BERITABETA.COM, Masohi – Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku menggelar kegiatan Informal Meeting membahas aksesibilitas infrastruktur dan layanan publik terutama kepada kelompok difabel, lanjut usia (lansia), perempuan dan anak.

Kegiatan ini merupakan bagian dari dari Program Democratic Resilience (DemRes) “Merebut ruang sipil untuk mempertahankan demokrasi” yang dijalankan oleh The Asia Foundation (TAF) dengan melibatkan YPPM - Maluku sebagai mitra daerah dalam perspektif Gender Equality, Disability and Social Inclusion (GEDSI).

Kegiatan yang dipusatkan di Lounussa Hotel Kota Masohi,  pada Sabtu (20/11/2021) itu melibatkan  sejumlah pihak antara lain, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Hasan Firdausi Anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Malteng Arman Mualo dan Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Malteng. M. Yusuf.

Officer Programme Demres Abdullah Tangke dalam kesempatan itu mengatakan dalam konteks aksesibilitas, UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah mengatur terkait aksesibilitas.

“Hak aksesibilitas untuk penyandang disabilitas meliputi 2 hal yaitu hak mendapat aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik dan hak mendapatkan akomodasi yang layak sebagai bentuk aksesibilitas bagi individu,” tandasnya.

Tangke mengatakan, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait aksesibilitas  sesuai yang dirumuskan dalam UU antara lain, wajib melakukan audit terhadap ketersediaan fasilitas aksebilitas bagi penyandang disabilitas pada setiap bangunan atau gedung.

“Pemerintah juga wajib menyediakan fasilitas untuk pejalan kaki yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas,” ungkap Tangke.

Sementara Arman Mualo, Anggota Komisi 1 DPRD Malteng mengatakan sampai saat ini, sudah ada regulasi dan kebijakan-kebijakan yang memperhatikan hak-hak kaum disabilitas.

Dikatakan, dalam  konteks layanan publik, penyandang disabilitas mempunyai  hak memperoleh akomodasi yang layak dalam pelayanan publik secara optimal, wajar, bermartabat tanpa diskriminasi.

“Dalam sisi hukum, penyandang disabilitas mempunyai kedudukan hukum yang sama,” tutur Mualo.

Mualo juga mengaku, di Kabupaten Malteng belum ada Peraturan Daerah yang lebih spesifik terkait dengan penyandang disabilitas.

“Mungkin data disabilitas yang belum tertata dengan baik, “ ungkap Mualo.

Namun kata dia, Rancangan Perda Perempuan dan anak saat ini sedang dalam pembahasan di DPRD 

Sedangkan, Kadis PUPR Malteng, Hasan Firdausi mengatakan, penataan aksesbilitas ruang public  dengan memperhatikan kaum difabel dan lansia sudah dilakukan sejak beberapa tahun akhir.

Menurutnya, sejak tahun 2014 sudah ada jalur untuk orang buta.

“Trotoar juga dibuat dengan material yang tidak licin karena kursi roda membutuhkan permukaan yang agak kasar,” tutur Firdausi.

Yusuf dari Dinas Sosial Malteng mengaku, saat ini telah ada sebanyak 700 penyandang disabilitas yang masuk data base Dinas Sosial Kabupaten Malteng.

Dijelaskan, dalam kegiatan pemberdayaan, sebelum pandemic Covid, Dinsos Malteng setiap tahunnya selalu mengirim beberapa orang penyandang disabilitas untuk mengikuti latihan ketrampilan di beberapa kota seperti Solo dan Makassar.

“Selain itu bantuan kursi roda dan tongkat merupakan bantuan-bantuan tetap yang diberikan kepada kaum difabel,” ungkapnya.

Namun,  Yusuf menagkui bahwa Kota Masohi belum memiliki tempat rehabilitasi anak-anak yang bermasalah dengan hukum.

“Rumah jompo untuk lansia juga belum tersedia,” tutur Yusuf. 

Tangke juga menambahkan, selain untuk meningkatkan pemahaman dan berbagi pengalaman, informal meeting ini diharapkan  dapat menjadi penguat perspektif GEDSI utamanya isu difabilitas dan kaum perempuan bagi para stakeholder (juga jaringan mitra lokal) dalam menjalankan program di Maluku menuju Maluku Inklusi (*)

Pewarta : Edha Sanaky