BERITABETA.COM, Namlea –  Gara-gara enam ruang belajar dan satu ruang kantor dipalang, ratusan murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) Waeura, Kecamatan Waplau, Kabupaten Buru, terpaksa belajar di bawah pohon hingga jam sekolah usai.

Wartawan media ini melaporkan, kasus ratusan siswa SDN Waeura ini, sempat  viral di media sosial facebook, setelah ada  aparat penegak hukum yang prihatin dengan masalah itu mempostingnya di facebook, pada Selasa pagi (20/1/2020). Postingan  menyertakatan kalimat yang berbunyi, “Biarlah generasi muda kita anak-anak SD Waeura Kecamatan Waplau Kabupaten Buru menghadapi tantangan mereka sendiri,biar kelak akan menjadi cerita kalau mereka pernah belajar di bawah pohon, terima kasih buat yang tanam pohon”.

Postingannya itu sontak mendapat tanggapan warga net yang menanyakan kenapa sampai para murid dan guru itu belajar di bawah pohon. Dan yang punya akun FB ini hanya menjelas secara singkat, karena sekolah tersebut dipalang oleh keluarga pemilik lahan.

Camat Waplau, Halid Tasalisa SP,d yang berhasil dihubungi malam ini, turut membenarkan kejadian tersebut. Ia mengaku baru saja selesai bermusyawarah dengan Muspika dan masyarakat Desa Waeura guna menengahi permasalahan tersebut.

Hanya sayangnya para pihak yang memalang sekolah itu, Amang Kau dan kuasa hukumnya tidak ikut hadir.

“Sudah kami hubungi dan dicari tapi tidak ketemu. Pak Kapolsek Waplau juga sudah telepon Amang Kau  dan kuasa hukumnya, namun HP- nya  tidak aktif,”akui Halid.

Menyinggung hasil musyawarah Muspika bersama tokoh dan masyarakat Desa Waeura,, Camat Waplau ini menegaskan, pihak kecamatan dan Muspika akan mengambil langkah terukur, sehingga besok tidak lagi ada murid yang belajar di bawah pohon.

Halid berharap agar dari pihak Amang Kau tidak lagi mengambil langkah sepihak yang dapat mengganggu proses belajar mengajar di sekolah tersebut. Kubu Amang disarankan untuk mengambil langkah hukum dengan menggugat pemerintah lewat pengadilan.

“Palangnya akan kami buka karena mereka memalang di fasilitas negara yang bukan haknya dan juga belum ada perintah pengadilan yang berkekuatan hukum,”tegas Halid.

Halid menjelaskan, lahan di atas sekolah tersebut telah diklaim oleh kubu Amang Kau sebagai miliknya yang diwariskan oleh orang tuanya Musa Kau.

Amang Kau kemudian menuntut ganti rugi atas lahan itu dan pada tanggal 2 Januari 2020 lalu, melalui tiga kuasa hukumnya, mereka melayangkan surat somasi kepada Diknas Kabupaten Buru dan berkanjut dengan aksi palang enam ruang kelas dan satu ruang kantor.

Dari hasil pertemuan yang baru selesai malam ini, terungkap, kalau lahan yang diklaim oleh Amang Kau itu ada dua bagian. Separuh lahan itu ternyata punya keluarga Galela yang di atas lahannya juga ada tiga ruang kelas.

Karena itu, keluarga Galela tidak terima baik dengan aksi pemalangan itu, sehingga tiga ruang belajar yang berdiri di atas lahan milik mereka telah dibuka palangnya.

“Keluarga Galela dan masyarakat sudah membuka palang di tiga ruang kelas yang lahanya juga mereka telah hibahkan ke pemerintah,” jelas Halid.

Terkait dengan lahan yang diklaim oleh Amang Kau, Camat Waplau  lebih jauh menjelaskan, kalau lahan itu diserahkan oleh kakeknya bernama Awal Kau  kepada pemerintah desa Waeura untuk dibangun SD pada tahun 1982 lalu di era Pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah.

Saat Bupati Buru dijabat Husnie Hentihu, dari pihak Amang Kau mulai mempermasalahkannya dan menuntut ganti rugi dengan mengklaim tanah itu milik bapaknya Musa Kau.

Padahal kata camat, bahwa Awal Kau punya anak bukan hanya Musa Kau tapi ada empat anak perempuannya.” Pada rapat tadi, dari pihak keluarga  perempuan keturunan dari anak bapak Awal Kau, mereka tidak berkeberatan dengan tanah itu,” papar Halid.(BB-DUL)