BERITABETA, Ambon – Fenomena baru terjadi di dunia maya (dumay), khususnya bagi pengguna facebook (netizen) asal Maluku. Apa yang terjadi? sudah tiga hari ini muncul trend mengunggah postingan berisi meme akronim (singkatan).

Trend ini awalnya terlihat sebagai gaya lucu-lucuan, tapi lama kelamaan bahkan dianggap mengganggu bagi netizen yang tidak tertarik dengan trend meme baru ini.

Pantauan beritabeta.com pada sejumlah akun FB, trend postingan meme akronim ini makin menggila, sehari bisa terdapat ratusan postingan berisi akronim, baik dengan berbahasa Indonesia maupun bahasa daerah. Entah siapa yang memulainya, tapi belakangan beberapa netizen mengaku tidak nyaman, karena pesan komunikasinya tidak bermuatan edukasi.

“Beta jadi heran siapa yang memulai semua ini?. Trend menggunakan akronim ini pertanda medsos tidak lagi menjadi sarana komunikasi dan edukasi,”kata Sadewa salah satu akun yang diintip beritabeta.com, Senin (22/10/2018).

Sadewa dalam postingannya mengaku kesal lantaran, sejumlah postingan berisi akronim itu belakangan lebih bermuatan negatif.

“Kalau hanya sekeder mengikuti trand saja no problem, tapi kalau sudah menjurus pada meme akronim yang tidak mendidik, mendingan jangan diikuti,”tulisnya kesal.

Meme postingan akronim ini, bukan saja digandrungi oleh kaum muda. Tapi sudah menyebar luas di segmen pengguna kalangan usia dewasa.

Terjadinya trend seperi ini, memang bukan hal yang baru. Bahkan jauh sebelumnya kalangan ilmuan di bidang IT sudah pernah melansir hasil penelitian tetang hal serupa.

Seperti yang dilansir  News Sky, Royal Society for Publik Health (RSPH) tahun 2017 silam, pernah menyeruhkan agar puluhan ribu orang dari 56 negara berbeda untuk keluar dari aplikasi media sosial.

Disebutkan  aplikasi media sosial yang popular seperti Facebook, Instagram, Twitter, Snapchat dan YouTube, banyak menunjukkan bukti dari pengaruh negatifnya jika tidak dimanfaatkan dengan baik.

Hal serupa juga pernah disampaikan Masyarakat Internet Indonesia (Master). Dalam survey  yang  menggunakan kuesioner, baik wawancara langsung maupun melalui internet (email dan jejaring sosial) dari 5 Januari hingga 5 Maret 2010 di Jakarta, master juga menyebutkan para pengguna internet di Indonesia ternyata banyak yang mengaku belum sadar akan dampak negatif situs jejaring sosial semacam facebook.

Menurut Koordinator Master, Heru S, dari survei yang dilakukan ada 1000 jawaban responden yang terkumpul. Berdasar survei dengan tingkat kepercayaan 95%, sampling error +/- 3,3% ini, mayoritas pengguna internet (91%) terhubung ke situs jejaring sosial dan menganggap bahwa jejaring sosial bermanfaat.

“Namun, pengguna jaringan sosial mayoritas belum sadar dan tidak sadar (total 58%) akan dampak negatif jejaring sosial,” jelas Heru seperti dilansir detiknet saat itu. (BB/DIO)