BERITABETA.COM – Udara siang itu terasa sangat sejuk. Meski  matahari begitu kuat menyinari perkampungan warga transmigran itu.   Desa berpenduduk kurang lebih 300 kepala keluarga terlihat  sepi. Sebagian besar warganya berada di ladang mengais rejeki, sebagiannya lagi beraktifitas di hutan.

Ketika kendaraan roda dua yang saya tumpangi masuk jalur 3 desa bernama Rukun Jaya itu,  dari kejauhan terlihat seorang anak remaja duduk bersila di samping rumah. Kedua tangannya seperti memegang sesuatu. Lebih dekat ke sosok remaja itu,  tampak  gundukan kayu-kayu kering di sekelilingnya. Saya pun masuk pekarangan rumah tempat remaja tersebut beraktifitas.

“Assalamualaikum !….” Suara salam saya,  kemudian terbalas dalam rumah sederhana berkonstruksi papan. “Waaialukum salam, silahkan masuk pak,” jawab Salis Fesanlauw pemilik rumah yang sedang  santai di dalam.

‘Maaf pak, ini lagi berantakan rumahnya,” sambung Salis sembari mempersilahkan saya duduk di lantai beralaskan karpet.

Wajah Salis terlihat begitu letih. “Kemarin saya datang, tapi katanya masih di hutan,” ungkap  saya  mencoba membuka pembicaraan.

“Betul pak, saya baru saja sampai dua jam lalu,” jawab Salis.

Salis baru saja pulang dari hutan, membawa sebanyak 80 kilo gram kayu kering yang mengandung resin gaharu. Sudah sepekan Salis tidak di rumah. Rutinitasnya mencari kayu gaharu di hutan Pulau Seram, membuat pria berusia 47 tahun ini kerap  meninggalkan rumah berhari-hari.

Sesampai di rumah, tumpukan kayu kering dari jenis pohon Aquilaria ini selanjutnya dibersihkan putranya, Askam (14).  Askam-lah menjadi tulang punggung kedua orang tuanya. Anak sulung Salis Fesanlauw ini bertugas menyayat daging kayu yang mengandung resin gaharu.

Minyak Gaharu yang mendunia

Askam duduk bersila di samping rumah dengan modal pisau khusus yang disediakan. Tangannya digerakkan dengan lentur penuh hati-hati menyayat satu per satu penggalan kayu kering yang mengandung resin gaharu. Daging kayu berwarna putih dibersihkan tersisa warna hitam yang  dikenal dengan sebutan gaharu.

“Jang foto beta bapa, beta seng suka. Foto beta par apa? Beta kotor balong mandi,”kata Askam ketika saya mengambil gambarnya saat bekerja.

Hari-hari Askam dilalui dengan begitu berat. Pulang sekolah lantas membantu bapaknya  membersihkan daging kayu gaharu. Puluhan kilo jumlahnya.

Melihat Askam yang patuh membantu kedua orang tuanya, terasa jarang terlihat di zaman ini.  Anak seumuran Askam banyak sibuk bermain dengan dunianya sendiri.

Jika bukan gedget jenis smart phone dengan sejumlah fungsi berupa game portable, MP3/MP4 player dan kamera menjadi incaran anak masa kini, sudah pasti permainan modern adalah pilihan menarik anak seumuran Askam.

Tapi siswa SMP kelas 3 itu tidak pernah ambil pusing. Anak-anak sekampung di kawasan transmigrasi Desa Rukun Jaya, Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) sering membullinya, karena dinilai gaptek, tapi Askam tetap tak peduli.

Askam adalah satu diantara puluhan anak Pulau Seram yang orang tuanya berprofesi sebagai petani pencari kayu gaharu. Di Desa Rukun Jaya dan Jembatan Basah, dua desa bertetangga itu, terdapat puluhan kepala keluarga yang berprofesi sebagai pencari kayu gaharu.

Mereka berhari-hari  mengintari hutan mencari   pohon Aquilaria, jenis pohon penghasil resin gaharu yang banyak ditemukan di hutan Seram.

Jika beruntung, saat pulang ke rumah, beban para pencari kayu gaharu bisa mencapai 70 sampai 80 kg berisi daging kayu gaharu. Hutan Seram memang menyimpan banyak potensi, salah satunya gaharu jenis sirsak dan buaya.

“Kalau pas rejekinya, sekali pulang saya bisa meraup omzet Rp. 3 sampai  Rp. 5 juta rupiah. Lumayan untuk menghidupi keluarga beberapa bulan kedepan,”ungkap Salis.

