BERITABETA, Ambon – Pemilik lahan Santoso Umasugy mengancam akan melakukan penyegelan atas lokasi pembangunan alun-alun untuk pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) 2019 di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.

Ancaman penyegelan ini ditempuh lantaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru, dinilai tidak menepati janji (wanprestasi) untuk membayar ganti rugi atas lahan tersebut, sesuai apa yang telah disepakati.

Penegasan ini disampaikan kuasa hukum pemilik lahan, Ahmad Belasa di Ambon, Senin (22/10/2018).

“Selain proyek pembangunan alun-alun MTQ, pembangunan SMP 45 di atas lahan klien kami yang sudah rampung sekitar 80 persen juga akan kami bersihkan,” tandas Ahmad Belasa.

Menurut Ahmad, kliennya punya lahan berdasarkan akte jual beli tahun 1991. Lahan ini oleh Pemkab Buru telah disepakati untuk dipergunakan sebagai lokasi pembangunan tiga fasilitas yang berbeda di dalamnya.

Salah satunya, kata Ahmad, adalah  proyek pembangunan alun-alun MTQ yang sementara dikerjakan oleh kontraktor bernama Arnes Kapitan bernilai Rp9 miliar.  Proyek ini dibangun sebagai persiapan    Kabupaten Buru menjadi tuan rumah penyelenggara MTQ tingkat provinsi tahun 2019.

Selain proyek pembangunan alun-alun, di lokasi tersebut juga telah dibangun pembangunan SMP 45. Pemkab Buru juga berencana  akan menggunakan lahan tersebut sebagai ruang terbuka hijau.

“Dari bulan Agustus 2018, Pemkab sudah menggunakan lahan itu atas persetujuan klien kami sebagai pemilik lahan. Saya ditunjuk sebagai kuasa hukumnya untuk mengurusi proses penjualan dengan membuat sebuah surat perjanjian perikatan yang menghubungkan pemilik lahan dengan Pemkab Buru selaku pihak pembeli,” terangnya.

Namun perjanjian ini selama 27 hari tidak ditandatangani Pemkab, dalam hal ini diwakilkan kepada Asisten II, Abas Pellu dan Kabag Pertanahan, Muhammad Rada.

Diuraikan,  perjanjian itu sudah dibuat dengan Bupati Ramli Umasugy pada September 2018 dan Bupati menyatakan akan melakukan pembayaran, karena surat perjanjian yang dibuat tanggal 24 September ini harus dibayar lunas oleh Pemkab.

Tetapi Pemkab kemudian tidak mau menandatangani surat perjanjian perikatan antara pemilik lahan dengan Pemkab yang diwakilkan oleh Asisten II dan Kabag Pertanahan.

“Akibatnya saya sempat melaporkan mereka ke Polres Buru dengan dasar penyerobotan lahan, sebab aktivitas pembangunan sudah dilakukan dan Polres memediasinya,” kata Ahmad Belasa.

Atas tindakan itu, Pemkab Buru akhirnya menandatangani surat perjanjian perikatan.  Dalam surat itu menyebutkan menunda dan memberikan ruang kepada Pemkab Buru untuk membayar lunas lahan tersebut sampai tanggal 20 Oktober 2018.

Ternyata sampai dengan jatuh tempo, Pemkab Buru tidak mau membayar lahan dengan alasan yang disampaikan Kabag Pertanahan bahwa ada komplain dari pihak lain atas lahan dimaksud.

Sedangkan komplain yang diajukan itu juga tidak jelas bukti-bukti konkritnya seperti apa yang ditunjukan kepada Pemkab.

“Secara hukum, kenapa Pemkab Buru berani menandatangani surat perjanjian perikatan di atas meterai Rp6.000, karena kita punya akta jual beli yang diterbitkan tahun 1991,” tandasnya.

Karena pekerjaan yang tidak beres yang dilakoni Asisten II dan Kabag Pertanahan sehingga lahan ini kemudian ditunda proses pembayarannya atau tidak dijadi dibayar.

Meski sudah dilakukan mediasi tetapi mereka tetap beralasan tidak berani membayar, sementara lahannya sampai sekarang masih tetap digunakan seperti pembangunan sekolah sudah rampung sekitar 80 persen dan pembangunan alun-alun MTQ berupa pondasi dan penimbunan yang juga sudah masuk ke lahan kliennya.

“Proyek sekolah itu adalah swakelola dan nilai anggaran Rp1,3 miliar sedangkan proyek alun-alun MTQ yang ditangani Arnes Kapitan senilai Rp9 miliar, tetapi proyek ini tidak bisa jalan lagi dan yang berangkutan terancam rugi karena kontrak kerjanya sudah dibuat,” kata Ahmad.

Dia menduga ada permainan yang dilakoni Asisten II bersama Kabag Pertanahan sehingga muncul persoalan lahan yang merugikan, baik kontraktor maupun pemerintah daerah.

“Kami inginkan Bupati tahu bahwa kerja Asisten II dan Kabag Pertanahan Pemkab Buru seperti apa di lapangan,” tegasnya.

Bupati Buru juga perlu mengevaluasi kinerja kalau bisa memberhentikan kedua pejabat ini karena menghambat proses pekerjaan di Buru dan hambatannya bukan pada Dinas PU atau LPSE, tetapi ada pada masalah lahan yang dokumen hibahnya diduga kuat dipalsukan.

Sebab Kadis PU sudah melakukan pelelangan tender baik proyek alun-alun MTQ dan yang lainnya, tetapi dipertanyakan dokumen hibah yang dilampirkan dalam dokumen pelelangan oleh kedua pejabat ini diduga bermasalah.

Sehingga dimintakan kepada Kejaksaan untuk terlibat bersama-sama melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus pertanahan yang ditangani oleh mereka karena kerjanya tidak beres.

Ahmad juga meminta kepada pihak DPRD agar tidak tinggal diam dan membentuk pansus menggunakan hak politiknya melakukan identifikasi terhadap beberapa lahan bermasalah yang dalangnya adalah Asisten II dan Kabag Petanahan. (BB/DIO)