BERITABETA.COM, Ambon – Para penyelenggara pemilu masih terus bekerja keras dan rela berkorban demi suksesnya pesta demokrasi (Pemilu). Mereka ibaratnya bertahan dalam sapuan ambak besar (tsunami). Bahkan tak sedikit yang sampai kehilangan nyawa saat bertugas.

Miris memang, hingga Kamis (25/4/2019) pukul 18.00 WIB kemarin, KPU pusat mencatat  jumlah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia bertambah menjadi 225. Selain itu, sebanyak 1.470 anggota KPPS dilaporkan sakit.

“Bertambah, jumlah anggota wafat sebanyak 225, sakit 1.470, total yang tertimpa musibah 1.695,” kata Viryan.

Fenomena gunung es, nampak nyata terlihat,  mengacu pada data Rabu (24/4/2019), jumlah anggota KPPS yang terdata meninggal di seluruh Indonesia bertambah sebanyak 81, dan anggota yang sakit 587. Anggota KPPS yang meninggal maupun sakit sebagian besar disebabkan karena kelelahan dan kecelakaan. KPU berencana memberikan santunan kepada keluarga KPPS yang meninggal dunia dan anggota yang sakit.

Menurut Ketua KPU Arief Budiman, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyetujui usulan KPU soal pemberian santunan ini. Namun demikian, belum ada kepastian mengenai besaran anggaran santunan yang disetujui oleh Kemenkeu.

Tim medis dari Puskesmas Namlea, Kabupaten Buru, saat melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap sejumlah petugas PPS, PPK dan Panwascam sebelum mereka menjalankan tugas merekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019, Kamis (25/4/2019) (FOTO: BERITABETA.COM)

“Kemarin kita sudah rapat (dengan Kemenkeu). Sampai dengan hari ini, prinsipnya (usulan santunan) sudah disetujui,” kata Arief di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2019).

“Tinggal Kementrian Keuangan akan menetapkan besarannya berdasarkan usulan kita, cuma saya belum update apakah usulan kita disetujui seratus persen atau tidak,” sambugnya.

KPU mengusulkan, besaran santunan untuk keluarga korban meninggal dunia kisaran Rp 30-36 juta. Untuk KPPS yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan kecacatan, dialokasikan Rp 30 juta. Sementara untuk korban luka, besaran santunan yang diusulkan ialah Rp 16 juta.

Lebih ironis lagi, di Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, ada satu Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang tetap memimpin proses rekapitulasi suara meski sedang diinfus.

Pada Kamis (25/4/2019), selang infus masih melekat di lengan Ketua PPK Sintang, Hidayat. Saat itu dia bersama petugas lainnya sedang sibuk melakukan rekapitulasi suara untuk tingkat kecamatan.

“Dari kemarin saya sudah mendapati gejala tidak sehat dan dari pihak puskemas sudah meminta untuk dirujuk ke rumah sakit. Dikarenakan masih banyak TPS yang belum selesai, saya minta perawatan di sini saja,” ujar Hidayat dikutip dari Pontianak Post, Jumat (26/4).

Di Maluku, meski korban sapuan tsunami Pemilu, tidak separah yang terjadi di Pulau Jawa, namun juga tidak luput menelan korban jiwa. 1 orang Ketua PPK di Kabupaten Tanimbar, ikut menjadi korban.

Menyikapi hal ini, di Kabupaten Buru, sejumlah petugas pelaksana Pemilu diwajibkan untuk memeriksa kesehatannya, sebelum melakukan proses rekapitulasi.

Di sela-sela-sela perhitungan, Kamis (25/4/2019) para penyelenggara ini satu persatu mendatangi tim medis Puskesmas Namlea di ruang tertutup yang telah disediakan.

Puskesmas Namlea menurunkan tim medis dengan membawa sejumlah obat-obatan serta vitamin.  Satu per satu penyelenggara pemilu dan saksi ditensi tekanan darahnya dan diperiksa pula kemungkinan ada gangguan kesehatan lainnya.

Salah satu penyelenggara, Umagapy usai diperiksa kesehatannya,  kepada wartawan beritabeta.com di Namlea, mengaku tekanan darahnya  turun jauh hingga mencapai angka  62.

“Selama beberapa hari ini saya memang kurang tidur dan kurang istirahat, karena tanggungjawab mensukseskan perhitungan di tingkat PPK,”aku Umagapy.

Sementara itu, Ketua Panwascam Namlea, Ahmad Tukmuly usai diperiksa tekanan darahnya  mengaku ada di angka 95. Ia juga mengaku kelelahan akibat kurang tidur serta tenggorokan sakit karena terlalu memaksa tenaga saat pleno. “Katong (kami) samua kelelahan,”aku Tukmuly.

Honor 3 Kelompok Penyelanggara

Seperti dijelaskan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU Arif Rahman Hakim tentang penyelenggara pemilu ad hoc di tingkat TPS dan kecamatan serta besaran honorarium mereka.

Penyelenggara ad hoc yang dimaksud meliputi tiga kelompok, yaitu Panitia Pemungutan Suara Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara ( KPPS).

Ketiganya diatur dalam Pasal 51 dan Pasal 72 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. “Berdasarkan PKPU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019, masa kerja penyelenggara pemilu yaitu PPK dan PPS 9 Maret 2018 sampai 16 Juni 2019. Sedangkan KPPS 10 April 2019 sampai 9 Mei 2019,” kata Arif seperti dikutip kompas.com,   Kamis (25/4/2019).

Jumlah anggota PPK total mencapai 36.005 orang, sedangkan jumlah PPS sebanyak 250.212 orang. Sementara jumlah anggota KPPS sebanyak 7.385.500 orang. Besaran honor PPK, PPS, dan KPPS ditentukan berdasar pada Surat Kementerian Keuangan No S-118/MK.02/2016 tanggal 19 Februari 2016.

Berikut rinciannya:

  1. PPK:
  2. Ketua: Rp. 1.850.000/orang/bulan
  3. Anggota: Rp. 1.600.000/orang/bulan
  4. Sekretaris: Rp. 1.300.000/orang/Bulan
  5. Pelaksana/Staff Admin/teknis: Rp. 850.000/org/bulan
  6. PPS:
  7. Ketua: Rp. 900.000/orang/bulan
  8. Anggota: Rp. 850.000/orang/bulan
  9. Sekretaris: Rp. 800.000/orang/Bulan
  10. Pelaksana/Staff Admin/teknis: Rp. 750.000/orang/bulan
  11. KPPS:
  12. Ketua: Rp. 550.000/orang/bulan
  13. Anggota : Rp. 500.000/orang/bulan
  14. LINMAS : Rp. 400.000/orang/bulan 2.
  15. Sekretaris: Rp. 1.300.000/orang/Bulan
  16. Pelaksana/Staff Admin/teknis: Rp. 850.000/org/bulan 2.

Alokasi anggaran yang tersedia untuk Pembentukan (PAW), Honorarium dan belanja barang bagi Badan Penyelenggara Pemilu Adhoc PPK, PPS dan KPPS Dalam Negeri Rp 10.047.105.276.000 (BB-DIO)