Tidak Ada Kontribusi, Kapal Nelayan Andon Terus Garap Ikan di Laut Maluku
BERITABETA.COM, Ambon – DPRD Maluku terus menyoroti beroperasinya ratusan kapal andon di perairan Maluku. Kapal-kapal di luar daerah Maluku ini terus menggerus isi laut di beberapa daerah secara illegal dan tidak memberikan kontribusi bagi daerah.
Ketua Komisi II DPRD Maluku, Saudah Anakotta menegaskan, kapal nelayan andon dari luar daerah ini beroperasi mencari telur ikan terbang pada tiga lokasi di Maluku.
“Keberadaan mereka tidak berkontribusi untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun membawa dampak positif untuk memberdayakan masyarakat,” tandasnya di Ambon, Senin (27/6/2022).
Disebutkan, tiga daerah yang selama ini menjadi sasaran kapal-kapal nelayan andon adalah Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dan Kabupaten Maluku Tenggara.
Telur ikan terbang di perairan Maluku, memiliki kualitas yang cukup baik sehingga menjadi incaran para nelayan andon dari luar daerah masuk ke sana, sementara di perairan Papua sudah agak berkurang.
Aktivitas pencarian telur ikan terbang biasanya berlangsung antara Bulan Mei hingga September, namun khusus untuk puncaknya pada Bulan Juli hingga Agustus setiap tahunnya.
"Sayangnya belum ada regulasi di daerah agar bisa menarik retribusi bagi PAD termasuk memberdayakan masyarakat sekitar daerah penghasil," ucapnya.
Mengatasi kondisi ini, Saudah menegaskan, komisi II akan mendorong Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku maupun pemerintah daerah yang merupakan penghasil telur ikan terbang, agar dapat membuat sebuah Perda inisiatif tentang retribusi bagi setiap kapal andon.
“Perda seperti ini dapat menentukan perizinan kapal andon yang masuk dan jumlah retribusi bagi PAD dari total hasil pencarian telur ikan terbang,” jelasnya.
Selanjutnya, regulasi itu bisa mengatur masalah perizinan kapal andon dan batasan jumlah telur ikan yang diambil, sementara moratorium harus dicabut agar semua izin kapal andon di Maluku bisa diterbitkan.
Perjanjian Kerjasama
Sebelumnya, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku telah berkomitmen untuk membatasi jumlah kapal-kapal nelayan andon asal Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara yang beroperasi di perairan Maluku.
Kepala DKP Maluku, Abdul Haris menjelaskan, pembatasan kuota kapal andong ini akan dituangkan dalam perjanjian kerja sama saling menguntungkan antara Pemprov Maluku dengan Pemprov Sulawesi Selatan.
Penjelasan Abdul juga telah disampaikan saat rapat kerja 13 OPD bersama Komisi I DPRD Maluku dalam rangka mendengarkan penjelasan tentang perjanjian kerja sama yang dilakukan Pemprov Maluku dengan Pemprov Sulsel yang dirangkai dengan pelaksanaan Maluku Baileo Exhibition di Makassar pada 4 - 6 Februari 2022 lalu.
Dalam raker tersebut Ketua Komisi I, Amir Rumra dan Aleks Orno selaku anggota komisi mempertanyakan keberadaan ratusan kapal nelayan andon yang meresahkan warga nelayan di KKT.
Menurut Abdul, terkait dengan substansi kerja sama sektor kelautan dan perikanan ini ada lima bagian yakni perikanan tangkap, budidaya, penguatan daya saing, pengawasan, serta pengelolaan ruang laut.
Khusus untuk perikanan tangkap, memang ada kaitannya dengan persoalan nelayan andon. Karena selama ini yang terbanyak adalah nelayan andon dari Sulsel dan Sulawesi Tenggara.
"Mereka masuk dan beroperasi di wilayah perairan KKT secara ilegal sehingga telah diatur dalam kerja sama saling menguntungkan antara kedua pemerintah provinsi," ujar Abdul.
Solusinya adalah membatasi jumlah nelayan andon yang akan masuk ke Maluku dan tawaran Pemprov Sulsel adalah 100 kapal. Namun, DKP Maluku membatasi kuotanya menjadi 50 kapal saja.
"Jadi jumlahnya dibatasi dalam kaitan dengan kegiatan perikanan tangkap yang akan dikerja samakan oleh pemerintah daerah," tandas Abdul.
Namun, kenyataannya hingga saat ini rencana tersebut belum dapat direalisasikan. Sementara keberadaan ratusan kapal yang masuk secara illegal itu belum dapat dikendalikan (*)
Editor : Redaksi