Sebagai negara demokrasi, Indonesia harusnya terbebas dari budaya praktik korupsi. Sebab, akuntabel, keterbukaan, dan transparansi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sebuah sistem demokrasi. Namun, hal itu tidak cukup mencegah para pejabat negara untuk terlibat praktik rasuah.
Pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan melalui upaya penindakan, tetapi juga melalui pencegahan yang mencakup perbaikan sistem dan pendidikan antikorupsi.
Bila orientasi penyelenggara negara hanya ingin memperoleh kekayaan, maka praktik korupsi akan terus terjadi.
Larangan tersebut tertaung melalui Surat Edaran No. 09 Tahun 2022 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi terkait Hari Raya yang diteken oleh Ketua KPK, Firli Bahuri.
Bidang Eksekutif tercatat 96,12 persen dari total 305.688 WL telah melaporkan [LHKPN]. Bidang Yudikatif tercatat 98,06 persen dari total 19.347 WL. Bidang Legislatif yaitu 87,05 persen dari total 20.082 WL. Lalu unsur BUMN/BUMD 97,95 persen dari total 39.181 WL yang telah melaporkan harta kekayaan ke KPK.
Melaporkan harta kekayaan, merupakan kewajiban bagi setiap PN sesuai amanah pasal 5 ayat (2) dan (3) Undang-undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.