Ninik Rahayu yang memimpin komisi pendataan, dalam paparannya menegaskan, bahwa kerja jurnalis harus bebas dari kekerasan. Hal ini karena wartawan harus berpikir independen dalam menjalankan tugasnya.

Ia mengingatkan, dalam pasal 15 ayat (2) UU Pers, bahwa Dewan Pers mengemban dan melaksanakan tujuh fungsi pokok, salah satunya melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain

Sementara itu Iskandar Zulkarnain selaku penanggap dari USU mengatakan, bahwa ada data yang dinilai kurang sesuai, misalnya disebut sebagai wartawan dan ternyata setelah diselidiki, justru bukan wartawan. Menurut dia, kasus seperti ini tidak masuk ranah kebebasan pers.

Iskandar mengutip ahli pers, AJ Liebling, dengan teori trikotomi, yakni pers yang sehat mengikuti prinsip tiga belahan: belahan ideal membela kebenaran, belahan kedua adalah SDM, dan belahan ekonomi.

“Ketiga belahan ini harus seimbang. Pembesaran dan pengecilan pada satu bagian akan berpengaruh pada belahan lainnya,” ujarnya. Liebling adalah ahli pers dari New Yorker yang menulis “Freedom of the press belongs to those who own one" yang ditulis 1960.

Sedangkan narasumber dari AJI Medan, Daniel Pekuwali, menyampaikan makalah berjudul “Hantu Kebebasan Pers”, yang disebutnya sebagai kritik terhadap kebebasan pers di Sumut. Dia mengutarakan, bahwa aparat keamanan -- polisi dan tentara-- adalah faktor eksternal yang menjadi indikator mempengaruhi kebebasan pers.

Indikator yang tak bisa dipungkiri adalah soal kesejahteraan. Banyak media tidak memberikan gaji yang memadai sehingga mereka mencari uang di luar dengan cara-cara yang tidak terpuji. “Ini mencoreng wajah kita semua,” kata Daniel (*)

Editor : Redaksi