Denyut Nadi Kemenangan

Kini banyak kaum muslimin kehilangan percaya diri. Pakaian Islam yang dikenakannya kesempitan, sesak tak fleksibel. Terbelenggu aturan tak sesuai zaman. Hinaan dan cemohan bahkan sanggup keluar dari bibir – bibir yang mengaku muslim. Tabuh perlawanan melawanan syariat Allah semakin dikeraskan, seakan syariat Islam membawa kemunduran.
Aku lalu bertanya, : ” Apakah Allah tak pernah tahu dunia akan berkembang seperti ini, ataukah mereka yang terbius kecanggihan ilmu dan teknologi seperti katak yang baru lepas dari tempurung ? ”
Sini dek aku beritahu…
Dunia Islam memanggilnya Ibnu Sina, bapak pengobatan modern. Barat mengenalnya dengan nama Avicenna. Ia seorang filsuf, ilmuwan juga dokter di abad ke-10. Karya – karyanya menjadi rujukan dalam dunia kedokteran Barat sampai abad ke- 15.
Dari kecil ia sudah belajar tahfidz Al – Qur’an dan ilmu – ilmu agama. Usia 17 tahun ia menjadi dokter ahli. Dalam catatan sejarahnya, ia berkata : ” Saya tidak membutuhkan guru dalam ilmu kedokteran, tapi saya membutuhkan guru dalam ilmu agama dan filsafat.”
Ibnu Haitham. Barat mengenalnya dengan nama Alhazen. Jauh sebelum Issaac Newton, Ibnu Haitham telah menemukan gaya grafitasi.
Beliau juga meneliti tentang cahaya fajar dan pergerakan matahari untuk kepentingan ketepatan penentuan waktu – waktu sholat.
Beliau penemu ilmu optik. Penelitiannya tentang mata manusia hingga kornea mata sekecil – kecilnya sudah diabadikan dalam buku – bukunya. Dari ilmu optik inilah pengaruhnya menyentuh dunia kedokteran, astronomi, apotik, geologi. Semua yang tentunya membutuhkan piranti optik.
Ibnu al-Haitham ditetapkan sebagai orang pertama yang mendesain dan menciptakan kamera, yang disebut dengan Camera Obscura. (lihat: George Sarton, Introdution to History of Science, hal. 721).
Al Battani. Orang Eropa menyebutnya dengan Albategnius. Seorang ahli astronomi dan matematika. Buku – bukunya baru diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke- 12.
Salah satu karya terbesarnya adalah menghitung jumlah hari dan waktu berdasarkan pergeseran matahari, bahwa dalam satu tahun, ada 365 hari, 5 jam 46 menit. Mau tahu perhitungan menurut alat tercanggih sekarang ini? Jawabannya satu tahun ada 365 hari, 5 jam 48 menit !
Keakuratan pengamatan Al-Battani saat itu, membuat seorang matematikawan asal Jerman Christopher Clavius memperbaiki kalender Julian atas izin Paus Gregorius XIII. Tahun 1582 M kalender masehi atau kalender gregorian tersebut mulai dipergunakan hingga kini.
Al Jazari adalah penemu mesin mekanik yang kita sebut robot itu pada abad ke- 12. Jadi di abad itu sudah ada robot, diantaranya ada robot penyaji teh hangat berbentuk wanita cantik. Diantara wira wiri orang, si cantik menyajikan teh hangat bagi para tamu yang mendekatinya.
Sudah tahu ada kran automat ?
Yaa !! Kran air automat, yang mengalir sesuai perhitungan lamanya berwudhu, agar kaum muslimin hemat air seperti perintah Nabinya.
Siapa yang tak kenal dengan Al Khawarizmi.
Penemu angka nol ( 0 ). Perlu kita tahu juga bahwa angka – angka dalam tulisan Arab itu adalah angka India yang diperbaiki, sementara angka 1, 2 , 3 dan seterusnya ini adalah angka Arab bukan angka Latin.
Al Khawarizmi menggunakan angka – angka ini berdasarkan sudut dari setiap angka. Misalnya disebut angka satu, karena hanya ada satu sudut, angka dua ( aslinya seperti huruf z) dengan dua sudut, begitu seterusnya sampai angka sembilan dengan sembilan sudut.
