BERITABETA.COM, Ambon – Walikota Ambon Richard Louhenapessy meminta  Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan saniri negeri bertugas untuk mengawasi pemanfaatan dana desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).

Kedua lembaga ini merupakan penyelenggara pemerintah di tingkat desa dan negeri yang memiliki tugas yang sama dengan kepala desa dan raja.

“Jadi harus  bersama mengawasi pemanfaatan DD dan ADD, agar pengelolaan dan realisasi dana desa dapat berjalan dengan maksimal,” kata Walikota  Ambon, Richard Louhenapessy saat melantik BPD dan saniri negeri di Ambon, Rabu (30/1/2019).

Menurut  Walikota,  perangkat desa bukan hanya kepala desa atau raja tetapi dibantu BPD dan saniri negeri yang berjumlah sembilan orang, yang merupakan perwakilan dari Soa atau kelompok kecil yang berdekatan.

“Pemkot Ambon berupaya membenahi pemerintahan guna proses menyejahterakan masyarakat, melalui DD dan ADD yang dikucurkan pemerintah pusat dan dalam waktu dekat dana kelurahan,” katanya.

Richard mengatakan, BPD dan saniri negeri memiliki kewenangan yang sama, karena penyelenggaraan tingkat desa dan negeri dilantik oleh Wali Kota. Jadi saniri negeri dan BPD bertanggung jawab langsung ke Wali Kota melalui camat.

Seluruh APBDes dan negeri pemanfaatannya bukan hanya diketahui raja atau kepala desa, tetapi juga saniri dan BPD dalan semangat kekeluargaan.

Jika terjadi penyimpangan, maka perangkat negeri dan desa tersebut dapat melaporkan, disertai bukti yang jelas, tetapi jika data tidak lengkap maka yang dilakukan hanyalah fungsi pengawasan.

“Jangan salah menggunakan kewenangan walaupun kedudukan saniri dan BPD sama dengan raja, yang penting adalah tugas pengawasan pemerintahan demi kesejahteraan masyarakat,” tandasnya.

Dijelaskannya, pelantikan saniri dilakukan bagi negeri Urimessing, Seilale, Halong, Batu Merah dan Hutumuri, serta dua BPD yakni Hunut dan Nania.

Pelantikan ini, Pemkot Ambon tidak mengintervebsi siapa yang menjadi anggota saniri atau BPD karena semua itu merupakan masalah internal desa atau negeri.

“Karena itu masalah internal saya tidak mau mencampuri, karena lembaga adat diberikan kewenangan kultural adat sesuai Peraturan daerah nomor 8 dan 9 tahun 2017 tentang negeri dan desa,” ujarnya.

Richard mengemukakan, khusus untuk negeri Seilale yang terjadi perbedaan pendapat di masyarakat, saniri yang telah dilantik akan dikaji dan jika ada kesepakatan maka akan dilakukan revisi surat keputusan pelantikan tersebut.

“Aspirasi yang disampaikan masyarakat akan kita kaji, setelah pelantikan akan melakukan pertemuan jika ada kesepakatan maka revisi SK bisa saja dilakukan,” tandasnya (BB-DIO)