Edwin Huwae : Laporkan ke KPK, Jika Ada Pelanggaran

BERITABETA, Ambon – Polimik seputar kasus Gunung Botak, terus meruncing. DPRD Provinsi Maluku bersama DPRD Kabupaten Buru dan pemerintah daerah, kini sepakat membentuk sebuah tim gabungan yang tugasnya melakukan kajian terhadap berbagai persoalan penambangan emas di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.

“Kami sudah sepakat membentuk tim gabungan untuk meninjau seluruh izin atau pun putusan-putusan yang sudah ditertibkan, dan dari hasilnya akan dilihat apakah ada kesengajaan untuk memberikan kemudahan dan keuntungan kepada pihak tertentu atau tidak,” kata Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae di Ambon, Senin (8/10/18)

Pernyataan Edwin disampaikan dalam rapat dengar pendapat antara pimpinan bersama Komisi A dan B DPRD Maluku dengan pimpinan DPRD Kabupaten Buru yang menyampaikan kompleksitas penyelesaian penambangan emas di Gunung Botak, baik oleh penambang ilegal maupun sejumlah perusahaan yang beroperasi di sana. Rombongan legislator asal Kabupaten Buru dipimpin Ketua DPRD, Ikhsan Tinggapi, Wakil Ketua Azis Hentihu dan sejumlah anggotanya.

Menurut Edwin, kalau sekiranya terbukti ada unsur kesengajaan maka teman-teman akan mengambil wacana melaporkan persoalan ke KPK, karena di Polres Buru juga dipertanyakan kenapa Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy tidak dijemput saja secara paksa karena dipanggil-panggil tetapi tidak datang. “Datang saja jemput dan gunakan kewenangan polisi dan kalau masih mutar-mutar, tangkap saja tidak ada masalah,” tandasnya.

Persoalan Gunung Botak yang sangat krusial baik yang berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan, kriminalitas, ada informasi prostitusi, persoalan sosial dan adat istiadat. “Saya kira karena ini soal rakyat jadi memang DPRD baik Kabupaten Buru maupun provinsi Maluku harus memberikan perhatian. Kami sebenarnya terkadang merasa sedikit agak miris juga karena persoalan Gunung Botak ini bukan cuma tanggungjawab DPRD, tetapi menjadi tanggungjawab bersama termasuk aparat keamanan,” tandasnya.

Dalam pengamatannya terkait dengan tugas pengawasan yang dilakukan oleh DPRD, dirasakan bahwa aparat pemerintahan dan aparat keamanan belum maksimal melihat persoalan Gunung Botak. Tidak satu pun persoalan kriminal di sana berkaitan dengan kasus pembunuhan, perkelahian, perampokan, ditindaklanjuti ke tingkat pengadilan sehingga legislatif mempertanyakan posisi polisi di mana, baik Polres Buru termasuk Polda Maluku.

Kemudian persoalan lingkungan, di mana penggunaan bahan-bahan berbahaya baik terkait mercuri dan sianida termasuk Jhin Chan atau B3 lain yang digunakan di Gunung Botak kenapa bisa terjadi. Padahal jelas itu adalah bahan yang dilarang untuk digunakan, jadi pada titik ini kesalahannya di mana sehingga sebagai wakil rakyat mempertanyakannya.

Dikatakan, persoalan Gunung Botak ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan keamanan, karena seluruh stakeholder harus bergerak bersama baik Pemkab Buru maupun di provinsi, aparat keamanan, dan bila perlu minta dukungan TNI. Pengelolaan emas di sana, rakyat dan daerah tidak untung tetapi para pemilik modal yang untung.

“Sikap kita adalah tentu diinginkan ke depan ditata dengan baik dan seluruh pihak yang berkepentingan, dalam hal ini aparat keamanan dari TNI dan Polri tolong bantu menyelesaikannya,” tegas Edwin.

Dia juga mengaku tidak dilibatkannya DPRD provinsi dalam penandatanganan MoU antara Pemprov Maluku dengan PT. BPS selaku pihak ketiga merupakan persoalan lama sejak 2015. Karena sejak awal dirinya sudah mempersoalkan masalah ini dan legislatif serahkan ke aparat hukum untuk melakukan kajian, sehingga kalau melanggar aturan harus ditangkap.

“Rapat dengar pendapat DPRD dengan Kadis ESDM, saya selalu bilang kalau dia tidak menghargai DPRD, mudah-mudahan dia menjadi Kadis seumur hidup, tetapi kalau 2019 tidak lagi menjabat maka kita lihat, sebab jabatan itu adalah amanah dan ada tanggungjawabnya bukan pribadi tetapi kepada masyarakat,” ujar Edwin. (BB/DIO)