BERITABETA.COM, Bula — Ahli waris turunan anak cucu Raja Negeri Banggoi, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) menolak PT Samudra Biru Khatulistiwa beroperasi di wilayah petuanan tersebut.

Informasi yang dihimpun beritabeta.com di Bula, Senin (4/10/2021), puluhan anak cucu raja Negeri Banggoi, almarhum Ismail Baliman melakukan aksi penolakan di Negeri Banggoi pada Sabtu pekan kemarin.

Dalam aksi tersebut, mereka mengikat kain berang (kain merah) di kepala dengan membawa sejumlah pafket bertulis 'Tolak PT Samudra Biru Khatulistiwa' dari tanah Banggoi, kalau jual atau kontak besok aku bapak cari katang di mana' dan sejumlah tulisan protes lainnya.

Salah satu ahli waris Raja Negeri Banggoi, Abdul Azis Baliman yang dikonfirmasi media ini membenarkan aksi tersebut.

Azis mengungkapkan, pada Sabtu kemarin dia dan puluhan masyarakat adat Negeri Banggoi berserta beberapa marga yang masih punya pertalian darah dengan Negeri Banggoi melakukan aksi penolakan terhadap kontrak lahan hutan mangrove di petuanan Negeri Banggoi, sekaligus menolak PT SBK beroperasi di wilayah itu.

"Saya sebagai adik (adik kandung Raja Banggoi ke-9) yang terakhir ini maka saya berjuang untuk menolak hal ini untuk anak cucu saya, keluarga saya punya kehidupan," ujar Abdul Azis Baliman.

Kepala Pemerintah Negeri Banggoi, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Budi Yamin Baliman bersama perangkatnya diduga menjual atau mengontrakkan kawasan hutan mangrove (bakau) di petuanan Negeri Banggoi kepada pihak tertentu.

Menyikapi hal itu, turunan raja Negeri Banggoi ke-9 almarhum Jou Ismail Baliman dan adik-adiknya melakukan penolakan. Pasalnya kawasan tersebut merupakan tempat mencari hidup bagi masyarakat Negeri Banggoi, terutama para pencari kepiting bakau, siput dan aktivitas nelayan pantai.

"Di samping itu, lokasi di Negeri tua (Negeri Lama Banggoi) yang berada di muara kali Bubi, merupakan kampung Leluhur Negeri Banggoi, di situ terdapat makam orang tua/leluhur Negeri Banggoi. Diantaranya makam Raja Negeri Banggoi Ke-8 (Almarhum Abu Kasim Baliman/tete Kaya) dan Raja Banggoi Ke-7 (Almarhum Jou Abdul Karim Baliman/tete Banda )" ungkap Abdul Asis Baliman, adik kandung alm raja Negeri Banggoi ke-9 kepada beritabeta.com, Selasa (21/9/2021).

Asis mengungkapkan, dia dan turunan almarhum raja negeri Banggoi tidak mengakui dan menolak pertemuan Kepala Pemerintah Negeri dan perangkatnya yang digelar pada 15 September 2021 lalu di Balai Desa Banggoi.

Dia membeberkan, dalam pertemuan tersebut, dilakukan serah terima uang sebanyak Rp 200 juta. Sumber uang itu tambah dia, dari pembayaran kawasan hutan mangrove petuanan negeri Banggoi.

"Kami dari turunan anak Negeri Banggoi tidak mengakui dan menolak pertemuan yang berlangsung pada tanggal 15 September 2021 yang bertempat di Balai Desa Banggoi yang agendanya berupa penyerahan uang sebesar Rp 200 juta" ungkapnya.

Dijelaskan, pada pertemuan seluruh keluarga turunan raja negeri Banggoi ke-9 pada Senin malam, 20 September 2021 di Kota Bula. Pihak keluarga kata dia, menolak dengan keras dan tegas penerbitan akta penjualan atau keterangan hibah lahan yang dikeluarkan oleh kepala pemerintah negeri Banggoi, Budi Yamin Baliman untuk dimanfaatkan sebagai pelepasan lahan mengrove di petuanan Negeri Banggoi.

Mereka bahkan menolak dengan keras dan tegas penebitan sertifikat lahan yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) SBT, yang lokasinya merupakan hutan mangrove yang berada di petuanan Negeri Banggoi.

"Kami juga menolak dengan tegas dan keras semua aktivitas atau kegiatan apapun yang dilakukan oleh siapapun yang mengatasnamakan kegiatan penjualan atau Kontrak lahan hutan mangrove di petuanan Negeri Banggoi demi menjaga kelestarian dan ekosistem Hutan Mangrove di Petuanan Negeri Banggoi" tegasnya (AZ)

Editor : Redaksi