Maluku Usulkan 6 Daerah Zona Hijau Terapkan Skenario New Normal

BERITABETA.COM, Ambon – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku mengusulkan enam kabupaten/kota di Maluku yang masuk zona hijau, ke Pemerintah Pusat (Pempus) untuk menerapkan skenario new normal.
Kepastian ini disampaikan Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, Kasrul Selang kepada wartawan saat melakukan kunjungan ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Leimena, Ambon, Rabu (27/5/2020).
“Kemarin kita sudah usulkan enam kabupaten/kota mulai dari Kabupaten Aru, KKT, MBD, SBT, Malra dan Tual ke pemerintah pusat untuk menerapkan strategi New Normal ini. Daerah-daerah ini masuk zona hijau,” kata Kasrul.
Setelah diusulkan, akui Kasrul, ternyata untuk Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang awalnya merupakan zona hijau, kini sudah menjadi zona kuning. Sebab, ada empat orang yang terkonfimasi positif.
Hal ini terbalik dengan yang terjadi di Kabupaten Buru Selatan yang sebelumnya terkonfirmasi 1 kasus positif dengan inisial SB, tapi sudah sembuh, jadi Buru Selatan sudah menjadi zona hijau.
”Hal ini akan kembali kami bahas dalam rapat di tingkat Gugus dan nanti rapat dengan Bupati/Walikota baru kita tentukan langkah new normal seperti apa. Teman-teman Gugus Tugas sementara buat SOP nya,” urainya.
Seperti diketahui, jika mengikuti syarat yang ditetapkan maka Kabupaten SBT sudah tidak bisa lagi diterapkan skenario new normal, karena sudah ada kasus positif lebih dari 1 kasus.
Skenario New Normal
Apa itu new normal? New normal adalah skenario untuk mempercepat penanganan Covid-19 dalam aspek kesehatan dan sosial-ekonomi. Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana untuk mengimplementasikan skenario new normal dengan mempertimbangkan studi epidemiologis dan kesiapan regional.
“Presiden mengharapkan new normal ini diimplementasikan dengan beberapa pertimbangan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto setelah rapat terbatas pada Senin (18/5/2020), seperti dikutip Sekretariat Kabinet.
Airlangga menjelaskan, daerah yang R0 (jumlah reproduksi virus) kurang dari 1, dapat menerapkan new normal. Dalam beberapa hari terakhir, Kemenko akan mengusulkan mekanisme penilaian, baik berdasarkan perhitungan epidemiologi dan kapasitas regional dalam penanganan Covid-19 seperti pengembangan penyakit, pengendalian virus, dan kapasitas kesehatan.
“Kemudian juga kesiapan sektor publik per masing-masing kementerian / lembaga, tingkat disiplin publik, dan respons publik terhadap cara bekerja atau cara bersosialisasi dalam new normal,” kata Airlangga.
Airlangga juga menyatakan, beberapa daerah di Jawa menerapkan 5 level scoring dalam menangani keparahan pandemi, yaitu krisis, tingkat parah, substansial, sedang, dan rendah.
Pemerintah daerah diizinkan untuk mempersiapkan new normal jika daerah mereka berada di tingkat moderat atau sedang. Dia menambahkan, beberapa sektor sedang mempersiapkan SOP untuk skenario new normal.
Sektor industri, Airlangga menyatakan, telah menerima Circular (surat edaran) yang sesuai dengan protokol Satuan Tugas Covid-19.
“Di sektor lain, baik itu pendidikan, restoran, akomodasi, kegiatan ibadah, dan transportasi. Kami akan mempelajari ini secara menyeluruh dan Presiden akan memutuskan,” katanya.
Airlangga menyatakan, setelah studi tentang kapasitas daerah, sektor kesehatan, dan kementerian/lembaga, Pemerintah akan mengumumkan kebijakan yang dihasilkan.
Semnetara Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman memaparkan alasan Presiden Jokowi akan menerapkan protokol kesehatan lebih disiplin sebagai persiapan penerapan new normal (kelaziman baru) di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota di Indonesia.
Fadjroel mengklaim ada dua keuntungan besar dalam penerapan protokol kesehatan sebagai norma sosial atau dalam menjalankan new normal.
“Keuntungan pertama adalah adanya norma sosial baru yang menjaga Indonesia dari ancaman pandemi Covid-19. Keuntungan kedua adalah keberlanjutan hidup agar bangsa Indonesia tidak terpuruk pada masalah baru sebagai dampak wabah seperti masalah krisis ekonomi, ketahanan pangan dan pendidikan anak-anak bangsa,” kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Rabu (27/5/2020).
Fadjroel mengatakan, langkah Presiden mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, Permenkes No. 9/2020 dan yang terbaru Kepmenkes No. HK.01.07/Menkes/328/2020 serta SE Menkes No. HK.02.01/Menkes/335/2020 oleh masyarakat di lokasi keramaian sesuai PSBB di 4 Provinsi dan 25 Kabupaten/Kota di Indonesia.
Hal ini, kata dia, dengan melibatkan TNI dan Polri sesuai UU Polri No. 2 tahun 2002 dan UU TNI No. 34 tahun 2004.
Fadjroel juga menuturkan, tata cara pengendalian penyebaran Covid-19 kali ini akan ditopang 3 mekanisme dasar. Pertama, sistem deteksi dasar gejala infeksi virus seperti mekanisme cek suhu tubuh dan pengawasan gejala klinis di ruang-ruang publik.
Kedua, sistem pengendalian perilaku protokol kesehatan seperti jaga jarak fisik dan penggunaan masker seluruh individu saat beraktivitas; dan terakhir adalah sistem sosialisasi pencegahan virus corona di seluruh arena aktivitas sosial.
“Ketiga tata cara pencegahan tersebut harus bisa menjadi norma atau aturan sosial bersama agar Indonesia mampu melewati masa Covid-19 dengan tetap memiliki kekuatan sosial ekonomi bangsa,” kata Fadjroel.
Menyikapi persoalan penanganan Covid-19 di Maluku, Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Pattimura, DR. Sherlock Holmes Lekipiouw berpendapat, kelemahan yang selama ini terjadi di Maluku, adalah persoalan pemahaman masyarakat yang belum terlalu kuat tentang berbagai aturan regulasi yang berlaku dan mengatur tentang penanganan Covid-19 di Maluku.
Doktor Hukum Tata Negara Unpatti ini mencontohkan, terkait Peraturan Gubernur (Pergub) Maluku Nomor 15 Tahun 2020 Tantang Pembatasan Pergerakan Orang dan Moda Trasnportasi dalam Penanganan Covid-19 di Pulau Ambon yang hingga kini belum masif disosialisasikan ke masyarakat.
“Saya lihat kelemahan kita ada disitu, dan ini yang harus gencar dilakukan pemerintah daerah, melalui gugus tugas berupa kegiatan sosialisasi. Misalnya, soal pembatasan dan sebagainya, ini belum diketahui oleh masyarakat, padahal Pergub ini sudah terbit sejak April lalu,” tandasnya.
Sherlock menilai kurang maksimalnya pemahaman masyarakat ini, kedepan akan mempengaruhi setiap kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk menangani masalah penyebaran virus mematikan ini.
“Ini masih seputar satu poin masalah yang kita lihat dan masih banyak lagi kelemahan kita yang harus betul-betul diperhatikan pemerintah terkait kemaslahatan masyarakat Maluku kedepan,” tandasnya (BB-DIO)