BERITABETA.COM –  Tidak hanya ada di televisi, kartun juga mudah sekali dijumpai di medium lain, seperti koran, buku, bahkan media sosial. Namun, ada beberapa pendapat menyesatkan tentang kartun yang sayangnya tetap lestari – atau mungkin malah sengaja dilestarikan – di tengah masyarakat.

Dua kartunis kaya pengalaman, Beng Rahadian dan Thomdean, mencoba meluruskan persepsi-persepsi keliru di tengah masyarakat soal kartun

Salah satunya adalah konsumen kartun itu identik dengan anak-anak atau orang dewasa yang kekanak-kanakan.

Orang dewasa rasa-rasanya “haram” menjadi pembaca atau penikmat kartun. Bahkan gara-gara kartun, jagat perpolitikan Tanah Air tahun lalu sempat ramai setelah ada pihak yang mengkritik hobi Presiden RI, yakni membaca komik Doraemon.

Dua kartunis dan karikaturis kaya pengalaman, Beng Rahadian dan Thomdean, sama-sama setuju kalau kartun itu bukan cuma untuk anak-anak. Pasalnya, kartun hanyalah medium untuk menyampaikan pesan dan terkadang pesan-pesan itu ditujukan atau hanya bisa ditangkap oleh orang dewasa saja.

Di sisi lain, menikmati maupun menggambar kartun juga bisa menjadi sarana rekreasi tersendiri bagi orang dewasa.

Bukti konkretnya sebenarnya bisa ditemui di dalam seminar daring “KELAKARtun: Kenalan dengan Kartun” yang digelar Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3). Peserta webinar ini

faktanya tak hanya berasal dari kelompok usia produktif dengan beragam profesi – dari akademisi, seniman profesional, sampai karyawan, tetapi juga pelajar dari usia 6-17 tahun hingga kalangan pensiunan dan ibu rumah tangga dengan usia 60 sampai 70 tahunan.

Sumber inspirasi juga menjadi topik yang tak ketinggalan disorot. Untuk mendapatkan ide membuat kartun, sejatinya tidak perlu muluk-muluk memikirkan situasi atau gagasan yang jauh dari kita, apalagi bagi pemula.

“Membuat kartun itu harus dari hal-hal yang dekat dengan kita. Setelah kita bisa berpikir dari hal-hal yang sederhana, barulah kita bisa memikirkan hal-hal yang lebih besar,” papar Beng.

Terakhir, ada mitos lain yang coba diruntuhkan di webinar yang digelar pada hari Sabtu, 5 September 2020 pukul 14.00-16.00 WIB tersebut, yakni gambar yang “jelek” itu justru adalah gambar yang bagus.

“Kartunis itu waktu gambar kartun dia juga sering merasa gambarnya jelek. Tapi karena ini pekerjaan, waktunya dikumpulin, akhirnya dikumpulin saja. Eh, ternyata bagus kata orang,” Beng berkelakar.

“Menggambar itu memang ada tekniknya. Nah, salah satu teknik yang paling bagus adalah sering-seringlah memperlihatkan gambarmu ke orang lain agar bisa diapresiasi,” lanjut komikartunis sekaligus dosen di Institut Kesenian Jakarta tersebut.

Intinya, jelek atau bagus itu perkara rasa saja, dan itu seharusnya tidak menjadi alasan bagi kita untuk mulai belajar menggambar.

Thomdean juga menambahkan, bahwa dalam menggambar kartun, faktor “bagus” itu bukan yang nomor satu.

“Yang penting dalam bikin kartun itu, kita mau ngomong apa, bukan mau gambar apa,” jelas kartunis editorial yang karyanya sudah dipajang di beragam media massa ternama Tanah Air.

Untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri kita dalam menggambar dan membuat kartun sembari mengasah kreativitas, Beng dan Thomdean membuat games sederhana untuk para peserta. Mereka diminta untuk menggambar wajahnya dalam 5 goresan saja tanpa melihat cermin atau melihat foto diri.

Kemampuan mentransformasikan karakter diri ke gambar yang sangat sederhana ini adalah skill yang penting dimiliki kartunis, baik pemula maupun profesional. Alhasil, gambar tidak penting bagus, yang penting esensinya. Latihan menggambar diri ini juga bertujuan untuk mengaktivasi otak kanan sebagai alat berimajinasi.

Seringkali karena terlalu sering menggunakan otak kiri dalam aktivitas sehari-hari, ketika kita sedang menggambar pun otak kiri terlalu dominan mengambil peran.

Games ini makin membuat suasana Sabtu sore itu meriah. Sebab peserta tidak hanya berkesempatan mendengarkan paparan dari Beng dan Thom dan kemudian lanjut berdiskusi dengan para fasilitator, tetapi juga bisa mendapatkan masukan dan feedback atas karyanya.

Andre, salah satu peserta yang merupakan dosen di perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, menyatakan,

“Acara sangat bermanfaat. Kendati santai, namun banyak ilmu yang dibagikan oleh narasumber dan sobat IHIK3.” Komentar positif juga datang dari Sarah, siswi 12 tahun, yang juga hadir sore itu. “Sangat membantu,” katanya.

“KELAKARtun: Kenalan dengan Kartun” adalah webinar kedelapan yang sudah dihelat oleh IHIK3 sejak pandemi Covid-19 melanda.

Setelah webinar ini, IHIK3 akan menggelar lokakarya daring (online workshop) tentang kartun selama tiga sesi. Pada sesi pertama yang akan dihelat pada Sabtu 12 September 2020 pukul 14.00-16.00 WIB mendatang, peserta akan belajar menggambar karikatur.

Lalu disusul dengan tema komik strip (26 September) dan gag cartoon (10 Oktober) di jam yang sama. Beng Rahadian dan Thomdean, selaku pengampu di seluruh kelas daring ini, bakal mencurahkan ilmu dan pengalamannya secara maksimal.

Bagi peserta yang berminat, investasi di setiap sesinya adalah Rp100.000 per orang, melalui rekening BCA 5660080131 a/n Novrita Widiyastuti. Namun jika ingin mengikuti ketiga kelas alias keseluruhan rangkaian lokakarya ini, Anda hanya perlu merogoh kocek Rp250.000 saja. Pendaftaran bisa dilakukan melalui tautan bit.ly/ihik3-kelakartun1 .

“Dulu, kita selalu tidak punya waktu untuk melakukan hal yang kita sukai, seperti menggambar. Kini saat pandemi, orang-orang mulai mencoba-coba hobi baru. Nah, kenapa tidak mencoba menggambar kartun saja? Apalagi ternyata kartun adalah medium semua orang, dari anak-anak hingga dewasa –sekalian membantu Anda untuk mengekspresikan sense of humor khas Anda yang mungkin sering sulit diungkapkan secara verbal. IHIK3 mencoba memfasilitasi hal ini dalam rangka menularkan virus-virus humor kepada masyarakat,” pesan Novrita Widiyastuti, CEO IHIK3 (BB-DIO)