BERITABETA.COM, Jakarta – Tenaga honorer atau non Aparatur Sipil Negara [ASN] kembali didata secara menyeluruh oleh Badan Kepegawaian Negara [BKN] baik di instansi pusat hingga ke daerah.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengaskan pemerintah menargetkan proses pendataan ini akan rampung pada Oktober 2022.

Untuk itu, Azwar meminta instansi pemerintah pusat maupun daerah dapat mempercepat proses pendataan, validasi, dan merancang peta jalan atau roadmap penyelesaian masalah tenaga non-ASN atau honorer.

Permintaan itu diungkapkan langsung Anas saat bertemu dengan perwakilan seluruh kepala daerah di Indonesia pada Senin (12/9/2022).

Perwakilan kepala daerah itu terhimpun dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).

Pertemuan itu membahas penyelesaian tenaga non ASN atau yang dikenal dengan sebutan honorer.

"Kami mendorong masing-masing instansi pemerintah untuk mempercepat proses mapping, validasi data, dan menyiapkan roadmap penyelesaian tenaga non-ASN," imbau Menteri Anas, dikutip Bangkapos.com dari laman resmi Menpan.go.id.

Tujuan pendataan tenaga honorer ini dilakukan untuk mendapatkan tiga poin penting meliputi :

  1. Untuk memetakan dan memvalidasi data pegawai Non ASN di lingkungan instansi pemerintah, baik dari sebaran, jumlah, kualifikasi serta kompetensinya.
  2. Untuk mengetahui apakah tenaga Non ASN yang telah diangkat oleh instansi pemerintah sudah sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.
  3. Data yang sudah diinventarisasi akan menjadi landasan dalam menyiapkan roadmap penataan tenaga Non ASN dilingkungan instansi pemerintah.

Anas menegaskan persoalan ini adalah masalah bersama. Bukan hanya masalah yang diselesaikan oleh satu atau dua instansi.

Pertemuan kali ini bertujuan untuk menampung masukan dari kepala daerah, serta menyamakan persepsi terhadap penyelesaian tenaga non-ASN.

Tujuan jangka panjang dari penataan sumber daya manusia (SDMA) ini ialah menyiapkan Indonesia untuk menjadi empat kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2050 mendatang.

Visi besar itu tidak hanya bergantung pada kekuatan industri dalam negeri, tetapi juga kesiapan SDM aparatur.

“Kami sangat berterima kasih kepada APPSI, APKASI, dan APEKSI yang terus bersama kami mengurai masalah ini,” jelasnya.

Dalam pertemuan itu, Bima Arya Sugiarto selaku Ketua Umum APEKSI memaparkan beberapa usulan atau saran.

Wali Kota Bogor itu mengusulkan agar ada moratorium dan kesepakatan tegas dari setiap pemda untuk tidak menambah tenaga non-ASN. Usulan kedua adalah pembatasan kuota mutasi ASN.

"Agar kita bisa buka ruang pemetaan untuk formasi jabatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kalau mutasi berjalan terus, sulit bagi kita untuk beri pemetaan formasi," jelas Bima.

Bima menegaskan rekonsiliasi harus berjalan cepat. Tim APEKSI akan memastikan data tenaga non-ASN valid berdasarkan jenis kepegawaiannya.

Sementara Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana meminta akselerasi diskusi dan konsolidasi, terkait masalah-masalah yang timbul dari proses penyelesaian ini.

Ia menyarankan agar ada satu kebijakan yang merangkum semua permasalahan yang harus diselesaikan.

"Harus ada satu paket kebijakan. Roadmap penyelesaian tenaga non-ASN, harus jadi satu dengan kebijakan lain yang komprehensif," jelasnya.

Dari sisi lain, Ketua Umum APKASI Sutan Riska Tuanku Kerajaan mempertanyakan nasib tenaga non-ASN lain yang bertugas pada pemadam kebakaran, Dinas Perhubungan, Satpol PP, protokol, dan sektor lain. Tenaga non-ASN pada sektor itu juga harus diperhatikan dan diberikan afirmasi.

"Apakah mereka akan diajukan pada formasi PPPK, outsourcing, atau bagaimana?" ujarnya membuka diskusi.

Saat ini, pemerintah merancang kebijakan afirmatif bagi tenaga pendidik. Namun pemerintah tidak akan menutup mata dengan tenaga non-ASN pada sektor lain seperti kesehatan, dan lain sebagainya. Penyelesaian akan dilakukan secara bertahap dan tepat sasaran.

Anas mengatakan, terkait tenaga non-ASN memang menjadi masalah yang kompleks dan harus diurai satu persatu agar bisa diselesaikan secara bijak.

“Diperlukan formula-formula penyelesaian tenaga honorer ini. Ini yang perlu kita dorong bersama dengan BKN dan masukan dari LAN untuk mengurainya,” pungkasnya.

Untuk diketahui, saat ini pemerintah tengah melakukan pendataan tenaga non-ASN di instansi pemerintah pada laman https://pendataan-nonasn.bkn.go.id yang telah disediakan oleh BKN. Instansi harus melakukan impor data dan pengecekan data tenaga non-ASN.

Tenaga non-ASN atau honorer harus membuat akun dan registrasi untuk melengkapi data mereka dalam pendataan honorer. Portal tersebut disediakan agar tenaga non-ASN bisa konfirmasi keaktifan sebagai tenaga non-ASN.

Mereka juga bisa melengkapi data, atau memperbaiki data yang diinput oleh admin atau operator instansi.

"Tenaga non-ASN bisa memperbaiki daftar riwayatnya, sejak kapan dia menjadi tenaga non-ASN disertai bukti. Sehingga kita bisa memetakan sudah berapa lama mereka menjadi tenaga non-ASN. Adapun jika tenaga non-ASN tidak terdata, maka mereka dapat mengajukan usulan pendataan, " kata Anas.

Syarat Pendataan Honorer

Ada 6 kriteria tenaga honorer yang tidak masuk dalam pendataan tenaga non ASN:

  1. Tidak aktif lagi di instansi pemerintahan.
  2. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 56 tahun pada 31 Desember 2021.
  3. Pegawai Layanan Umum Daerah (BLU/BLD).
  4. Petugas kebersihan, pengemudi, satuan pengamanan dan bentuk jabatan lain yang dibayarkan dengan mekanisme outsourcing (alih daya).
  5. Masa kerja kurang dari satu tahun pada 31 Desember 2021.
  6. Pembayaran melalui APBN/APBD bukan dari akun Mak 51 (belanja pegawai) (*)

Editor : Redaksi