Sambil bersenda gurau, Rani lalu berniat untuk naik kuda, mengikuti sejumlah temannya. Tapi, takdir berkata lain. Niat berkuda akhirnya pupus. Dari kejauhan sudah terdengar adzan Magrib, dua rekannya yang bertugas  sebagai fotografer dan videografer sudah berada di panggung utama. Setelah selang beberapa menit goncangan gempa dahsyat susulan dengan kekuatan 7,4 skala richter terjadi.

“Goncangan kedua itu, Masya Allah, bukan lagi pelan, saya merasakan  seperti lagi naik kuda. Banyak yang terhempas bermeter-meter, tanah bergerak seperti gelombang di laut,” tutur Rani mengenang.

Lari Sekuat Tenaga Hampir 30 KM

Sesaat kemidian, suasana mencekam. Kawasan pantai Teluk Palu menjadi tegang. Banyak orang lari berhamburan. Rani ikut  lari keluar lokasi pantai dan melompati tembok setinggi 2 meter, dengan penghalang besi tajam. Berkali-kali dia jatuh dan berusaha meloncat tembok, dan akhirnya  lolos  dan terus berlari sepanjang jalan.

“Saya sudah tidak melihat apa-apa lagi, yang ada dipikiran saya bagaimana bisa kabur di tempat itu dan terus berlari dengan menghindar dari bangunan tinggi dan tiang listrik,” beber Rani.

Dia menuturkan, saat itu Kota Palu menjadi gelap seketika. Semua ruas jalan utama dipenuh manusia. Dia memilih tidak berhenti. Jatuh dan bangun lagi, dan terus berlari.

“Sampai di satu tempat, saya bertemu dengan seorang anggota polisi yang mengendarai sepeda motor. Saya minta dibonceng dan orangnya menolak dengan alasan lagi melakukan pengamanan. Tapi saya terus memaksa untuk dibonceng. Akhirnya, sang polisi menyerah dan memberi tumpangan,”cerita Rani.

Kurang lebih jaraknya ada 5 km, perjalanan menumpang diboncengi polisi itu. Sang polisi itu lalu menyarankan agar Rani menumpangi mobil pick-up. Dan saran itu pun diikuti. Tapi saat di atas pick up, kendaraan seakan tidak bergerak, karena lalulintas menjadi macet.

“Saya memilih turun dan kembali berlari. Dan dalam hati saya hanya bergumam, ya Allah selamatkan saya.  Sambil mengingat pesan papa dalam kondisi apapun saya harus berzikir.

 

Rani bersama ratusan calon penumpang Hercules yang berdesakan sesat terbang ke Makassar.

 

Saya memutuskan untuk terus berlari sejauh mungkin dan sasaran saya bisa sampai ke Bandara SIS Al-Jufrie di Palu, untuk segera keluar dari kota Palu,”kenang Rani.

Usaha Rani dengan berlari sejauh mungkin membuat fisiknya lemah. Pemandangan sepanjang jalan begitu mengerikan. Banyak orang terjatuh, pemandangan semakin kacau. Banyak gedung hancur dan tiang listrik tumbang.

Dan sampai di salah satu pertigaan jalan yang menghubungkan jalan bagian Barat dan Timur,   tepatnya di sebuah SPBU, langkah Rahi mulai terhenti.

“Sudah tidak kuat, kaki saya luka-luka, karena jatuh berkali-kali. Dan jarak lari yang saya tempuh, itu saya ibaratkan seperti 3 kali jarak dari Jembatan Merah Putih (JMP) ke Lapangan Merdeka, Kota Ambon,” ungkap mencontohkan.