BERITABETA.COM, Jakarta – Tarik ulur tentang opsi penundaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 di Indonesia, terus menuai perdebatan. Opsi penundaan Pilkada 2020 akibat wabah virus corona kembali dibahas dengan Komisi II DPR RI.

Meski demikian, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian rapat kerja virtual bersama Komisi II DPR RI, Rabu (27/5/2020) menegaskan, pelaksanaan Pilkada 2020 tetap digelar 9 Desember 2020 dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19.

Mendagri berpendapat, desakan Pilkada ditunda hingga 2021 tidak menjamin virus Corona akan berakhir.

“Opsi diundur di 2021 Maret atau September, itu pun tidak menjamin. Dulu kita memang punya harapan pada waktu rapat yang pertama, harapan kita, mungkin situasi kita belum jelas saat itu seperti apa virus ini ending-nya. Kita waktu itu skenarionya adalah 2021 itu aman,” ujar Tito.

Ia mengatakan, berdasarkan paparan Kementerian Riset dan Teknologi dalam rapat terbatas bersama Presiden dan jajaran menteri, kemungkinan kondisi 2021 masih sama dengan keadaan saat ini. Jika vaksin ditemukan tahun depan, maka perlu waktu lagi untuk pembuatan massal dan pendistribusiannya kepada masyarakat.

Tito menuturkan, rencana optimistis pandemi Covid-19 akan terkendali pada akhir 2021 atau 2022. Dengan demikian, Pilkada 2020 tetap diselenggarakan pada Desember tahun ini sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 (Perppu) tentang Pilkada.

Namun, lanjut dia, pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 harus dengan penerapan protokol kesehatan. Tahapan kampanye misalnya, dapat dibatasi kegiatan di luar ruang dan dialihkan kampanye secara virtual.

Tito mencontohkan, tahapan pemutakhiran data pemilih yang dilaksanakan secara sensus dapat tetap digelar saat pandemi. Ia melihat proses validasi data penerima bantuan sosial oleh Kementerian Desa dan Kementerian Sosial yang dilakukan secara langsung ke warga secara door to door dapat dilaksanakan.

“Kami kira Pilkada 9 Desember ini kami sarankan tetap kita laksanakan namun protokol kesehatan betul-betul kita komunikasikan dan koordinasikan,” tandas Tito.

Fraksi PDI-Perjuangan Pilih Opsi Ditunda 2021

Sebelumnya, ketetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) 2/2020 yang melegitimasi pelaksanaan pungut hitung Pilkada Serentak 2020 berlangsung Desember sempat mendapat penolakan.

Keputusan beleid yang di tandatangani Presiden Joko Widodo itu tidak disepakati oleh Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP, Komarudin Watubun.

Dua pekan lalu,  Komarudin meniali, Pilkada Serentak yang bakal berlangsung di 270 daerah lebih mungkin ditunda hingga 2021 mendatang. Alasannya, pemerintah masih terkendala dengan pandemik virus corona baru atau Covid-19.

Komarudin Watubun mengaku tidak melihat adanya kemungkinan. Karena hingga saat ini pemerintah belum mampu membuat kurva penyebaran dan penularan Covid-19 melandai.

“Idealnya tahun depan (2021), karena problem dasar sampai hari ini, pemerintah tidak punya data referensi memastikan puncak pandemi turun. Bahkan juga tingkat dunia,” kata Komarudin Watubun seperti dikutip dari Republika.co.id.

“Sekalipun pelaksanaan pilkada digelar dengan mengikuti protokol kesehatan, potensi penyebaran virus corona tetap tinggi. Sebab, tingkat kedisiplinan masyarakat masih rendah,” sambungnya.

Mantan Ketua DPRD Papua ini juga menilai, pelaksanaan Pilkada dimusim pandemik corona ini mesti diimbangi dengan kesadaran masyarakat dalam hal menaati protokol kesehatan.

Jika masih banyak yang tidak maampu displin dengan protokol kesehatan, maka dapat berimplikasi buruk terhadap masyarakat itu sendiri. Sebagai contohnya adalah disaat proses pendaftaran peserta pemilu ke kantor KPUD setempat.

“Saya khawatir nanti kalau pendaftaran para peserta Pilkada datang dengan rombongan ke KPU, akan terjadi kontak fisik memungkinkan penyebaran virus,” beber Komarudin.

Lebih lanjut, Kabid Kehormatan Partai DPP PDIP ini mengimbau kepada masyarakat untuk tidak curiga dengan kemungkinan penundaan Pilkada 2020 ini. Karena katanya, penundaan ini bukan berkaitan dengan hasrat kekuasaan, namun karena adanya bencana non alam Covid-19.

“Jadi kalau ada yang nolak pilkada tahun ini, jangan saling curiga satu sama lain hanya untuk mempertahankan kekuasaan. Ini jelas persoalan kepedulian dampak dan risiko jika dilaksanakan saat penyebaran pandemi masih tinggi,” tegasnya (BB-DIP)