Oleh : Yuhansyah Nurfauzi (Apoteker dan Peneliti di Bidang Farmasi)

Sampai dengan tahun 2021 ini, pandemi belum berakhir. Sebagian pasien yang pernah terkena COVID-19, termasuk di Indonesia, ternyata mengalami gangguan pernapasan seperti banyak lendir dan ada yang menyerupai pilek/influenza. Sebagian lainnya mengalami peradangan pada selaput paru-parunya.

Radang selaput pembungkus paru ini dikenal dengan pleurisy atau dalam bahasa arab bisa disebut dengan dzatul janbi. Penyebab pleurisy atau dzatul janbi bisa berasal dari mikroba (bakteri dan virus, termasuk virus corona itu sendiri).

Pleurisy mengakibatkan gejala long COVID-19 atau penyakit COVID-19 yang berkepanjangan. Gejalanya dirasakan sebagai rasa sakit di sekitar pinggang dan dada, serta kelelahan jangka panjang bahkan setelah dinyatakan negatif dari COVID-19.

Akhir-akhir ini ada herbal Qusthul Hindi yang menjadi terkenal karena diklaim dapat mengobati gejala radang paru akibat COVID-19 dan bersumber dari hadits nabi.

Menurut mayoritas peneliti pada zaman ini, nama ilmiah Qusthul Hindi adalah Saussurea lappa atau Saussurea costus. Namun, ketersediaannya terbatas serta hanya ada di Himalaya dan sekitarnya.

Saat ini, produk Qusthul Hindi yang beredar di Indonesia diimpor dari Cina maupun Saudi Arabia. Ada satu herbal lain yang juga disebutkan dalam hadits nabi untuk keperluan yang sama, yaitu Qusthul Bahri.

Para peneliti masih berbeda pendapat tentang tanaman yang satu ini.  Di Indonesia, banyak orang menyamakan herbal Qusthul Hindi dengan Qusthul Bahri untuk digunakan pada gejala COVID-19.

Benarkah keduanya adalah jenis tanaman herbal yang sama? Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam salah satu kitabnya tentang pengobatan cara nabi (Thibb An-Nabawi) menjelaskan tentang pengobatan untuk pleurisy atau dzatul janbi melalui hadits berikut:

“Nabi Muhammad SAW memerintahkan kita untuk mengobati penyakit dzatul janbi dengan Qusthul Bahri dan minyak zaitun.” (Hadits hasan sahih riwayat Imam Tirmidzi) Hadits sahih tersebut juga disebutkan oleh Imam Hakim, Ibnu Suni dan Abu Nu’aim dari Zaid bin Arqam (kitab Al-Manhaj As-Sawi wa Al-Manhal Ar-Rawi fi Ath-Thibb An-Nabawi, Muassasah Al- Kutub Al-Tsaqafiyah, Beirut, 2002: hal. 342).

Apabila Qusthul Bahri ditelusuri dari kitab para ulama, akan ditemukan bahwa tanaman ini berbeda dengan Qusthul Hindi.

Meskipun demikian, bagian yang dimanfaatkan dari kedua tanaman tersebut adalah sama, yaitu akarnya. Akarnya yang dikeringkan berbentuk seperti kayu kering dan bisa diserbuk sehingga menjadi lebih halus.

Selanjutnya, Imam Suyuthi dalam kitab tersebut menjelaskan secara khusus bahwa Al-Qusth terbagi menjadi 2. Salah satunya berwarna agak putih (Al-Abyadh)/terang yang disebut Al-Bahri, sedangkan yang lain disebut Al-Hindi.

Menurut terminologi herbal, Qusthul Hindi bersifat lebih ‘panas’ daripada Qusthul Bahri. Namun, keduanya bisa disebut bersifat ‘panas’ dan ‘kering’ pada level ketiga.

Imam Suyuthi menjelaskan manfaat dari Qusthul Bahri dan Qusthul Hindi sangatlah banyak. Keduanya bisa menghilangkan lendir yang berlebihan, meredakan gejala pilek/influenza, meredakan suatu jenis demam, sampai dengan mengobati sakit janbi (sebagaimana yang telah diuraikan di atas) dan bermanfaat untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh racun.

Imam Suyuthi juga mengutip tentang keutamaan tanaman ini untuk mengatasi pleurisy berdasarkan pendapat Galen (Jalinus/Galenos), seorang pakar farmasi.

Beliau juga mengutip pendapat guru Ibnu Sina, yaitu Abu Sahal Isa bin Yahya Al-Jurjani, pemilik kitab Al-Waba yang membahas tentang wabah/pandemi. Berbeda dengan Qusthul Hindi yang berwarna coklat gelap dan sekarang sedang viral, warna dari Qusthul Bahri lebih terang (Al-Abyadh).

