Sementara jumlah populasi dari hasil teknologi IB ini diperkirakan sudah mencapai ribuan ekor. Pada tahun 2018 lewat program Nasional berhasil dihasilkan sebanyak 414 ekor. Kemudian di tahun 2020 ini juga dihasilkan sebanyak 992 ekor.

Sedangkan jenis sapi yang dikembangkan ada enam jenis. Masing-masing, Sapi  Ongole (bos indicus) yang merupakan sapi potong terbaik di daerah tropis. Kemudian, jenis Sapi Brahman (asal India), Simental  (asal Simme Negara Switzenland), Limosin (asal Prancis), Madura dan Bali.

“Jadi yang dibeli untuk sumbangan Pak Presiden Jokowi itu adalah jenis Sapi Ongole hasil IB yang saya kembangkan melalui indukan sapi lokal Bali. Jenis sapinya sama dengan tahun 2019 untuk bantuan kurban dibeli dari saya,” ungkap Mustopa.

Mustopa mengaku, banyak peternak di Kabupaten Buru yang kini mengembangkan keenam jenis sapi unggulan itu. Selain menjual untuk kebutuhan pada Hari Raya Idul Adha, rata-rata peternak di sana juga menjual kepada sesama peternak.

Dari hasil teknlogi IB ini, para peternak dapat meraup keuntungan berlipat ganda. Rata-rata peternak menjual sapi hasil IB di usia 2 tahunan dengan kisaran harga mencapai Rp. 15 -20 jutaan.

“Yang dijual hanya jantan. Selain kepada sesama peternak, juga dijual ke luar daerah Maluku misalnya ke Sulawesy. Banyak yang menjual dengan rata-rata usia sapi 2 tahun,” bebernya.

Sedangkan yang dibeli untuk sumbangan Presiden Jokowi adalah sapi dengan usia 4 tahun dengan berat 950 kg.

“Kebetulan saya selama ini juga melakukan penggemukan sapi. Jadi sapi saya yang dibeli. Sedangkan peternak lainnya biasa menjual pada usia 2 tahun,” terangnya.

Sarjana lulusan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa, Sulsel ini juga menjelaskan, hingga saat ini program IB masih terus dilakukan melalui Program Nasional SIKOMANDAN yang kini dijalankan di Kabupaten Buru.

Anakan Sapi jenis Ongole hasil IB yang dikakukan Mustopa

Dari program IB, kata dia, omzet yang diperoleh peternak lumayan besar, karena sapi unggulan yang dikembangkan memiliki bobot berat yang cukup besar. Misalnya, untuk sapi lokal, harga jual untuk jantan hanya berkisar 5-6 jutaan, sedangkan sapi hasil IB dengan umur yang sama harganya bisa tiga sampai 4 kali lipat.

Kini Mustopa dengan sejumlah rekannya, terus intens melakukan IB pada ternak miliki peternak di Kabupaten Buru, sambil menjalankan tugasnya sebagai PPL Peternakan, Mustopo juga aktif berternak sapi dengan cara intensif.

Seperti diketahui teknologi IB atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik dengan memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut “insemination gun”.

Teknologi ini di Indonesia pertama diperkenalkan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor (IPB) oleh peneliti berkebangsaan Denmark Prof. Borge Seit pada tahun 1950.

IB baru berkambang pada awal 1976, saat  pemerintah Indonesia bersama dengan  pemerintah Selandia Baru bekerja sama dengan mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat.

Setahun kemudian didirikan pula produsen semen beku yang kedua yakni di Wonocolo Surabaya Jawa Timur dibawah naungan UPT Inseminasi Buatan (UPT-IB) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, untuk didistribusikan di daerah di Surabaya, Malang, Pasuruan dan Sidoarjo.

Dalam perkembangan selanjutnya fungsi tersebut dipindahkan ke Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari di  Malang Jawa Timur. Dan sampai saat ini, teknologi IB menjadi andalah pemerintah melalui sejumlah program nasional untuk memperbaiki mutu genetika ternak (BB-dhino pattisahusiwa)