BERITABETA.COM, Ambon – Dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 10 megawatt di Namlea Kabupaten Buru, Maluku, jaksa masih akan memeriksa sejumlah pihak terkait sebagai saksi.

Pengusaha Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa, mantan Kepala Seksi Pengadaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buru, telah ditetapkan oleh jaksa sebagai tersangka.

Sebe,lumnya pada 2020 lalu, dua orang ini sudah menjadi tersangka, namun mereka mengajukan praperdadilan ke Pengadilan Negeri Ambon dan menang. Status (tersangka) pun digugurkan oleh hakim Rahmat Selang.

Jaksa tak tinggal diam! Upaya hukum kembaIi dilakukan. Alhasil, Ferry dan Abdul Gafur kembali ditersangkakan pada 27 Januari 2021 dengan surat nomor B-212/Q.1/Fd.2/01/2021.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Maluku, Sammy Sapulette, mengaku pemeriksaan terhadap pihak terkait masih akan dilakukan jaksa. Hal ini kaitannya dengan kepentingan penyidikan.

“Masih ada saksi yang akan diperiksa,” kata Sammy Sapulette kepada beritabeta.com Kamis, (11/02/2021) di Ambon.

Sammy belum mau menyampaikan siapa pihak terkait yang akan dipanggil untuk diperiksa lebih lanjut. Hanya saja dia memastikan penyidikan terus bergulir. “Penyidikan masih berjalan. Ikuti saja perkembangannya,” anjurnya.

Sebelumnya, BPKP Maluku dalam auditnya menemukan kerugian negara dalam proyek pembelian dan penjualan lahan untuk pembangunan PLTMG di Namlea itu sebesar Rp.6.401.813.600

Pengembangan perkara ini sebanyak 24 orang telah diperiksa jaksa sebagai saksi termasuk Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa.

Diketahui lahan untuk pembangunan PLTMG seluas 48.645, 50 hektar. Lahan ini yang katanya milik Ferry Tanaya itu berada di Jiku Besar, Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, Maluku. Lahan ini dibeli oleh pihak PLN Maluku-Malut. Berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP), harga lahan itu hanya Rp 36.000 per meter2.

Diduga terjadi kongkalikong melibatkan Ferry Tanaya, PT. PLN Wilayah Maluku – Maluku Utara, ketika itu dipimpin Didik Sumardi serta oknum pada BPN Kabupaten Buru, ditengarai mereka mengatur harga secara sepihak. Apesnya negara dirugikan sebesar Rp.6.401.813.600.

Atas perbuatan dua tersangka itu disangkakan Pasal  2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (BB-SSL)