BEIRTABETA.COM, Ambon – Anggota DPR RI asal Maluku, Mercy Christy Barends menegaskan kemelut pendidikan di Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku sampai saat ini belum mengalami perubahan signifikan.

Insiden penyegelan SD Naskat di Desa Jorang, Kecamatan Aru Selatan Timur, yang dilakukan ratusan siswanya, Sabtu (7/12/2019) merupakan satu dari sekian kemelut yang terjadi disana. Sehingga persoalan pendidikan di bumi Jargaria itu perlu dituntaskan mulai dari akarnya.   

“Ketidakhadiran guru serta masih minimnya fasilitas pendidikan di sekolah-sekolah khususnya di desa-desa pesisir (di pulau-pulau di luar Kota Dobo) itu, merupakan persoalan yang masih terjadi sejak Kabupaten Kepulauan Aru dimekarkan,” kata Mercy melalui rilisnya yang diterima beritabeta.com, Senin malam (9/12/2019).

Menurut Mercy yang juga merupakan anak daerah Aru,  persoalan pendidikan di Kabupaten Aru bukan persoalan baru bagi pemerintah daerah dan sebagian  masyarakat Aru, termasuk dirinya cukup tahu dengan persoalan ini.

Dikatakan, ada tiga hal utama yang menjadi komplikasi permasalah pendidikan di Kabupaten Aru. Pertama, rendahnya komitmen dan sumberdaya manusia  (para guru) untuk mengajar di walayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) dan mengajar dengan loyalitas yang tinggi.

Kedua, rendahnya insfrastruktur pendidikan seperti, Ruang Kelas Baru (RKB), rehab ringan sampai dengan rehab berat, ketersediaan perpustakaan, laboratorium, dan masalah lainnya. Dan ketiga, rendahnya kualitas pendidikan karena keterbatasan berbagai hal akibat rumitnya geografis di Kabupaten Kepulauan Aru.

Puluhan siswa SD di Kecamatan Aru Timur Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru terpaksa menyegel sekolah. -istimewa

Mercy menjelaskan, untuk tahun 2019 – 2020, kebijakan 20 persen anggaran pendidikan di Kabupaten Aru sudah dimasukkan ke Komisi 3 DPRD Kabupaten Kepulauan Aru dan masih harus dievaluasi hari pada tanggal 16 Desember 2019 di Provinsi.

Dari tahun ke tahun, amanah 20 persen untuk pendidikan ini selalu diperjuangkan, tapi terlihat bahwa anggarannya lebih banyak terpakai di belanja ATK dan infrastruktur fisik, sedangkan untuk program pemberdayaan dan peningkatan mutu pendidikan masih kurang.

“Jika sekiranya 20 persen anggaran pendidikan terpenuhi, maka pemanfaatan anggaran harus tepat sasaran. Pengawasan melekat baik internal lewat inspektorat maupun BPK.  Mestinya harus ada perbaikan dari sisi pengembangan pendidikan di Kabupaten Kepulauan Aru,”tandas Anggota Komisi VII DPR RI ini.

Untuk itu, kata politisi PDI-P Maluku ini,  jika belum memenuhi mandatory 20 persen anggaran pendidikan di dalam APBD sesuai dengan UU Pendidikan,  patut dipertanyakan kebijakan pengelolaan anggaran daerah.

“Keterbatasan dana tidak bisa dijadikan alasan. Kalau daerah lain yang juga di wilayah 3T bisa kenapa Aru tidak?,” tanya Mercy dengan tegas.

Atas kondisi ini, ia berpendapat, persoalan pendidikan di Kabupaten Aru sudah harus diselesaikan langsung ke akarnya. Tidak bisa diselesaikan secara sporadis dan parsial.

Mercy juga menegaskan, bagi guru-guru  yang telah mendapat SK penempatan di desa-desa atau pulau-pulau di luar Kota Dobo yang tidak menjalankan tugasnya dengan benar dan setia,  wajib ditempuh sanksi tegas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Bagaimanapun yang mereka urus adalah “memanusiakan” generasi muda Aru. Suatu daerah maju dan bisa keluar dari himpitan kemiskinan jika SDM-nya dibangun dan diatur dengan benar,” tandasnya.

“Akan diperparah lagi jika pola kerja aparatur yang cenderung project oriented. Kerja hanya berdasarkan proyek dan ada anggaran. Seluruh benang kusut ini harus diurai dan mata rantai keterpurukan pendidikan di Aru harus diputus segera,” sambungnya.

Selian itu, sebagai leading sektor yang mengkomandani sektor pendidikan di Aru, jajaran Dinas Pendidikan di Aru perlu dievaluasi menyeluruh. Supaya di Kabupaten Aru tidak ada lagi istilah “guru ujian” atau “guru gajian” dan seterusnya.

“Sebagai anggota DPR RI yang berasal dari Kabupaten Aru kita butuh kerjasama dan sinkronisasi kebijakan bersama,” ungkapnya.

Kewenangan Otonomi Daerah, kata dia, memberi ruang kepada Pemda untuk mengatur Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan menengah/SMP), jadi tangannya cukup untuk mengatur penempatan guru di kabupaten terdistribusi secara merata.

“Jika ada terjadi penumpukan guru di suatu wilayah atau sekolah, sudah harus diambil langkah cepat untuk mengatasi ketimpangan distribusi dimaksud,” bebernya.

Mercy menambahkan, harapannya kepada Pemkab Kepulauan Aru sudah harus berbenah diri secara holistik atau menyeluruh untuk membangun sektor pendidikan di Kabupaten Kepulauan Aru.

“Sekarang atau tidak sama sekali,” tutupnya.

Seperti diberitakan sebelumnya oleh Amek.id para siswa SD di Desa Jorang, Aru Selatan nekat menyegel sekolah, karena guru mereka pergi dan lama tidak kembali untuk melakukan proses belajar mengajar.

Para siswa nekat memalang pintu sekolah dan memegang pamflet yang diunggah salah satu warga setempat, melalui postingan media sosial (Facebook) dengan akun bernam Genzo EL.

Tulisannya,n “su lama ini, katong belum masuk sekolah, katong belum bisa belajar barang katong pung guru-guru pigi di dobo sampe sekarang belum bale di kampug, jadi katong belum bisa belajar” (BB-DIO)