Catatan : Mary Toekan Vermeer

"Jangan pernah ragu akan rezekimu di Ramadhan, sebab rezeki setiap manusia, telah di jatah Allah setiap hari. Meskipun kalian berkutat dari pagi hingga malam, bahkan kadang waktu sholat terlewati, besar rezekimu telah ditakar. Tak akan bertambah. Tak akan berkurang,"

Tinggal satu pintu maghrib lagi, di situ akan kita temukan bulan suci, bulan yang terpilih diantara sebelas bulan. Para ulama mengandaikannya laksana Yusuf AS diantara sebelas saudara - saudaranya.

Hari itu, di bulan Juli sepuluh tahun lalu. Tahun pertama aku di Negeri Seribu Kincir. Ramadhan datang di puncak musim panas. Artinya jendela fajar hingga pintu maghrib  berjarak 19 jam.

Tiga hari jelang Ramadhan, aku sedang duduk di pelataran sebuah restaurant. Berpikir keras, bagaimana mungkin aku bisa berpuasa ?

Jujur, ada enggan bertahta di hatiku. Aku yang masih terus saja menikmati agenda dari cafe ke cafe, dari pesta ke pesta. Bersama teman - teman baruku, kuhabiskan waktu bernyanyi dan berdansa, walau pesan ibu yang baru saja pergi, begitu kuat ku simpan di benakku.

Di pelataran itu, mozaik langit di ufuk Barat menambah romantis makan malam kami. Ku lirik jam tanganku : " whattt ? ".  Setengah sebelas malam,  fix, aku tak akan mampu menjalankan puasa di negeri ini.

"Kamu pasti bisa, nak !", begitu suara tanteku di seberang sana menyuntikkan semangat padaku. Beliau sudah lebih dulu menghuni negeri ini puluhan tahun lalu. Tante Banuna Sadhinoch-Pelupessy, saudara dari jalur papa.

Walau dengan nada sedikit bercanda, aku menangkap keseriusan dalam suara tante. Ku iyakan saja, walau biduk hati tak tentu arah dengan berjuta pertanyaan menghantui pikiranku. Apa bisa ? Aku yang masih mengejar gemerlap dunia.

Senja datang masih membawa pertanyaan. Namun kuikat niatku di ujung iman tertinggi, ku tutup semua jalan licin yang bisa menggelincirkan, berharap ada mukjizat.

Bismillah, niat puasa sudah terucap. Jika tak mampu, aku akan berbuka seperti waktu di Indonesia sudah itu lanjutkan sampai maghrib di jam setengah sebelas malam.

Tak ada mesjid terdekat dari rumahku. Setelah Isya, aku duduk terpekur. Ku sebut Allah..Allah.. Allah !! Bantu aku. Aku hanya ingin berpuasa di Ramadhan ini. Izinkan aku berjalan di atas kebenaran jalan-Mu.

Setengah dua belas malam, baru masuk waktu Isya. Takbir taraweh pertama kali seumur hidup, sendiri di sudut kamar. Banjir air mata di setiap sujud - sujudku. Papaaaaa, ibuuuuuuu, aku rindu. Rindu sangat suasana puasa di negeriku.

Titiit...titiiit, bunyi kecil weker di hand phone  membuka mataku. Rupanya aku tertidur di atas sajadah. Cepat ku berlari siapkan sahur. Suamiku  berusaha menemani sambil belajar ikut berpuasa.

Dia yang masih terus mengenal Islam di tengah gempuran media tentang agamaku, belum mampu bertempur di medan jihad ini. Setengah hari cukup baginya sebagai pemula apalagi siang hari dengan suhu kadang mencapai 40 derajat celcius.

Malam yang begitu pendek, membuatku harus betul mengatur jadwal makan dalam waktu 5 jam saja, agar saat sahur nanti masih ada ruang sisa.

Sambil memasak makan malam, mataku terus saja mengikuti jarum jam yang  bergeser pelan meninggalkan angka enam sore. Perutku tak jua riuh memberi isyarat minta di isi. Wohoo, rasanya biasa saja. Setengah tak percaya, kubisikkan pada diriku,  "Aku akan menunggu sampai di batas kemampuanmu ".

Sekali lagi kulirik jam di dinding, sekarang sudah pukul sepuluh malam. Terik siang mulai berganti meneduhkan. Sebentar lagi awan merah berarak. Sungguh, hari itu, menunggu  maghrib bak menanti sang pangeran pujaan.

Suara adzan dari ruang makan terdengar sayup. Segelas air dan beberapa kurma sengaja ku pilih sebagai menu berbuka. Setengah tak percaya aku mampu menyelesaikan puasa di hari pertama.

Kembali sudut mataku mengalir hangat bening air. Rasa syukur membawaku melambung.  Robbi..! Kini aku percaya dengan sesungguhnya, bahwa tak akan Kau turunkan kaidah dari langit, jika hambaMu tak sanggup melewatinya.

Buat teman - teman di bisnis kuliner. Jangan pernah ragu akan rezekimu di Ramadhan, sebab rezeki setiap manusia, telah di jatah Allah setiap hari. Meskipun kalian berkutat dari pagi hingga malam, bahkan kadang waktu sholat terlewati, besar rezekimu telah ditakar. Tak akan bertambah. Tak akan berkurang.

Pastikan kesempatan Ramadhan kali ini lebih baik dari tahun tahun lalu. Hanya satu bulan Allah minta dari sebelas bulan lainnya.

Juga buat teman dan adik adikku yang baru saja menghirup udara Eropa, sejuta kenikmatan akan selalu ditawarkan. Tinggal bagaimana kalian bisa mengalahkannya. Hanya 30 hari  dari 365 hari - harimu.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

" Setiap amalan kebaikan yang dilakukan manusia, akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman : " Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya, disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. "( HR : Bukhari Muslim ).

Jangan terlalu sibuk dengan menu berbuka, tapi sibuklah dengan memberi makanan berbuka. Kadang malu rasanya melihat banyaknya diantara kita seakan membalas dendam hasrat makan yang tertunda saat berbuka. Padahal segelas air dan beberapa butir kurma, cukup menghilangkan lapar dan dahaga. Lalu apa arti puasa bagimu, dear ?

Wahai Allah yang Maha Pengasih dan Maha Pemberi Nikmat. Sampaikan kami pada Ramadhan-Mu. Berilah kami pertolongan dalam medan jihad ini. Mudahkan malam - malam kami hingga bertemu Lailatul Qadr. Hindari kami dari perbuatan maksiat dan jadikan kami penghuni penghuni surga Firdaus-Mu (***)

Geldrop, 30 Sha'ban 1442 H.