BERITABETA.COM, Ambon – Persekutuan Pemuda Pelajar Mahasiswa Samasuru Uru Amalatu (P3MS) menyampaikan dukungan atas sikap Wakil Gubernur Maluku Barnabas Natahniel Orno yang meminta Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah (Pemkab Malteng) dan Pemkab Seram Bagian Barat (SBB) untuk segera menyelesaikan sengketa tapal batas wilayah.

Ketua P3MS Lukas Waileruny kepada media ini mengatakan, berlarutnya penyelesaian sengketa tapal batas kedua kabupaten ini, telah berdampak pada status negeri (desa) Samasuru, Kecamatan Teluk Elpaputih yang berada di wilayah perbatasan itu.

“Selama belasan tahun Negeri Samasuru, seperti bukan bagian dari NKRI. Ini akibat dari sengketa tersebut, membuat secara administrasi Negeri Samasuru tidak terdaftar di Pemkab Malteng dan SBB. Kami yang dikorbankan dari segala kepentingan,” tandas  Lukas Waileruny dalam rilisnya yang diterima beritabeta.com, Jumat malam (3/9/2021).

Lukas menyampaikan, apa yang disampaikan Wakil Gubernur Maluku itu, merupakan hal penting yang harus menjadi perhatian kedua pihak. Sebab, selama belasan tahun, masyarakat di Negeri Samasuru tidak dapat menerima pelayanan pembangunan dari pemerintah, akibat sengketa yang belum berakhir itu.

“Saya meminta agar ketua komisi terkait di DPRD Provinsi dan masing-masing kabupaten untuk dapat memperjuangkan proses penyelesaian sengketa ini. Masyarakat suku terasing saja kita rangkul masuk NKRI,  jadi penduduk Indonesia yang ber KTP, masa Samasuru tidak?, “ cetusnya heran.

Ia menegaskan, P3MS yang dipimpinnya tetap mendukung langkah yang disampaikan oleh Wakil Gubernur Maluku.  Pasalnya setelah pembentukan Kabupaten SBB dan Pelaksanaan Permendagri,  secara hukum bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 123.

Lukas juga membeberkan, sengketa tapal batas yang terjadi antara kedua daerah kabupaten itu, telah banyak mengorbankan masyarakat di Negeri Samasuru.  

Ia mencontohkan,  masyarakat Samasuru tidak pernah terlibat Pemelihan Umum dalam setiap tingkatan. Ini akibat dari belum adanya ketetapan secara administratif yang menetapkan desa itu masuk dalam wilayah kabupaten mana.

“Masyarakat Samasuru tidak pernah mendapat pelayanan publik dari pemerintah. Masyarakat Samasuru juga tidak pernah mendapat bantuan pemerintah dalam bentuk apa pun, termasuk pengurusan KTP/KK yang menjadi hak warga negara. Sampai kapan ini akan terjadi? Kami mint aini menjadi perhatian semua pihak,” ungkapnya.

Atas nama P3MS dan masyarakat Samasuru, Lukas Waileruny meminta agar DPRD Provinsi Maluku dapat sesegera mungkin melakukan pertemuan dengan Pemerintah Daerah (SBB -Malteng) serta masyarakat Samasuru agar dapat mendengar langsung apa yang menjadi keluhan dari masyarakat.

“Kami minta pemerintah dan DPRD agar bisa secepatnya mencari jalan keluar atas sengketa ini, agar masyarakat Samasuru tidak dikorbankan,” tutup dia.

Sebelumnya Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno menyampaikan keprihatinannya karena sengketa tapal batas itu telah mengorbankan masyarakat  Samasuru.

Mereka tidak terdaftar sebagai desa di kabupaten Maluku Tengah dan SBB, bahkan di Provinsi Maluku.

“Samasuru ini kalau masyarakatnya mau sekolah atau masuk pemerintahan, mereka harus pergi minta KTP di desa lain, seakan-akan mereka tinggal disitu, “ ungkap Barnabas.

Barnabas mengaku, dampak lain dari sengketa wilayah perbatasan tersebut juga dirasakan pada sektor pendidikan di Samasuru.

“Ini harus segera diselesaikan. Jadi sekolah semua di sana, sudah tidak terurus hampir lebih 10 tahun. Karena, baik dana pemerintah pusat, Pemkab, Pemerintah provinsi, tidak pernah melihat Samasuru,” paparnya.

Wagub mengaku, masalah ini telah disikapi Pemprov Maluku lewat Karo Hukum dan Pemerintahan.  

“Kami minta dua kabupaten segera diselesaikan sengketa batas wilayahnya. “ terangnya (BB-DIO)