BERITABETA.COM, Ambon – Kota Ambon memang menawarkan sejuta pesona. Alamnya yang indah dengan potensi yang dikandung dari  teluk yang apik  memanjang, banyak memberi berkah bagi para pekerja keras.

Potensi alam dengan teluk yang kaya ini menjadi pemicu bagi seorang Jefry Slamta.

Jefry memutuskan memulai usaha sebagai pembudidaya ikan, setelah terinspirasi dari sebuah tontonan di stasiun televisi swasta yang menyajikan berita seputar Spiral Island.

Spiral Island adalah sebuah maha karya dari seorang arsitek bernama Richart Sowa.  Ia berhasil membangun sebuah pulau dengan menggunakan lebih dari 150 ribu botol air plastik bekas.

Di tahun 2009, saat berada di rumahnya di Kawasan OSM Kota Ambon,  Jefry Slamta yang tengah duduk santai terpukau dengan siaran sebuah TV Swasta yang mengisahkan tentang keberhasilan pembangunan Spiral Island itu.

Saat itu Jefry melihat,  sang pemilik Spiral Island, Richart Sowa juga seorang seniman dari Inggris ini pertama kali membuat tempat tinggal terapung yang disebut sebagai Spiral Island.

“Saya terisnpirasi dari tontonan itu. Karena ada WNA  yang bisa membangun pulau di atas laut dengan menggunakan botol plastik bekas,” ungkap Jefry mengawali perbicangan dengan beritabeta.com saat ditemui di lokasi usaha, Minggu (21/11/2021).

Usai menonton siaran tersebut, pria kelahiran Ternate 23 September 1973 ini, kemudian mencoba berpikir untuk berbuat sesuatu serupa dengan apa yang dilakukan Richart Sowa.

Petualangan Jefry pun dimulai pada Januari 2009. Suami dari Ida Adrian ini kemudian memantapkan niatnya untuk membangun sebuah keramba ikan [keramba jaring apung] dengan mengambil konsep yang dilakukan Richrat Sowa.

“Mulai saat itu, saya bergerak mengumpulkan botol-botol bekas dari berbagai jenisnya. Dari Kawasan Mardika hingga Air Salobar Kota Ambon saya kumpulkan selama empat bulan,” katanya.

ASN di Kodam XVI Pattimura ini, juga memanfaatkan waktu luang saat sedang berada di kantor.

“Mulai dari lantai 1 sampai lantai 3 kantor Kodam Pattimura, botol-botol bekas saya kumpulkan,” bebernya.

Dalam waktu empat bulan, Jefry berhasil mengumpulkan sebanyak  32 ribu botol plastic bekas dari berbagai jenis. Dari hasil itu, Ia bersama keluarga kemudian membuat pelampung dengan menutup  puluhan ribu botol bekas itu dan dibungkus dengan jaring.

“Jadi setiap botol kami tutup dan kami bentuk menjadi pelampung besar. Hasilnya ada 31 pelampung besar yang kami jadikan sebagai benda untuk menahan beban kerambah ikan,” pungkasnya.

Dengan modal kredit di bank sebesar Rp15 juta,  keramba ikan pun berhasil dibuat dan diapungkan di lokasi pantai Gudang Arang, Teluk Ambon. Lokasi tersebut dipilih karena tidak jauh dari rumahnya.

“Lokasi ini saya pilih karena gampang untuk diawasi dan bisa kapan saja kami datangi dan juga mudah untuk mendapatkan pakan ikan di pasar Kota Ambon” katanya.

Bermodalkan benih ikan kerapu bebe [kerapu tikus] yang dibeli dari Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon, Jefry bersama keluarga kecilnya kemudian memulai usaha tersebut. Namun, sebagai pendatang baru di usaha ini, pria asal MBD ini mengaku awal-awal usahanya itu dilalui dengan cukup sulit.

“Saya dihadapkan dengan kondisi benih yang cukup sulit. Tingkat pemeliharaan yang sangat rumit, waktu budidaya hingga produksi cukup lama 1 tahun 2 bulan,  namun saya tetap bertahan dan berjuang,” urainya.

Jefry mengaku, kondisi ini yang kemudian menjadi tantangan. Pasalnya, keluarga Jefry menganggap apa yang dilakukan tidak semudah yang dipikirkan, lantaran dirinya tidak memiliki latar belakang pengetahuan tentang budidaya ikan.

