BERITABETA.COM - Di markas Persebaya Surabaya, klub raksasa Indonesia asal Jawa Timur, siapa yang tak kenal pria asal Ambon, Maluku, yang satu ini. Selain Ferryl Raymond Hattu, Yongky Kastanya merupakan pemain inti “The Green Force”—sebutan Persebaya– selama 14 tahun yang selalu masuk starting eleven tim asal Kota Pahlawan itu semenjak bergulirnya Liga Sepakbola Utama (Galatama) hingga Perserikatan.

Posisinya tak tergantikan sebagai gelandang bertahan, posisi sentral. Puncak karier Yonyky adalah ketika membawa Persebaya menjuarai kompetisi perserikatan musim 1987/1988 setelah mengalahkan Persija di final yang berkesudahan dengan skor 3-2 untuk Persebaya.

Sukses tersebut mencatatkan namanya sebagai salah satu pemain yang menorehkan tinta emas bersama Persebaya.

Aksi Yongki Kastanya sebagai gelandang bertahan kental mewarnai penampilan Persebaya Surabaya pada era 1980-an. Bersama Budi Johanis dan Maura Hally, Yongki menjadi dinamo lini tengah Bajul Ijo.

Pencapaian terbaik pria kelahiran Ambon, 7 Februari 1961, ini bersama tim kebanggaan Bonek adalah meraih trofi juara Perserikatan musim 1987/1988.

Melalui channel youtube Pinggir Lapangan, Yongky Kastanya mengungkap kisah perjalanan panjangnya sebagai pemain perantau asal Ambon yang dimulai pada 1978.

Ketika itu, Yongky yang masih duduk di bangku kelas tiga SMP memperkuat PSA Ambon menjamu klub asal Surabaya, Assyabaab pada satu laga ujioba.

Penampilan remaja Ambon menarik perhatian Abdul Kadir dan Waskito, dua legenda Persebaya Surabaya dan tim nasional Indonesia yang juga turut bermain bersama Assyabaab.

Keduanya pun kompak mengajak Yongky untuk merantau ke Surabaya untuk mengembangkan talentanya sebagai pesepak bola sekaligus menempuh pendidikan formal.

Yongki dijanjikan bergabung dengan Assyabaab yang berkiprah di kompetisi internal Persebaya. Setelah berdiskusi dengan keluarga, Yongki pun berangkat ke Kota Pahlawan diantar sang ibu.

"Kebetulan ada keluarga di Surabaya. Setelah tinggal di Mes Ampel, ibu saya pulang ke Ambon," kenang Yongky.

Bakat dan talenta besar yang dimilikinya membuat Yongky tidak butuh waktu lama untuk menjadi bagian dari Persebaya. Kebetulan pada saat itu persepakbolaan Tanah Air banyak diramaikan turnamen bergengsi di sejumlah kota besar, di antaranya Piala Jusuf (Makassar), Piala Siliwangi (Bandung), Piala Tugu Muda (Semarang) dan Piala Fatahillah (Jakarta).

"Persebaya kerap mengirim materi pemain yang berbeda dalam setiap turnamen. Jadi, pemain mendapat kesempatan berkostum Persebaya," kata Yongky.

Penampilan Yongky Kastanya saat membela Persebaya (Foto : bola.com)

Meski peluang terbuka, Yongky menegaskan tidak mudah buat seorang pemain untuk menjadi bagian Persebaya. Setiap pemain harus melewati seleksi ketat dan berjenjang.

"Proses seleksi itu diawali dengan pemantauan pemain dari kompetisi internal. Dari situ, terpilih minimal 200 orang untuk mengikuti tahapan seleksi sekaligus menentukan 20-an pemain yang akan mengikuti turnamen," ujar Yongki

Yongky pertama kali menjadi bagian Persebaya Surabaya pada Divisi Utama Perserikatan pada musim 1979/1980. Pada musim itu, Persebaya Surabaya melangkah sampai babak enam besar.

Sedang peraih trofi juara adalah Persiraja Banda Aceh yang mengalahkan Persipura Jayapura dengan skor 3-1 pada grand final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, 31 Agustus 1980.

Bersama Persebaya

Setelah musim itu, Yongky secara reguler menjadi bagian Persebaya Surabaya sampai 1988. Layaknya seorang pemain pada umumnya, Yongky menyimpan momen pahit dan manis bersama tim Bajul Ijo.

Momen pertama ketika Yongky jadi bagian penting sukses Persebaya melangkah ke babak enam besar pada musim 1986/1987. Ketika itu, Yongky yang sedang mengalami demam tinggi tampil saat Persebaya bersua dengan PSM Makassar.

"Sebenarnya dokter tim tidak merekomendasi saya untuk tampil. Tapi Pak Barmen (Pemilik Assayabaab dan Pengurus Persebaya) memaksa saya bermain," ungkap Yongky.

Saat tampil di lapangan, Yongky sejenak 'melupakan' rasa sakitnya dengan bermain trengginas sebagai gelandang bertahan. Persebaya akhirnya bisa meraih tiket enam besar setelah bermain imbang 1-1 dengan PSM.

Tapi, setelah pulang ke mes usai pertandingan, demam yang saya alami kian parah. Saya pun dilarikan ke rumah sakit. Yongky pun akhirnya tidak bisa mendampingi tim berjuang di Jakarta. Seperti diketahui, Persebaya gagal meraih trofi juara setelah ditekuk PSIS Semarang pada final di Stadion Gelora Bung Karno, 11 Maret 1987.

Musim berikutnya jadi momen paling spesial buat Yongky. Sepanjang musim, Yongky hanya satu kali absen membela Persebaya yang akhirnya meraih trofi juara setelah mengalahkan Persija 3-2 pada grandfinal di Stadion Gelora Bung Karno, 27 Maret 1988.

"Saya hanya absen ketika Persebaya sengaja kalah 0-12 dari Persipura. Sebenarnya, sebagai pemain saya kurang setuju. Tapi, saya harus ikut keputusan tim," pungkas Yongky yang musim lalu menjadi pelatih Persebaya U-16 ini (BB-bola)