Catatan : Mary Toekan (Pemerhati Sejarah Islam)

Semburat cahaya Ramadhan telah menunggu di kaki langit. Sebentar lagi saatnya tiba. Rona kemerahan itu akan berpendar menyatu dengan warna tenggelamnya bola raksasa di waktu maghrib.

Terbitnya fajar Ramadhan adalah suatu kepastian. Semerbak wanginya telah tercium. Tamu agung kaum Muslimin akan datang, menemani setiap hamba yang mencintai Robbnya, bertasbih melebur rindu di atas sajadah di malam - malam panjang.

Bulan suci Ramadhan bukan saja melulu tentang shaum. Namun juga tentang Al - Qur'an. Allah SWT mewahyukan firman-Nya dengan mengutus pemimpin seluruh malaikat.

Jibril, malaikat terbaik yang memiliki enam ratus sayap, dipilih Allah SWT menerbangkan ayat cinta-Nya pertama kali pada bulan terbaik ini, tepat di malam terbaik untuk  diamanahkan kepada manusia terbaik.

Kebiasaan puluhan ribu bintang dan meteor yang selalu menabrak bumi setiap hari, malam itu atas perintah Allah, diam tak bergerak. Seisi alam semesta terhenti sejenak, seakan tak mau mengganggu perjalanan firman Allah ke permukaan bumi.

Dan fenomena di malam itu akan terus berulang di antara sepuluh malam terakhir Ramadhan, sepanjang bumi masih berputar, sepanjang matahari masih bersinar, sepanjang bulan masih bercahaya.

Begitu agungnya ayat - ayat ini, sehingga syariatpun ikut mengabadikan adab terhadap wahyu Allah SWT. Jumhur ulama membicarakannya. Tak boleh diletakkan di sembarang tempat. Tak boleh berada di bawah tumpukan buku - buku. Tak boleh dilafazkan di tempat - tempat kotor.

Banyak masyarakat, terutama di belahan bumi bagian Barat tak kunjung memahami arti dan perlakuan umat Islam terhadap Al -Qur'an. Cinta dan benci mewarnai perjalanan waktu kitab suci umat Islam.