Mengenal Farid Hidayat Sopamena, Sosok Hakim Tangguh yang Melanglang Buana di Dunia Peradilan
FARID HIDAYAT SOPAMENA, SH MH, lahir di Bandung Provinsi Jawa Barat pada 14 Pebruari 1976 silam. Ia adalah putra sulung dari pasangan H. Abbas Sopamena, SH, dan Hj. Ainun Sopamena/Toisuta.
Pria berusia 46 tahun ini saat ngobrol lepas dengan Beritabeta.com, santai mengenalkan jati diri serta menceritakan perjalanan hidupnya hingga kini berkiprah sebagai seorang hakim.
Mulanya dia terinspirasi dengan sosok sang Ayah [H. Abbas Sopamena], notabenenya merupakan hakim [purn]. Ia lalu mengisahkan perjuangan semasa mengenyam pendidikan di bangku kuliah.
Sebelum menjadi hakim, pada 1995 dia menempuh pendidikan atau kuliah di Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, dan tamat atau meraih gelar sarjana hukum pada 2000.
Saat itu dia pun aktif bergelut di berbagai organisasi baik di dalam maupun luar kampus. Semangat berapiliasi di sejumlah organisasi intra dan ekstra kampus tersebut demi memantangkan dirinya sebagai seorang sarjana hukum.
Hidup dari keluarga besar bermarga Sopamena, Putra asal Negeri Siri Sori Islam Kecamatan Saparua Timur, Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku ini memiliki keyakinan yang kuat sejak masih di bangku SMA hingga menjadi mahasiswa pada Fakultas Hukum UMI Makassar.
Farid semula ingin atau bercita-cita mengikuti jejak orang tuanya yakni menjadi seorang Hakim. Alhamdulillah, asa dan niatnya tersebut pun terwujud.
Pada 2000, dia mengikuti seleksi calon Hakim. Pucuk dicinta ulam tiba! Farid dinyatakan lulus, dan seterusnya diangkat pada 2001 menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil atau Calon Hakim pada Pengadilan Negeri Watampone, Provinsi Sulawesi Selatan.
Farid mulai meniti karir di dunia peradilan atau sebagai abdi negara yakni calon hakim. Selama lima 5 tahun menjadi calon hakim, dia tidak melepaskan niatnya untuk kelak menjadi seorang hakim professional [definitive].
Untuk meraih niat dimaksud, Farid lalu melanjutkan studi S2 Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia di Kota Makasar, Sulawesi Selatan.
Singkat cerita atau tepatnya pada 2005, Farid kemudian diangkat sebagai Hakim [definitive] untuk pertama kali di Pengadilan Negeri Labuha, Provinsi Maluku Utara.
Sebuah proses panjang harus dilaluinya. Berbagai perkara pun telah disidangkan hingga ke Pulau Sanana, Provinsi Maluku Utara.
“Saat itu, saya harus bersidang selama 7 bulan lamanya,” ungkap Farid disela sela kesibukkannya yakni diberikan tugas oleh PImpinan Mahkamah Agung RI untuk menyidangkan Perkara Tindak Pidana khusus Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar KLas IA Khusus.
Seiring waktu berjalan, mutasi dari satu daerah ke daerah lain juga harus dilaluinya. Dari Pengadilan Negeri Labuha, Pengadilan Negeri Kotamobagu hingga menjadi Hakim Klas IB di Pegadilan Negeri Maros.
Anak pertama dari 4 orang bersuadara ini memiliki talenta serta energik dalam bekerja, termasuk tangguh dalam mengemban tugas sebagai seorang hakim profesional.
Dia juga pernah menjabat sebagai seorang Humas, dengan memiliki hubungan atau kedekatan yang baik bersama para Jurnalis.
Menurut Farid, tanpa peran media [Jurnalis], orang tidak akan mengenal Pengadilan atau pun Mahkamah Agung.
Tugas berat pun telah dilaluinya ketika menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri/Perikanan Tual, dan Ketua Pengadilan Negeri/Perikanan Tual kurang lebih dua tahun, serta menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Pangkajene Sulawesi Selatan selama tiga tahun.
“Inilah sebuah tugas Negara yang sangat berat diamanahkan kepada saya,” imbuhnya.
Salah satu Putra Maluku yang tengah melanglang buana di dunia peradilan ini pun sudah banyak menangani atau menyidangkan berbagai perkara Tindak Pidana Korupsi di Sulawesi Selatan.
Beberapa perkara yang ditanganinya cukup menarik perhatian public. farid mengaku ini merupakan sebuah tugas yang sangat berat. Namun dia enggan menyerah, dan tetap komitmen untuk menyelesaikan [tugas] tersebut sampai akhir.
Adapun perkara Tindak PIdana Korupsi yang ditangani atau disidangkannya diantaranya; Perkara Puskesmas Tahap I Batua Kota Makassar yang melibatkan 13 orang terdakwa. Perkara ini, Farid dipercaya sebagai Ketua Majelis Hakim.
Yang lebih menghebohkan adalah kasus Deposito fiktif Bank BNI Cabang Makassar sebesar Rp60 miliar juga disidangkannya. Saat ini dia bertugas sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Makassar Klas IA Khusus.
Farid memiliki prinsip, Hakim tidak dilahirkan, tetapi diciptakan. Ia meyakini, seorang hakim harus punya intelektualitas, keahlian atau pengalaman, serta harus berintegritas. Dengan begitu akan melahirkan sosok hakim yang berkarakteristik profesional.
“Tugas yang saya emban saat ini merupakan amanah yang diberikan oleh negara. Olehnya itu, saya harus menjalankannya dengan penuh bertanggungjawab,” pungkas Farid Hidayat Sopamena. (*)
Editor : Samad Vanath Sallatalohy