Sambil beristirahat sebentar, banyangan Rani hanya pada kedua orang tuanya yang ada di Kota Masohi. Sesaat kemudian, sebuah motor melintas di depannya. Pengendara yang membonceng seorang perempuan, dihentikan oleh Rani. Dia memaksa untuk menumpangi kendaraan roda dua tersebut. Dan si pembawa motor akhirnya membonceng dua penumpang sekaligus.

“Mereka dari arah pantai, saya paksa untuk ikut mereka. Tujuan utama saya adalah bandara,”tuturnya.

Dengan kondisi ban motor yang sudah kempes, sepeda motor yang ditumpangi tetap melaju. Tapi bapak yang membonceng kami, lalu meminta kami ikut beliau.

“Ngak usah ke bandara, mari ikut saya saja ke tempat saya. Insya Allah aman. Dan saya pun ikut beliau ke sebuah lokasi pengungsian.

Semalam di Tempat Pengungsian

Di tempat pengungsian itu, Rani bersama beberapa orang, mencoba membantu korban keluar dari reruntuhan. Berbekal pengalaman dan profesinya sebagai seorang tenaga medis, Rani yang saat itu didampingi beberapa orang, kemudian mencoba menolong korban yang terluka dan mengurus korban yang meninggal dunia.

“Saya ditemani dua tenaga medis lainnya. Satunya dokter dan satunya lagi apoteker. Tapi, ya Allah sampai pagi hari, guncangan gempa tidak pernah berhenti. Kami panik,  banyak korban yang luka-luka, tapi tak bisa diobati. Mau infus korban aja sudah susah,” kenang dia.

Sampai pukul 02.00 WITA siang. Rani kemudian meminta bantu dari seseorang di lokasi pengungsian untuk mengantarnya ke Bandara SIS Al-Jufrie di Palu. Sampai di bandara, kondisinya juga terlihat serupa. Bandara juga hancur dan tidak bisa diakses.

“Alhamdulilah, saya akhirnya bisa naik peswat Hercules dengan rute penerbanganterakhir ke Makassar,  tanggal 29 September,”ingatnya.

Pesawat Hercules yang ditumpagi digunakan untuk memuat logistik ke kota Palu, dan Rani bersama  200 penumpang lainnya berhasil mendarat di Lanud Makassar, pukul 07.00 WITA malam. Rani diperbolehkan menumpangi peswat Hercules, karena petugas mengutamakan warga luar yang ber KTP, daerah lain.

“Semalam saya menginap di Makassar. Dan saya mengucap syukur kepada Allah yang sudah menyelamatkan nyawa saya. Sanak keluarga saya kabarin, saya selamat sekarang berada di Makassar,” ceritanya.

Subuh hari pukul 04.00 WITA, tepat tanggal 30 September 2018, saya kemudian terbang ke Ambon dan lanjut perjalanan ke Kota Masohi dengan menumpangi kapal cepat pukul 11.00 WIT.

“Om,  saya sekarang sudah di Kota Masohi. Banyak hal yang terlewati begitu saja, karena dalam kondisi panik dan ketakutan. Yang saya ingat hanya itu, waktu dan tempat di Kota Palu terasa berat dan mencekam untuk kembali diingat,” tulis Rani melalui pesan singkatnya via WhatsApp kepada redaksi beritabeta.com. (***)

Pewarta : dhino pattisahusiwa