BERITABETA.COM, Ambon – Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku menyampaikan ada sekitar 1,2 hektar lahan di Desa Kailolo, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, akan dijadikan sebagai kawasan pengelolaan ekosistem esensial. Inisiatif itu, guna melindungi burung gosong Maluku (Eulipoa wallacei) yang kini mulai langka.

“Wilayah di sana perlu ditetapkan oleh Pemerintah Daerah jadi kawasan ekosistem esensial, karena ia menjadi lokasi bertelurunya burung gosong. BKSDA Maluku, punya tupoksi memfasilitasi itu dan pengelolaannya akan dilakukan Forum Komunikasi Esensial. Prosesnya kini sudah sampai ke pemda setempat,” kata Muchtar Amin Ahmad, Kepala BKSDA Maluku, di Kebun Cengkeh, Sabtu (30/3/19).

Menuurut Amin, jika lokasi di desa tersebut dijadikan kawasan ekosistem esensial, maka satwa burung godong bisa bekkembang biak dengan baik. Sisi lain, populasi burung gosong akan meningkat, sehingga telurnya yang selama ini dimanfaatkan atau dieksploitasi bisa jauh lebih baik.

Pemanfaatan lain juga, kata dia, untuk upaya konservasi agar masyarakat dapat merubah pikiran mereka. “Ya, jangan sampai semua dikomsumsi, sementara konservasi diabaikan. Data kami, memang, luas wilayah untuk kawasan ekosistem esensial hanya 1,2 hektar, sementara populasi burungnya diperkirakan 70-an ekor. Tetapi setiap malam, selalu datang dan bertelur di sana, sehingga harus dimanfaatkan,” ujarnya.

Program yang sudah diinisiasi sejak dua tahun lalu ini, kata Amin, perlu didorong lagi ke pemerintah kabupaten, agar tahun ini forum pengelolahnya sudah bisa disahkan Gubernur Maluku.

Diskusi media terkait isu konservasi sumber daya alam dan ekosistem yang melibatkan Jurnalis Maluku, Burung Indonesia, Rekam Nusantara dan Balai Taman Nasional Manusela, di Kantor BKSDA Maluku, Sabtu (30/3/19)

Dia mengatakan, kawasan ekosistem esensial itu tidak dikelolah oleh pemerintah tetapi masyarakat di desa. Artinya, kalau wilayahnya merupakan petuanan, maka masyarakat setempat yang akan mengelolahnya, tapi pengelolaannya lebih intensif dengan melibatkan seluruh stakeholder daerah yang punya kepedulian.

“Apakah itu aparat desa, masyarakat, TNI maupun Polri. Semua terlibat di situ, sehingga keuntungannya akan terjaga. Artinya, kalau terjaga populasinya dengan telur yang begitu banyak, hasilnya juga akan lebih baik,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam diskusi media terkait isu konservasi sumber daya alam dan ekosistem yang melibatkan Jurnalis Maluku, Burung Indonesia, Rekam Nusantara dan Balai Taman Nasional Manusela, di Kantor BKSDA Maluku, problem lingkungan seperti penjualan burung secara illegal dan kerusakan hutan, masih menjadi topik utama dan perhatian mendalam lembaga-lembaga ini.

Bukan saja di Maluku, namun berbagai daerah lain seperti Papua, Maluku Utara masih marak terjadi tindakan-tindakan kerusakan lingkungan. Ironisnya, semakin tinggi tindakan kerusakan, semakin tidak sadar pula masyarakat dalam menyikapinya.

Problem dasar lain, yakni masih banyak pemodal yang menyiapkan pasar untuk satwa-satwa dilegalkan. Di wilayah Maluku misalnya, Kepulauan Aru, menjadi salah satu pintu masuk burung cendrawasih diperjualbeli.

“Tahun kemarin, warga penjual cendrawasih online yang ditangkap Polres Kepulauan Aru. Namun fatalnya, setelah proses hukum sampai ke pengadilan, hakim memutuskan mereka bebas, karena tidak terbukti, dengan alibi itu persoalan konten adat masyarakat di sana,” ujar Amin. (BB-DZAL)