Untuk angka nol Khawarizmi membuatnya tanpa sudut hanya berbentuk lingkaran, sehingga ketika diberi garis – garis di dalamnya akan membentuk sudut tak terbatas. Inilah mengapa jika angka nol diletakkan di belakang sebuah angka, maka angka tersebut akan tumbuh tak terhingga.
Kenapa juga Khawarizmi sibuk dengan memudahkan penulisan angka – angka sehingga tercipta angka nol ? Sebab Islam membutuhkan itu untuk perhitungan warisan.
Bayangkan kalau terus menggunakan angka romawi.
Oh ya, si empunya Facebook ini terkagum – kagum dengan Al Khawarizmi. Berkat ilmu algoritma, teknologi dunia informasi mencapai pada titik ini.
Rasanya butuh berminggu – minggu memperkenalkan kecanggihan ilmu dan teknologi yang tak kalah canggihnya. Salah satu ciri ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia muda, tetapi dalam masa yang singkat mereka juga menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.
Mereka ilmuwan ensiklopedia. Cara mereka Mendahulukan ilmu Allah yang tertinggi, memudahkan mereka gampang meluncur turun memungut ilmu dunia. Tidak terbalik seperti sekarang, menanjak merambat terjalnya dinding ilmu.
Kalaupun dulu belum ada pesawat terbang, itu bukan karena mereka tak mampu menghadirkannya, tapi dunia yang belum membutuhkannya.
Ada sebuah teori dari para profesor Barat seperti Richard Lynn, Helmuth Nyborg dan John Harvey. Di dalam riset, mereka mengkaji sebuah hypothesis adanya korelasi negatif antara kecerdasan dan keimanan.
Menurut mereka, bahwa semakin cerdas seseorang akan semakin sekular bahkan ateis dan semakin religius seseorang justeru akan semakin bodoh. Ini para profesor mainnya kurang jauh. Gelarnya perlu dipertanyakan.
Deretan nama – nama Ilmuwan Islam terbukti meruntuhkan teori para profesor ini. Setiap zaman tentu mempunyai teknologi yang berbeda – beda dengan fungsi yang tetap sama. Hadeuuhhh.
Inilah intinya mengapa Allah menyuruh umat Islam menggenggam erat Al- Fatihah. Agar kita tidak termasuk golongan yang dimurkai dan golongan orang tersesat.
Siapa mereka ?
Yang dimurkai Allah ini jumlah mereka tak banyak, tapi daya rusak mereka sungguh dahsyat. Mereka dititipi ilmu tapi berbalik menjaring manusia untuk melawan tuhannya.
Mereka dinamai Al – Maghdub.
Sementara ada golongan orang orang yang jumlahnya sangat banyak, hidup mereka penuh amalan bahkan ikut berbagi kebahagiaan tapi mereka tak berilmu yang menyebabkan mereka tersesat jauh. Mereka dinamai Allah dengan Adh- Dholin.
Maka detakkan terus disetiap waktu, rasa syukur yang berdentang kuat, lalu labuhkan kenikmatan dalam doa cinta di ujung sajadah.
Mintakan pada Allah jangan sampai tertelan kesombongan.
Kesombongan itu hanya milik Allah SWT. Namruz tumbang, Fir’aun karam, Romawi runtuh, Persia berkeping bahkan si kaya Qarun dilesakkan bersama hartanya. Tak ada yang abadi, dear.
Kita memang tak bisa memilih di generasi mana kita dilahirkan. Jika hari ini kita menyaksikan begitu hebatnya Islam distigmatisasi, diapriori termasuk islamophobia, bisa jadi justeru Allah sedang menitipkan tugas maha penting.
Apa itu ??
Menghidupkan denyut nadi kemenangan !
Seperti anak panah, sengaja ditarik jauh ke belakang agar melesat kencang menembus pusaran titik kemenangan sesungguhnya.
Bukankah kebangkitan itu hadir pada titik nadir terendah ?
Pilihan itu ada pada kita. Mengetuk pintu kecanggihan dan kemajuan bersama Allah atau tanpa Allah. Tak ada paksaan untuk memilih-Nya. Wallahu a’lam bishowab…
(Sumber: Kajian ustadz Budi Ashari, webinar bersama mbak Uttiek Herlambang dan beberapa khazanah Islam ). Geldrop, 22 Jumadil Akhir 1442 H.