Gumpalan Asap Ayat - Ayat Cinta di Bib Rambla

Penggeledahan terus berlangsung dari pintu ke pintu. Mereka memukul, menendang warga yang melawan, lalu merampas seluruh Al - Quran dan buku - buku kaum Muslimin.
Pagi itu penduduk Granada digiring ke pusat kota menuju alun - alun Bib Rambla. Masyarakat dipaksa menyaksikan pemusnahan buku - buku Islam sebagai titik awal pergantian budaya Islam di tanah Eropa.
" Bawa semua buku - buku itu ! " : perintah Kardinal Francisco Ximénez de Cisneros (1436 - 1517).
" Buku - buku ini mengajarkan kalian untuk memberontak pada Los Reyes ! " : lanjut Kardinal Cisneros.
Cisneros, yang ditunjuk menjadi pastor penerima pangakuan dosa Ratu Isabella, menegaskan bahwa dia tak akan bertoleransi.
Baginya, toleransi bisa membahayakan tahta kerajaan di kota tempat naskah - naskah Islam, apalagi ia mendengar masih banyak masyarakat Muslim membaca kitab - kitab secara sembunyi - sembunyi.
" Perbedaan keyakinan perlu dihapus! " : tegas Cisneros berulang kali.
Al - Qur'an dan buku - buku itu kemudian ditumpuk di atas tanah hingga menggunung. Drum - drum berisi minyak diguyurkan di atas tumpukan Al - Qur'an dan kitab - kitab ilmu pengetahuan.
" Bakaaar ! " : teriak komandan pasukan inkuisitor menunjuk tumpukan buku - buku itu.
Panah - panah api mulai melesat keluar dari anak - anak panah pasukan Istana dari segala penjuru.
Penduduk Granada hanya bisa tergugu menyaksikan kobaran api membumbung ke angkasa, seakan siap memanggang kota yang berada di kaki gunung Sierra Nevada itu.
Lidah - lidah api menjulur, menyambar - nyambar, membakar kalam Allah beserta ilmu pengetahuan Islam hingga tak tersisa. Tragedi itu dicatat sejarah sebagai aksi pembakaran Al - Qur'an dan buku - buku karya Muslimin terbesar dalam sejarah manusia.
Fernando Báez, dalam bukunya bertajuk "Penghancuran Buku - Buku dari Masa ke Masa." ikut mengabadikan peristiwa ini.
Ia seorang penulis dan penyair asal Venezuela, yang memiliki gelar di bidang pendidikan dan juga doktor dalam ilmu perpustakaan.