BERITABETA.COM, Ambon – Pemerintah Pusat (Pempus) melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) diminta dapat memaksimalkan jumlah pendamping desa untuk mengoptimalkan pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang disalurkan di Provinsi Maluku.   

Jumlah pendamping desa yang tidak sebanding dengan jumlah desa di Maluku, dinilai merupakan salah satu faktor yang menjadi kendala maksimalnya pengelolaan DD dan ADD di Maluku.

“Jumlah desa kita di Maluku kan cukup banyak mencapai 1.198 desa dan ini tidak sebanding dengan 493 orang pendamping plus 254 pendamping di kecamatan, sesuai data dari  Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Maluku, ini sangat tidak relevan. Apalagi geografis Maluku yang terdiri dari pulau-pulau,” kata M. Saleh Wattiheluh, Pengamat Ekonomi dan Pembangunan Maluku kepada beritabeta.com, Sabtu malam (10/8/2019).

Menurutnya, DD dan ADD merupakan sebuah program vital yang langsung menyentuh ke desa sasaran. Dan program ini tentunya sangat berefek pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Maluku, khususnya di pedesaan. Apalagi sesuai instruksi peresiden, tahun ini alokasinya banyak diproyeksikan untuk pemberdayaan masayarakat.

“Dengan kondisi Maluku dililit tingkat kemiskinan yang masih tinggi, harusnya realisasi DD dan ADD itu, dimaksimalkan. Salah satunya penataan dan penguatan di tingkat perencanaan dan pengawasan itu. Dan ini menjadi domain dan peran pendamping desa yang ditugaskan,” tandas mantan anggota DPRD Maluku ini.

Ia mengatakan, dari penjelasan Kepala DPMD Provinsi Maluku tentang peran tenaga pendamping desa yang dioptimalkan dalam pengelolaan DD dan ADD yang berimplikasi pada satu tenaga pendamping menangani tiga hingg lima desa, itu sangat tidak efektif.

Sebab, kata Saleh, tenaga pendamping desa adalah ujung tombak pemerintah yang ditugaskan untuk membantu perangkat desa dalam merealisasikan pengelolaan dana desa. Sudah tentu, bukan saja soal hal-hal teknis yang dijalankan tapi juga minimal pendamping desa harus menjadi motivator dan dinamisator dalam merealisasikan DD dan ADD.

“Jangan heran kalau masih ada perangkat desa yang terjerat kasus hokum karena menyalahgunakan DD dan ADD, karena memang minimnay control dan pengawasan itu. Saya yakin kalau satu desa dipegang satu tenaga pendamping akan sagat berpengaharuh positif bagi realisasi DD dan ADD,” jelasnya.   

Sebelumnya, Kepala DPMD Maluku, Rusdy Ambon, kepada wartawan di Ambon, Rabu (7/8/2019), mengatakan, kekurangan pendamping desa tersebut mengakibatkan satu tenaga menangani tiga hingga lima desa.

Di Maluku saat ini sebanyak 1.198 desa dengan rincian empat desa mandiri, 56 desa maju, 229 desa berkembang, 576 desa tertinggal dan 333 desa lainnya sangat tertinggal.

Rusdy mengatakan, pendamping desa dengan status tenaga ahli kabupaten maupun partisipatif masing-masing 11 orang serta tenaga ahli infrastruktur sembilan orang.

Sementara itu , pendamping di desa 157 orang, pendamping di kecamatan 254 orang dan 325 pendamping lokal di desa.

Dengan kata lain, jumlah total pendamping di desa yang ada saat ini adalah 493 pendamping plus 254 pendamping di kecamatan.

“Saat Rapat Koordinasi Nasional(Rakornas) pada beberapa waktu lalu telah mengusulkan untuk penambahan tenaga pendamping desa, tetapi terbentur anggaran,” katanya.

Karena itu, para tenaga pendamping desa intensif diberikan penguatan kapasitas agar bisa berperan optimal dalam mendukung perangkat desa mengelola DD maupun ADD.

“Hanya saja, masih ada pengelola DD maupun ADD di Maluku yang terjerat proses hukum karena penyalahgunaan anggaran sehingga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tandas Rusdy.

Sedangkan program Desa Sejahtera Mandiri, kata dia, pada 2019 ditargetkan merealisasikan pengembangan 11 desa di sembilan kabupaten dan dua kota di provinsi ini. Sebelas desa tersebut ditetapkan oleh masing-masing Bupati maupun Wali Kota yang lebih mengetahui kondisi di daerahnya.

Rusdy mengatakan, sebelas desa itu adalah Latuhalat, Kota Ambon, Dullah, Kota Tual, Waenetat, Kabupaten Buru, Waimasing, Kabupaten Buru selatan, Hitu Lama, Kabupaten Maluku Tengah, Ngilgof, Kabupaten Maluku Tenggara, Lorolun, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Latoda, Kabupaten Maluku Barat Daya, Wokam, Kabupaten Kepulauan Aru, Waihatu, Kabupaten Seram Bagian Barat(SBB) dan Sesar, Kabupaten Seram Bagian Timur(SBT).

Penetapan 11 desa percontohan tersebut, berdasarkan survei, uji kelayakan dan sensus yang dilakukan oleh tim terpadu meliputi antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), DPMD serta tim teknis lainnya (BB-DIO)