Askam tidak pernah tahu bahwa dirinya adalah pahlawan. Berjasa bagi  orang tuanya dan juga menjadi bagian dari penyedia bahan baku bagi industri –industri  kosmetik dan parfum kelas dunia.

Kayu gaharu merupakan jenis kayu yang berasal dari beberapa spesies pohon dari genus Aquilaria, khususnya jenis A. malaccensis. Jenis kayu satu ini umumnya memiliki warna kehitaman pekat yang khas dan juga mengandung kandungan resin pada bagian gubalnya.

Kandungan resin yang terdapat pada bagian gubal kayu gaharu juga terkenal sebagai bahan pelengkap wangi-wangian karena memiliki aroma harum yang sangat khas. Aroma ini juga dipercaya mampu menjadi aromaterapi anti-stres yang cukup ampuh.

Sudah ratusan tahun silam, jenis kayu ini menjadi komoditas perdagangan dari berbagai kerajaan di Nusantara ke berbagai penjuru dunia seperti India, Persia, Negara-negara Arab, hingga negara-negara di Afrika Timur.

Keterbatasan jumlah kayu gaharu di alam, serta tingginya permintaan serta minat terhadap jenis kayu satu ini, belakangan  membuat harga kayu gaharu disebut-sebut sebagai salah satu komoditas kayu termahal yang ada di dunia.

Kayu Termahal di Dunia

Situs foresteract.com menyebutkan,  harga pohon gaharu dapat melebihi harga pohon Jati ataupun pohon Ulin (Kayu Besi) sekalipun, apalagi bila dibandingkan dengan pohon Sengon.

Harga terendah dari 1 kilogram kayu gaharu adalah Rp.300 ribu, sedangkan harga tertinggi kayu gaharu dapat mencapai lebih dari 100 Rp.100 juta per kilogram-nya. Di pasaran sendiri kayu ini rata-rata dijual dengan harga Rp 10 sampai dengan Rp 35 juta per kilogram. Jika  dikonversi satu pohon saja dapat menghasilkan puluhan kilogram kayu gaharu, maka ratusan juta bisa diperoleh dari hasil panen kayu gaharu.

Pasar dari kayu gaharu pun tidak main-main. Kayu gaharu sangat diminati oleh negara-negara timur tengah, seperti Arab Saudi, Qatar, Yaman, Oman, Palestina, Suriah, Turki, Persia, Iran, Kuwait, dan Irak. Selain itu, Tiongkok, Korea, Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura pun menjadi negara importir kayu gaharu yang cukup potensial dewasa ini.

Di tahun 2010 lalu, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia (DPP ASGARIN) pernah menyebutkan, untuk wilayah Maluku, poetsni hasil Gaharu dari Pulau Buru memiliki kualitas ekspor yang sangat tinggi.

Di tahun 1994 -1998 produk gaharu dari hutan alam di Pulau Buru mendapat pritoritas ekspor ke Timur Tengah.  Untuk kelas super dihargai Rp. 30 juta per kilogram.

Hasil ini belum termasuk kualitas pemedangan varistas yang berlimpah di wilayah pulau Buru, Seram dan Tenggara yang  rata-rata menghasilkan kelas AB ke bawah dengan nilai ekpsor rata-rata 10 ton dengan harga kurs rupiah Rp. 35 ribuu- Rp 150 ribu per kilogram.

Kembali ke petani pencari gaharu di pulau Seram. Akitifitas para pencari gaharu di Pulau Seram sudah berlangsung sejak lama. Banyak dari petani pencari gaharu disana sudah menikmati hasilnya. Namun, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui jelas kemana hasil gaharu itu dikirim. Mereka hanya mencari dan menjual kepada pedagang.

“Disini biasanya ada pedagang pengumpul yang datang membeli. Atau kami bawa ke kota Bula,” kata Salis.

Dari tangan pedagang hasil gaharu di pulau Seram kemudian dikirim ke Surabaya. Selanjutnya gaharu menjadi komoditas ekspor ke negera-negara Eropa dan Timur Tengah. Disana  gaharu menjadi bahan baku dalam industry kosmetik dan parfum. Askam menjadi salah satu pahlawan yang ikut mengharumkan dunia ini, karena wangi parfum yang dihasilkan, juga  bermula dari resin gaharu hasil sayatannya (*)

Pewarta : dhino pattisahusiwa