Putra Maluku di Kabinet, Ibarat “Donci Rindu”

Baik Murad sebagai Jenderal Bintang Dua memiliki ketegasan dan kepemimpinan yang kuat, demikian juga William telah menunjukkan kematangan dan ketrampilan manajerial di dalam setiap penugasan yang diberika, termasuk juga Reza yang memiliki pengalaman matang baik sebagai seorang bankir yang bekerja di dalam maupun luar negeri.
Menurut Boetje, pada periode pertama pemerintahan, 2014-2019, Presiden Jokowi telah memberikan perhatian khusus pada pembangunan di Provinsi Maluku. Sejak 2014 sampai saat ini, Presiden Jokowi telah lima kali mengunjungi Maluku untuk menyaksikan secara langsung proses pembangunan di Kawasan Timur Indonesia.
“Selain membangun infrastruktur di Provinsi Maluku, Presiden Jokowi kiranya berkenan menjadikan putra terbaik Maluku sebagai pembantu dekatnya di Kabinet,” kata Boetje.
Sayangnya, presure terkait keterwakilan putra Maluku di kabinet mendatang, serasa seperti melantungkan ‘donci rindu”. Sebab, aspirasi rakyat Maluku akan posisi di kabinet bukanlah hal yang baru terjadi.
Di periode sebelumnya, permintaan rakyat Maluku untuk berada di pusaran kebinet juga nyaring disampaikan. Jejak digital cukup mengingatkan rakyat Maluku akan hal itu.
Ketika di momentum Rapat Paripurna HUT ke-69 Provinsi Maluku yang berlangsung di Gedung DPRD Maluku, 19 Agustus 2014, Gubernur Maluku, Said Assagaf dengan sigap menyampaikan telah mengusulkan sejumlah nama ke presiden terpilih Joko Widodo untuk mempertimbangkan putra Maluku duduk di kabinetnya. Tidak tanggung-tanggung ada puluhan nama yang diusulkan.
“Saya usulkan banyak nama. Ada sekitar 22 nama yang dikirim ke pak Jokowi, tergantung nanti siapa yang dipilih dan dianggap layak,” ungkap Said kepada wartawan saat itu.
Pengamat politik Maluku dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Amir Kotarumalos menyampaikan peluang Maluku untuk meraih posisi menteri memang ada. Namun, jika dibandingkan dengan daerah lain kontestasinya padat sekali.
Dia menilai, untuk meraih posisi menteri, harus ada preasure dari berbagai komponen masyarakat Maluku. Baik di Maluku atau langsung pressure di Jakarta.
“Sebab kalau sudah dalam situasi begini, faktor pertama adalah bargaining kekuatan politik, disamping jasa profesi,”katanya.
Menurut Ketua Pusat Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Laboratorium Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Unpatti ini, ada juga sumbangsih politik dari daerah-daerah dengan populasi yang besar. Karena itu banyak orang yang berkompetisi.
“Selain itu, ya daerah-daerah bergolak. Atau bekas daerah bergolak. Katakanlah Aceh dan Papua. Di samping ada tawaran sumber daya alam, dari masyarakatnya yang orang bilang menggunakan strategi politik,” paparnya.
Kalau kebijakan pembangunan, diakui Amir, memang benar ke arah Kawasan Timur Indonesia, namun kalau berbicara menteri, ini adalah kekuatan-kekuatan politik dan bahkan kekuatan daerah. (BB-DIO)