BERITABETA. COM, Jakarta –  Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan penyandang disabilitas tunagrahita alias orang gila, masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Keputusan KPU yang kotroversi itu diklaim memiliki landasan kuat,  kerana ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XIII/2015 yang mengakomodir orang gila, tetap bisa memiliki hak pilih.

Namun, sebuah keanehan kembali terungkap jelang Pemilu 2019.  Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Yayan Hidayat, mengungkapkan hingga kini KPU belum menuntaskan persoalan data pemilih masyarakat adat. “Baru 350 jiwa yang diakomodasi sebagai pemilih. Lalu sisanya ke mana? Datanya perlu dijelaskan kembali,” ungkap Yayan dalam diskusi di Jakarta Pusat, Minggu  (16/12/2019).

Menurut Yayan, tercatat ada 770 komunitas masyarakat di kawasan hutan Indonesia. Dari komunitas itu,  ada 3 juta jiwa masyarakat adat yang belum memiliki identitas kependudukan. Kemudian, sebanyak 1,6 juta jiwa belum terdaftar sebagai pemilih. “Sisanya, kami sudah memberikan data kepada KPU, tetapi belum ada kejelasan dari 350 jiwa,” lanjut Yayan.

Yayan menegaskan, pihaknya sudah melakukan kroscek melalui pemantau di daerah terkait data masyarakat adat. Dirinya lantas menyebut sejumlah temuan lain. Contohnya, di Sulawesi Selatan, ada 125 jiwa yang sudah diakomodasi oleh Dinas Dukcapil setempat (sudah mendapatkan identitas kependudukan). Sisanya, sebanyak 275 jiwa, belum diberi identitas kependudukan. Akibatnya mereka tidak terdaftar sebagai pemilih.

Kondisi di Sulawesy Selatan sangat berbeda  dengan pendataan orang gila yang tuntas dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan.

KPU di daerah itu, malah lebih  awal menetapkan sebanyak 2.166 penyandang disabilitas tunagrahita dalam DPT Pemilu 2019 mendatang. Jumlah ini terdiri  dari 1.212 laki-laki dan 954 perempuan.

“Data ini diambil dari sistem informasi data pemilih atau Sidalih DPTHP I dan DPTHP II,” ujar Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat, Data, Informasi, dan Antar Lembaga KPU Sulsel Uslimin, 2 Desember 2018.

Selanjutnya, AMAN juga mengungkapkan persoalan adanya uragi atau pemangku adat tingkat dusun yang belum melakukan rekam data kependudukan. Pasalnya, uragi ini enggan menanggalkan ikat kepala mereka sehingga belum bisa melakukan rekam data KTP-el.

Yayan mengungkapkan, ikat kepala adalah simbol. Jika kondisi ini tidak diakomodasi oleh pemerintah, maka hak kewarganegaraan dan hak politik masyarakat adat akan hilang.

“Maka kami harap penetapan daftar pemilih tetap hasil perbaikan tahap kedua (DPTHP 2) belum final. Kami akan mendorong sisa sebanyak 1,6 juta jiwa masyarakat adat terdaftar sebagai pemilih. Menurut kami, masyarakat adat yang memiliki nilai bertentangan dengan peraturan administrasi tetap berhak mendapatkan identitas kependudukan,” tegas Yayan.

Sebelumnya, KPU menetapkan DPTHP 2 pada Sabtu (15/12). Total DPTHP 2 dalam negeri yang ditetapkan oleh KPU adalah 190.770.329 orang.  Rincianya pemilih laki-laki 95.365.749 orang, dan pemilih perempuan 95.401580.

Total TPS yang akan dibuat untuk pemilu 2019 di dalam negeri adalah 809.500 titik. Jika digabungkan dengan daftar pemilih di luar negeri, total pemilih Pemilu 2019 yang ditetapkan oleh KPU kemarin sebanyak 192.828.520 orang. (BB-DIO)