BERITABETA.COM,  Ambon– Setelah mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, melalui aksi unjuk rasa beberapa hari lalu, Garda NKRI Maluku, kembali mempolisikan Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), M. Yasin Payapo, ke Direktorat Reskrimsus Polda Maluku, terkait dugaan tindak pidana korupsi ADD, Jumat (30/5/19).

Garda NKRI, kembali membuka atau melaporkan kasus ini ke Direktorat Reskrimsus Polda Maluku, lantaran kecewa dengan Polres SBB, yang sudah menutup kasus orang nomor satu di ‘Saka Messe Nusa’ itu. Padahal yang bersangkutan diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dengan modus pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) milik 93 desa, untuk penggelaran Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Tingkat Provinsi 2017 lalu.

Ketua Garda NKRI Maluku, Zen Lelangwayang kepada media ini, Jumat (31/5/2019)  mengungkap, pihaknya sudah resmi melaporkan atau membuka dugaan korupsi ADD Bupati SBB, di Direktorat Reskrimsus Polda Maluku.

“Iya, kita sudah resmi melaporkan Pak Bupati ke pihak kepolisian di Polda Maluku. Tindakan ini kami lakukan lantaran tidak percaya dengan Polres SBB yang tiba-tiba saja menutup kasus dugaan korupsi bermodus pemotongan ADD tersebut,” ungkanya.

Dia juga mengatakan, setelah melakukan proses pelaporan, pihaknya juga diarahkan untuk memasukan surat laporan ke Polda Maluku, agar secepatnya didesposisi sekaligus mempertanyakan seputar proses punutupan kasus tersebut ke Polres SBB. Sebelumnya, lanjut Zen, Polres SBB sudah menutup kasus bupati dengan nomor surat Sp.Lidik/33/V/2018/Reskrim, tertanggal 07.05.2018.

“Kami punya alasan mendasar mengapa kasus tersebut kami buka kembali. Prinsipnya tidak percaya lagi kepada Polres SBB, lantaran nomor suarat pemberhentian yang sudah kami terima,” ujarnya.

Sebelumnya, Bupati juga sudah dilaporkan namun prosesnya mandek dan tiba-tiba diberhentikan. Ia dilaporkan atas dugaan pemotongan ADD dengan menggunakan SK Nomor 412.2-437 Tahun 2017 tanggal 6 November 2017 tentang perubahan atas lampiran Nomor 412.2-79 Tahun 2017 tentang penetapan rincian ADD setiap desa Tahun Anggaran 2017.

SK ini dikeluarkan bupati karena bersandar pada Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2017 tentang rincian APBN. Namun keputusan bupati itu dianggap keliru, karena prioritas penggunaan dana desa yang diatur dalam Pasal 4 Bab III Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang prioritas penggunaan dana desa Tahun 2019, tidak seperti yang dimaksud bupati.

Di mana, penggunaan dana desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Menyangkut dengan pemotongan dana desa oleh Bupati SBB, kata Zen, samaskali tidak berkaitan dengan petunjuk teknis, sehingga dianggap menyalagunakan kekuasaan dan melanggar hukum.

Artinya, jika SK Bupati yang dikeluarkan itu untuk memotong dana 10 persen dan digunakan bagi kesejahteraan masyarakat, tidak menjadi problem. Namun, dipakai untuk keperluan lain, yakni pelaksanaan Pesparawi Tingkat Provinsi, di SBB Tahun 2017 lalu.

“Jika Pak Bupati melakukan pemotongan ADD milik 93 desa di SBB dengan alasan untuk penambahan anggaran bagi pelaksanaan Pesparawi 2017 lalu, maka itu keliru. Karena anggaran pesparawi telah masuk dalam APBD dan jumlahnya cukup besar yakni, Rp18,7 miliar ditambah Rp500 juta bantuan dari Pemerintah Provinsi. Lalu buat apalagi potongan dana yang kegunaannya untuk kesejahteraan masyarakat itu,” jelasnya.

Dia mengatakan, pihaknya akan terus mengawal kasus dugaan korupsi ADD ini hingga tuntas. Dia juga berharap aparat kepolisian sebagai penegak hukum mengseriusi kasus yang sudah dilaporkan tersebut.

“Kami tidak main-main dan akan terus mengawal kasus ini hingga mendapat titik terang dari aparat kepolisian. Dan kami minta aparat untuk menegakan hukum di bumi Maluku, khususnya di Kabupaten Seram Bagian Barat,” pintanya. (BB-DZAL)