Qusthul Hindi juga memiliki aroma dan rasa yang berbeda dengan Qusthul Bahri. Qusthul Bahri memiliki sensasi rasa maupun aroma yang lebih ‘manis’ daripada Qusthul Hindi.

Perbedaan kesan warna dan sensasi rasa kedua herbal ini juga disebutkan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (Imam Suyuthi, kitab Al-Manhaj As-Sawi wa Al-Manhal Ar- Rawi fi Ath-Thibb An-Nabawi Muassasah Al-Kutub Al-Tsaqafiyah, Beirut, 2002: hal. 342).

Jadi kedua bahan ini berasal dari tanaman yang berbeda. Senada dengan Imam Suyuthi, penggunaan Qusthul Bahri untuk radang selaput paru dijelaskan secara rinci juga oleh Al-Hafidz Adz-Dzahabi. Beliau menuliskan dalam kitabnya:

“Apabila Qust (Al-Bahri) dihaluskan dan dicampur dengan minyak zaitun, lalu digosokkan ke bagian tubuh yang terasa sakit atau ditelan, maka akan sangat bermanfaat.” (Al-Hafidz Adz-Dzahabi,Thibb An-Nabawi, Beirut, Dar Ihyaul Ulum, 1990: hal.164)

Bahkan, Al-Hafidz Adz-Dzahabi dalam kitab tersebut juga mengutip pendapat Al-Masih, seorang tabib yang sangat terkenal, yang mengatakan bahwa Qusthul Bahri memperkuat organ-organ bagian dalam tubuh dan sangat bermanfaat untuk mengobati penyakit radang selaput dada.

Hadits yang sudah banyak dibahas oleh peneliti ketika mengupas khasiat kedua bahan herbal ini, yaitu Qusthul Bahri dan Qusthul Hindi, adalah riwayat Imam Bukhari (Shahih Bukhari bi Hasyiyah As-Sindi, Beirut, Darul Ma’rifah, jilid keempat hal.10).

Ketika menjelaskan khasiat herbal tersebut, ada 7 penyakit yang dapat diobati. Dua penyakit disebutkan secara jelas di dalam hadits, yaitu ‘udzrah yang dapat diartikan tonsillitis/pembengkakan dan peradangan amandel, serta dzatul janbi atau radang selaput dada (paru-paru).

Keingintahuan peneliti tentang khasiat Qusthul Bahri dapat dilihat pada jurnal ilmiah yang dipublikasikan sejak 10 tahun yang lalu. Penelitian oleh Al-Kattan dari Saudi Arabia sejak tahun 2012- 2013 berhasil membuktikan bahwa Qusthul Bahri mampu menghambat bakteri penyebab penyakit pada saluran pernapasan manusia baik dalam bentuk ekstrak dalam air maupun dalam minyak (https://academicjournals.org/article/article1380725015_AL-Kattan.pdf).

Bahkan WHO juga memuat salah satu hasil penelitian Al-Kattan dkk (2011) yang membuktikan bahwa Qusthul Bahri bisa menghambat berbagai jamur penyebab penyakit pada saluran pernapasan manusia (https://vlibrary.emro.who.int/imemr/effect-of-water-extract-of-costus-indian-or-sea-qust-on- pathogenic-fungi-for-the-respiratory-system-in-human-to-exhibit-the-miracle-scientific-in-the- sunah-2/?skeyword).

Apakah ada penelitian pada hewan uji untuk membuktikan khasiat Qusthul Bahri sebagai obat radang selaput paru-paru/pleurisy? Ternyata pada tahun 2014, Butturini dkk dari Italia membuktikan bahwa senyawa Costunolide dari Qusthul Bahri mampu mengobati peradangan selaput paru pada mencit/hewan uji seperti tikus putih yang berukuran kecil (https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0014299914001691?via%3Dihub).

Hal ini dikutip kembali oleh Kim dan Choi dari Korea pada tahun 2019 yang mengakui dan menegaskan khasiat tersebut (https://www.mdpi.com/1422-0067/20/12/2926). COVID-19 sendiri merupakan wabah penyakit atau pandemi yang obatnya sedang diupayakan oleh banyak pihak.

Saat ini, pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menerapkan protokol kesehatan serta vaksinasi. Berdasarkan uraian di atas, penggunaan Qusthul Bahri maupun Qusthul Hindi bukan untuk pencegahan COVID-19, melainkan mengobati gejala ikutan yang mengiringi setelah munculnya penyakit itu (*)