BERITABETA.COM, Ambon - Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) sebagai lembaga peradilan tertinggi notabenenya benteng terakhir dari peradilan di negara ini tampak tercoreng akibat ulah oknum aparaturnya.

Hakim Agung pada MA RI, Sudrajad Dimyati (SD), dan Elly Tri Pangestu (ETP), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung bersama empat PNS Mahkamah Agung terjaring operasi tangkap tangan tim KPK pada Rabu 21 September dan Kamis 22 September 2022.

SD dkk diduga menerima suap terkait pengurusan perkara pada Mahkamah Agung. Terkait ihwal tersebut pihak Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial (KY RI) selain prihatin, disamping itu dua lembaga ini sama-sama memberikan apresiasi dan dukungan kepada KPK untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.

Ketua Kamar Pengawasan MA RI, Zahrul Rabain mengatakan, Mahkamah Agung RI sangat prihatin dengan perkara TPK berupa suap pengurusan yang tengah menjerat Hakim Agung, dan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung serta empat PNS pada Mahkamah Agung.

"Mahkamah Agung RI selaku benteng terakhir lembaga peradilan sangat prihatin dengan masalah ini," ungkap Zahrul Rabain dalam konferensi pers penahanan tersangka Hakim Agung SD yang disiarkan melalui Kanal Youtube KPK Jumat, (23/09/2022).

Meski begitu MA RI memberikan apresiasi dan dukungan terhadap KPK dalam kaitannya membersihkan aparatur di lingkungan lembaga peradilan yang merupakan visi Mahkamah Agung.

Ia mengatakan, Mahkamah Agung selama ini berusaha dan tidak henti-hentinya meningkatkan kredibilitas aparatur dari pengadilan.

"Oleh sebab itu, kami dari Mahlamah Agung akan memberikan sepenuhnya, mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan KPK. Dan kami menyerahkan permasalahan ini kedalam proses hukum yang berlaku, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,"tambah Zahrul.

"Dan kami akan mendukung hal ini, kami akan memberikan segala sesuatu yang barangkali dibutuhkan oleh KPK di dalam menuntaskan kasus ini. Kami akan memberikan data-data, atau apa yang dibutuhkan KPK dalam hal ini," lanjut Zahrul.

"Oleh sebab itu kami akan menyerahkan proses ini sepenuhnya kepada KPK untuk menyelesaikannya secara hukum. Tentunya dengan mengemukakan asas praduga yang tidak bersalah sesuai dengan asas hukum pemeriksaan kita," timpalnya.

Kemudian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, lanjut dia, kalau aparatur pengadilan itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, maka MA akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap aparatur tersebut guna menghadapi pemeriksaan dengan sebaik-baiknya.

Sementara itu, Anggota sekaligus Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan KY RI, Binziad Kadafi mengatakan, KY memiliki konsen yang sangat mendalam terhadap kasus ini. Apalagi, kata dia, kasus OTT berikut pengembangannya kemudian melibatkan seorang Hakim Agung dan seorang hakim yang kebetulan menjabat sebagai hakim yustisial di MA sebagai tersangka.

Ia menandaskan, MA adalah lembaga peradilan tertinggi yang notabene menjadi benteng terakhir dari peradilan.

"Tentunya konsen kami sangat kuat terhadap kasus ini. Tetapi di sisi lain, kami juga mengapresiasi dan berterima kasih kepada KPK, yang mau kemudian mengerahkan tenaga dan pikirannya guna mengungkap praktik korupsi di sektor peradilan,"ujar Binziad Kadafi dalam kesempatan yang sama.

Ia menyatakan, KY sangat mendukung apabila KPK berkenan, berfokus pada issue judicial corruption kedepan.

"Dan apa yang sedang ditangani [KPK] saat ini menunjukkan sistem penegakan hukum di Indonesia masih dapat berjalan, dimana bahkan sosok pejabat dengan posisi yang tinggi di lembaga peradilan masih dapat menjadi tersangka dari proses pengungkapan yang dilakukan oleh KPK," tukasnya.

Kadafi menyebut, tiga lembaga (KY, KPK, MA) punya kewenangan yang berbeda-beda. KPK sebagai institusi penegak hukum tentu punya kewenangan melakukan upaya paksa, dan mendapatkan bukti-bukti melalui banyak langkah seperti penyelidikan dan penyidikan.

Di sisi lain, KY punya kewenangan untuk menjaga, menegakan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

"Jadi menjaga, mengawasi serta mendisiplinkan hakim dari prilaku-prilaku yang menyimpang. Jadi ruang lingkup kewenangan kami adalah terhadap hakim. Jadi kebetulan dari daftar tersangka yang sudah disampaikan oleh pak Alex Marwata, ada dua hakim termasuk di dalamnya," imbuhnya.

Kadafi menuturkan disisi lain, MA dalam hal ini Ketua Kamar Pemgawasan yang membawahi Badan Pengawasan punya kewenangan untuk melakukan pengawasan internal terhadap seluruh aparatur peradilan.

"Nah, saya rasa tiga lembaga dengan kewenangan yang berbeda ini, tidak semestinya kita lihat sebagai perbedaan yang diametral, tetapi ada potensi untuk kemudian melakukan kolaborasi dari waktu ke waktu," tambah Kadafi.

"Kami tau ada kelemahan-kelemahan dalam siatem penangan perkara termasuk juga dalam pengawasan dan pendiaiplinan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga ini. Karena itu kami kedepan menawarkan diri dan mendorong agar kolaborasi untuk deteksi dini guna pencegahan, penindakan terhadap perilaku yang menyimpang. Apalagi jika sudah melibatkan transaksi perkara dan korupsi itu dapat dilakukan tiga lembaga ini kedepannya," katanya.

Ia menegaskan, KY juga akan melakukan pemeriksaan dalam ruang lingkup kewenangan [KY]. Tetapi, lanjut Kadafi, tentu saja KY akan menghormati juga ruang yang harus dijaga oleh KPK dalam melakukan proses hukum.

 

Anggota/Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan Komisi Yudisial RI. /Tangkapan layar IST
Anggota/Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan Komisi Yudisial RI. /Tangkapan layar IST

Karena itu, kata dia, pemeriksaan yang akan dilakukan oleh KY akan terus dikoordinasikan dengan KPK maupun MA.

Soal timingnya apakah bersamaan dengan berjalannya proses penegakan hukum atau sesudah itu, menurut dia, hal tersebut nanti akan dikomunikasikan secara erat dengan kedua lembaga [KPK dan MA].

"KY mendukung langkah-langkah yang akan dilakukan KPK untuk menyelesaikan perkara ini setuntas-tuntasnya dengan segala data, pengetahuan, keahlian network, infrastruktur yang dimiliki oleh Komisi Yudisial," pungkasnya.  (*)

 

Editor : Samad Vanath Sallatalohy