 

Rumah makan terapung milik Jefry juga dikunjungi para turis

Meski tantangannya tidak sedikit, Jafry tetap getol memperjuangkan ide brilian membangun keramba ikan dari botol bekas itu. Ia pun tetap berusaha dengan sejumlah cara agar apa yang dilakoni bisa membuahkan hasil.

“Saya hanya ingin tunjukkan kepada warga bahwa saya berhasil,” ketusnya.

Beralih Bangun Rumah Makan Apung

Sukses membangun keramba jaring apung dengan konsep botol plastik bekas, Jefry kemudian mengembangkan usaha dengan membangun rumah makan apung di lokasi yang sama.

Jika awalnya, hasil ikan yang budidaya hanya dijual ke sejumlah restoran di Kota Ambon, Jefry akhirnya nekat untuk membangun rumah makan terapung.

“Idenya banyak dari teman. Mereka menyarankan saya membuka rumah makan terapung. Namun saat itu saya masih berpikir gimana caranya orang bisa ke sini,” ungap Jefry.

Setelah berpikir panjang, bersama istrinya kemudian memutuskan untuk mewujudkan niat membangun rumah makan terapung itu. Dari ide tersebut, kemudian konstruksi keramba ikan yang dibangun menggunakan botol pelastik bekas ditambah dengan drum plastik, untuk menahan beban bangunan yang dibangun.

Di bulan Maret 2021, rumah makan terapung milik Jafry akhirnya resmi beroprasi.  Untuk mengajak banyak pengunjung ke rumah makannya, Jefry pun punya konsep yang unik. Setiap calon pengunjung harus lebih dulu menghubunginya. Karena untuk ke rumah makan apung, para pelanggan harus dijemput di Pantai Gudang Arang menggunakan Speedboat miliknya.

 

Jefry dibantu anaknya saat menimba ikan dalam keramba

“Itu konsep kita. Jadi paketan. Pengunjung yang mau makan di sini, dijemput harganya sudah sekalian dengan menu makannya. Jadi satu paket untuk 1 orang Rp60 ribu,”pungkasnya.

Lalu seperti apa  paket yang ditawarkan?  Jafry menjelaskan, setiap orang harus terlebih dulu menghubunginya. Tentunya untuk menentukan waktu kunjungan agar   dijemput. Paketnya untuk satu orang adalah 1 ekor ikan jenis kakap atau koe lengkap dengan lauk berupa colo-colo. Jika saat makan ada tambahan, baru akan dihitung lagi.   

 “Satu yang kami jaga dari sisi pelayanan adalah, kami harus pastikan setiap pengunjung akan menyantap ikan segar. Makanya kalau belum ada di sini, kami tidak akan mengolah ikannya. Ikannya harus masih hidup,” pungkasnya.

Konsep ini pun ditawarkan melalui media sosial, untuk mengajak calon pengunjung menyantap ikan segar di rumah makan terapung itu.

Kini dari usaha rumah makan terapung di Kawasan Pantai Gudang Arang [Teluk Ambon] itu, Jafri mengaku setiap bulan mampu mendulang uang puluhan juta rupiah. Waktu beroperasinya pun sampai malam, mulai dari pukul 11.00 WIT sampai dengan pukul 23.00 WIT.

Bahkan, kata dia, pemilik Restoran Sari Gurih dan Sari Rasa yang dulunya menjadi bosnya karena sering memasok ikan ke mereka, kerap berkunjung ke rumah makan miliknya.

Selain itu, Jefry juga mampu mematahkan image keluarganya yang selama ini menganggap dirinya tidak mampu menjalankan usaha itu, karena tidak punya pengetahuan budidaya ikan.

Sekarang, Jafry bahkan menguasai semua sisi tentang budidaya ikan. Mulai dari cara menghitung jumlah ikan per kolom, jumlah pakan yang harus diberikan sampai pada pengendalian penyakit pada ikan akibat perubahan iklim.

“Ini semua berkah. Sesulit apapun usaha yang kita jalani, kalau kita tekun pastinya akan membuahkan hasil yang maksimal,” tutup Jafry (*)  

 Pewarta : dhino pattisahusiwa