BERITABETA.COM, Jakarta – Sosok Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra belakangan menjadi perhatian publik luas. Setelah menjadi kontroversi akibat memilih menjadi pengacara tim pemenangan pasangan Jokowi- Maruf Amin dalam Pilpres, kini nama Yusrin kembali ramai disorot.

Kali ini terkait, status Yusril Ihza Mahendra sebagai Caleg dan advokat dipersoalkan. Selain sebagai Caleg PBB di Pemilu 2019, Yusril juga menjadi pengacara Oesman Sapta Odang (OSO) yang tengah berperkara bersama KPU terkait pencalonan di DPD.

Mengenai hal itu, Ahli Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai, penafsiran pasal dilakukan berdasarkan kepentingan.

“Ya penafsiran itu berdasar kepentingan,” kata Mahfud di Discovery Hotel, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (29/12/2018).

KPU berpegangan pada Pasal 240 ayat 2 huruf L dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu mengatur larangan seorang advokat tetap berpraktik saat maju sebagai caleg. Alasannya, dikhawatirkan hal itu dapat menimbulkan konflik kepentingan.

Mahfud yang juga mantan Ketua MK itu enggan berkomentar lebih banyak lagi terkait polemik antara Yusril dengan KPU. Dia menyerahkan sepenuhnya pada lembaga penyelenggara pemilu itu.

“Jadi biar sajalah, yang begitu untuk tidak terlalu diramaikan, pokoknya KPU kan sudah banyak sikap, ya biarin saja,” ucapnya.

Yusril Ihza Mahendra membantah pernyataan Komisioner KPU Hasyim Asyari bahwa calon legislatif tidak boleh berpraktik pengacara. Menurut Yusril, KPU salah memahami makna Pasal 240 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf g UU Pemilu terkait syarat calon anggota legislatif.

Yusril menyebutkan, sesuai UU Pemilu Pasal 240 ayat (1) huruf l bahwa syarat untuk bakal calon anggota DPR antara lain ‘bersedia untuk tidak berpraktik sebagai advokat yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, Pasal 240 ayat (2) huruf g menyebutkan bahwa kesediaan tersebut dituangkan dalam surat pernyataan. Surat pernyataan kesediaan itu berlaku juga bagi syarat ‘bersedia bekerja penuh penuh waktu’.

Menurut Yusril, yang dimaksud dengan frasa ini dikemukakan dalam penjelasan yang mengatakan ‘bersedia untuk tidak menekuni pekerjaan lain apa pun yang dapat menggangu tugas dan kewajibannya sebagai anggota DPR’.

Dia mengatakan, kesediaan seperti itu jelaslah baru berlaku apabila caleg tersebut nantinya terpilih dan dilantik sebagai anggota DPR.

Pakar hukum tata negara ini menambahkan, kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai advokat yang dituangkan dalam bentuk surat pernyataan karena dikhawatirkan akan menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak sebagai anggota DPR, teranglah bermakna bahwa seorang advokat yang menjadi caleg tidak boleh berpraktik sebagai advokat apabila nanti terpilih dan dilantik sebagai anggota DPR.

“Kalau baru sekedar bakal calon dan bahkan calon, konflik kepentingan seperti itu tidak akan ada. Konflik kepentingan akan ada jika seseorang caleg menjadi prajurit TNI, PNS, pejabat negara atau pimpinan BUMN/BUMD. Karena itulah, menurut Pasal 240 ayat (1) dan (2) wajib mundur dan pengunduran dirinya effektif jika namanya sudah masuk dalam DCT. \

Ketentuan seperti itu tidak berlaku bagi advokat, akuntan publik dan notaris penghasilannya tidak bersumber dari APBN atau APBD,” kata Yusril, seperti dikutip Antara, Sabtu (29/12) (BB-MRC)