Tahun ini pihaknya menargetkan penerimaan negara sebesar Rp 1.743,6 triliun, yang dinilainya sebagai raihan yang optimistis karena pandemi masih menjadi faktor yang mempengaruhi, sehingga,  pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan akan bekerja sangat keras untuk mencapai target penerimaan perpajakan dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak).

Dikatakannya, dari sisi belanja negara akan dibelanjakan sebesar Rp 2.750 triliun, dengan rincian belanja Pemerintah pusat mencapai Rp 1.954,5 triliun dan transfer ke daerah mencapai Rp 795,5 triliun.

Dukungan terhadap PEN, menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso tergambar dalam Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia 2021-2025 di mana OJK, akan memberikan ruang relaksasi penyaluran kredit bagi sektor-sektor vital maupun pengungkit ekonomi.

Misalnya, kata dia,  sektor real estat, kepemilikan kendaraan bermotor, dan industri kesehatan. “Khusus sektor kesehatan perlu kita dukung agar mempunyai kemampuan lebih luas untuk melayani masyarakat,”tandasnya.

Pihaknya juga berupaya agar perkembangan ekonomi pasca pandemi dapat berlangsung berkelanjutan dengan meningkatkan daya saing sektor keuangan Indonesia melalui konsolidasi sektor jasa keuangan, penguatan tata kelola, reformasi industri keuangan nonbank dan pasar modal, serta koordinasi dalam pengawasan lintas sektor, dan pengawasan prakti konglomerasi keuangan.

Selain itu, Wimboh menyampaikan ekosistem jasa keuangan akan terus dikembangkan melalui produk berbasis teknologi sehingga semakin inklusif, menjangkau masyarakat yang lebih luas, termasuk di antaranya UMKM.

Sementara pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Chatib Basri mengatakan menyimak belanja masyarakat kelas bawah yang telah kembali normal, sedangkan kelas menengah hampir normal, namun masyarakat kelas atas berada di bawah normal, atau masih menahan belanja mereka, disebabkan belanja utama kelas atas berupa entertainment.

“Dengan adanya pandemi, aktivitas entertainment berhenti, leisure berhenti, juga traveling,” katanya.

“Konsumsi kelas menengah atas yang merupakan bagian terbesar konsumsi rumah tangga akan pulih kalau pandemi dapat diselesaikan, karena itu fokus pada penanganan kesehatan menjadi sesuatu yang sangat penting,”sambung Menteri Keuangan periode 2013-2014 ini.

Selain itu, pandemi dan pembatasan aktivitas mengubah prilaku konsumen, sebagaimana terlihat dari penjualan sepeda, tanaman hias, ikan cupang dan pernik terkait dengan hobi yang penjualannya meningkat hingga 40%.

Menurut Chatib, orang mengubah aktivitas senggangnya ke aktivitas yang berhubungan dengan hobi.  Pola bepergian dengan pesawat udara berganti ke roadtrip (perjalanan darat pribadi), jasa resor atau bungalow yang privat dan jauh dari kerumunan semakin menjadi pilihan, demikian pula restoran.

“Transformasi bisnis terjadi. Sektor yang mampu mentransformasikan dirinya ke dalam digital, berpeluang untuk survive,” beber Chatib.

Dirinya setuju dengan pernyataan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Nasional Indonesia bidang Agrbisnis, Pangan dan Kehutanan, Franky O. Widjaja kalau pandemi juga membuka pula peluang baru.

Dirinya mengingatkan bahwa keberadaan stimulus, meskipun penting, tidak dapat dikucurkan selamanya, ada kerangka waktunya. Pengurangan stimulus dapat dilakukan kalau konsumsi masyarakat dan investasi swasta pulih, padahal belum tertanganinya pandemi bermakna tertahannya konsumsi kelas menengah atas,investasi swasta tak akan meningkat, dan perekonomian akan kembali bergantung pada APBN.

“Karena itu timeframe kapan stimulus harus ditarik menjadi sangat penting. Indonesia mesti berupaya pulih lebih awal daripada negara-negara maju, sebelum mereka sempat menormalisasi kebijakan moneter masing-masing yang mengakibatkan keluarnya arus modal, caranya dengan segera mengatasi pandemi,” tutup dia (BB-RLS)