BERITABETA, Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 tentang larangan pengurus partai politik menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dinilai tidak tepat jika mulai berlaku sejak dibacakan di sidang pembacaan putusan pada 23 Juli 2018.

Penegasan ini disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Nono Sampono dalam jumpa pers  di Jakarta, Kamis (20/09/18).

Menurut senator asal Maluku ini, putusan MK tersebut, tidak boleh berlaku surut, tapi  harus retroaktif atau progresif,  sehingga tidak bisa berlaku pada Pemilu 2019, karena prosesnya sudah berjalan.

“Harusnya putusan MK ini baru bisa berjalan pada Pemilu 2024. Hemat saya putusan ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 I ayat (1), terkait hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,  hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum,”tandas Nono.

Menurutnya, dan yang paling penting adalah  hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Walapun putusan MK ini terus menuai protes, namun KPU tetap menjalankan putusan MK tertanggal 23 Juli 2018 itu.

Sebelumnya,  Ketua MK, I Dewa Gede Palguna telah  menanggapi sejumlah pemberitaan media massa yang menyebut aturan tersebut baru berlaku pada Pemilu 2024.

“Tak benar Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018 baru mulai berlaku untuk Pemilu 2024,” kata Palguna.

Putusan MK itu mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana diatur Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, disebutkan Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum.

Dia menegaskan, putusan itu berlaku dan memperoleh kekuatan hukum tetap sejak 23 Juli 2018. Selain itu, putusan ini menjadi landasan hukum bagi penyelenggara pemilu membuat aturan.

“Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 dapat dijadikan alasan membatalkan hasil perolehan suara calon dimaksud,” kata Palguna.

Aturan larangan bagi pengurus parpol menjadi anggota DPD mulai berlaku tanpa terlebih dahulu dilakukan perubahan terhadap undang-undang terkait, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Jika penyelenggara negara menilai perlu melakukan perubahan pada undang-undang tersebut maka tetap bisa dilakukan. Namun, hal ini tidak mengubah keberlakuan putusan MK.

“Putusan MK derajatnya setara dengan undang-undang, karena itulah MK disebut negatif legislator. Oleh karena itu di dalam Undang-undang MK pasal 47 ditegaskan bahwa putusan MK memoeroleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam pleno MK yang terbuka untuk umum,” katanya. (BB)