Wattimuri yang datang mengambil keterangan.  Dimana saat itu korban sedang dirawat di ruang Dahlia RSUD Masohi.  Saat itu Wattimury memerintahkan semua anggota keluarga korban untuk keluar dari ruangan tersebut, dan hanya tersisa istri korban.

“Ibu saya bilang waktu BAP, bapak mengakui ada dua orang pelaku yang beraksi serta menganiaya bapak di rumah. Tetapi Wattimury membantah dan mengatakan, bapak tidak boleh mengatakan dua orang, bapak harus bilang satu pelaku saja,” kata Pattilow.

Paksaan Wattimury ini, kata Pattilow, ditentang istri korban dengan mengatakan, kalau suaminya itu orang yang taat sholat dan tidak mungkin berbohong. Diduga lantaran keinginannya tidak dituruti, Wattimury tidak mencatat dan memasukan keterangan korban ke dalam BAP saksi korban. “Pak, suami saya itu taat agama, dia tidak mungkin berbohong,” jelas Pattilow meniru kata-kata ibunya.

Selain itu keluarga korban juga merasa ada kejanggalan lain, yakni dalam rekaman waktu penyidikan yang dilakukan pihak Polres Malteng, kepada pelaku RT (16).

RT sudah mengakui perbuatannya bersama teman-temannya, dalam pemeriksaan tersebut, RT mengakui bahwa mereka berempatlah yang merencanakan perampokan di rumah korban. Namun, pernyataan RT ini dibantah, bahkan dipukul dengan menggunakan sepatu oleh salah satu anggota polisi pada Polres Malteng yang bernama Haris.

Dan memaksa RT untuk mengaku bahwa dirinya sendirilah yang melakukan pembunuhan tersebut, tetapi rekaman itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti .

“Ini berdasarkan rekaman pengakuan RT yang kami dapat, bahkan video yang direkam anggota polisi pada saat penyidikan, kata Kanit PPA, rekaman itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti,” ungkap Pattilow. (BB-FA)