BERITABETA – Kehadiran Program SOLID di Desa Buano, Kecamatan Waisala, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), telah merubah gengsi  minyak kayu putih hasil produksi petani menjadi “naik kelas’. Kemasan produk menjadi menarik, ikut meningkatkan value added  (nilai tambah).

Salain itu,  akses pasar yang awalnya dikuasai rentenir, telah diberpindah ke federasi sebagai  wadah bersama miliki petani binaan. Walhasil,   harga minyak kayu putih pun menjadi naik, karena segmentasi  pasar telah menembus kalangan ekonomi menengah ke atas.

Potensi pohon kayu putih yang berlimpah di Kabupaten SBB oleh Badan Pusat Statestik (BPS) Provinsi Maluku diperkirakan mencapai luasan ± 50.000 ha.  Jumlah populasi yang begitu banyak, sejak lama telah menjadi primadona ekonomi rakyat di pedesaan. Salah satu desa yang memiliki potensi itu adalah Desa Buano.

Sejak dulu, warga Desa Buano, telah mengolah kayu putih sebagai mata pencaharian mereka dengan menjadikannya sebagai minyak. Ironisnya, produksi minyak kayu putih yang dihasilkan tidak lantas menjadikan petani disana menjadi sukses.

Petani pengolah minyak kayu putih terlilit banyak persoalan. Terbatasnya sarana produksi,  terikat rentenir dan akses pasar yang kurang memadai, sehingga harga penjualan, anjlok tidak bisa mendongkrak ekonomi mereka.

“Berbagai persoalan ini kemudian telah berhasil diatasi, dengan hadirnya program SOLID. Selain akses pasar yang ditangani langsung oleh federasi wadah bersama petani binaan,   petani pengolah minyak kayu putih binaan Program SOLID di Desa Buano,  juga terbantu dengan adanya intervensi bantuan peralatan produksi berupa ketel (alat penyuling), “ tandas Pendamping Program SOLID Desa Buano, Sujono.

Kondisi real yang terjadi itu, telah membuat pihak Manajemen SOLID Kabupaten SBB tertantang untuk mengembangkan home industry pengolahan minyak kayu putih di Desa Buano menjadi sebuah potensi bagi pengembangan ekonomi warga desa.

Dengan memiliki empat komponen sentuhan, Program SOLID dibawah kendali manajemen Kabupaten SBB, telah melakukan berbagai terobosan yang begitu maksimal. Dari sisi pemberdayaan dan gender, petani yang tergabung dalam program SOLID diajarkan untuk mampu bergorganisasi, kemudian juga diajarkan mengorganisir hasil produksi minyak kayu putih secara mandiri melalui wadah federasi.

Sebelum masuknya program SOLID, warga Desa Buano, hanya bisa berpuas diri dengan mengolah minyak kayu putih untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.  Kebutuhan pangan warga, selalu memaksa mereka terpaksa  terikat dengan pola monopoli yang diainkan para rentenir. Petani akhirnya berhutang bahan makanan lebih dulu dan selanjutnya akan ditukar dengan hasil olahan minyak kayu putih yang dihasilkan.

“Karena tuntutan ekonomi itu, produksi minyak kayu putih yang dihasilkan tidak dapat menjadikan warga menjadi sejahtera. Proses pemasaran hasil produksi olahan minyak kayu putih menjadi santapan para rentenir yang sejak awal sudah lebih dulu membantu mereka. Sudah pasti harga pun sangat minim,”ungkap Sujono yang setiap harinya mendampingi petani disana.

Menurut Sujono, harga per liter minyak kayu putih hasil olahan warga sebelum adanya intervensi program SOLID sebesar   Rp. 150 ribu hingga  – Rp 170 ribu per liter. Kemasan yang digunakan juga berupa botol bekas minuman bir. Harga ini tentunya cukup rendah, sementara proses pengolahan cukup menyita waktu dan tenaga yang cukup besar.

Setelah disentuh Program SOLID,  hasil olahan  minyak kayu putih yang diproduksi anggota kelompok mandiri (KM) di Desa Buano, ditampung oleh federasi yang memotori berdirinya unit usaha Hena Puan.

Unit usaha ini kemudian bertugas   mengemas hasil olahan petani  dalam kemasan roll on  ukuran 250 ml, dan dijual dipasaran  dengan  harga RP. 10 ribu dan kemasan botol sedang dengan harga Rp. 65 ribu. Dengan adanya perubahan sentuhan yang dilakukan SOLID ini, tentunya telah meningkatkan value added  dari produk yang dihasilkan.

Intervensi Program SOLID di Desa Buano, telah berefek positif bagi kebangkitan home industry di desa tersebut. Selain adanya peningkatan value added dari produksi yang dihasilkan, juga kehadiran pasar yang lebih baik akan menumbuhkan peluang ekspansi produk olahan yang maksimal yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Beberapa terobosan yang telah dilakukan Manajemen SOLID SBB di Desa Buano adalah dengan memberikan penguatan berupa fasilitas sarana produksi. Jika sebelumnya petani pengolah minyak kayu putih di Desa Buano, harus menyewa ketel (alat penyulingan) untuk mengolah minyak kayu putih, saat ini mereka sudah memiliki peralatan tersebut dari bantuan Program SOLID.

“Jadi tidak ada lagi ketergantungan dengan pihak lain. Fasilitas produksi punya mereka sendiri, pasar pun ditangani oleh pihak federasi sebagai agen penampung hasil dan harga jual pun naik, karena rantai pemasaran yang sudah menjanjikan,” tandas Kordinator Program SOLID Kabupaten SBB.

Dikatakannya, saat ini persoalan yang melilit peluang usaha minyak kayu putih di Desa Buano hanya pada masalah kepemilikan modal yang dimiliki federasi.

“Dari sisi kesiapan suplay hasil produksi cukup besar, namun modal federasi yang terbatas juga menjadi kendala yang cukup berarti. Maka kedepan tentunya kita harapkan ada campur tangan pihak terkait untuk melihat masalah pemodalan ini,” jelasnya (dhino pattisahusiwa