BERITABETA.COM – Adakah sekolah gratis di Maluku? Jawabannya hanya ada satu di Kota Ambon, Provinsi Maluku, yakni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 4 Ambon. Tapi, pihak sekolah hanya memberlakukan kebijakan menggratiskan pelajar khusus untuk dua kategori ini. Harus pelajar Muslim dan wanita. Kebijakan ini sudah diberlakukan selama 10 tahun.

Kepala Sekolah SMK Negeri 4 Ambon, Kris Oktoseya, seperti dikutip media DMS, Sabtu (15/6/2019) mengakui, sudah 10 tahun kebijakan itu diambil untuk menarik siswa yang beragama Muslim termasuk siswa wanita untuk masuk sekolah itu.

Alasannya, langkah ini diambil karena jumlah siswa Muslim maupun siswa wanita yang menempuh pendidikan di sekolah yang beralamat di Jalan Dr Kayadoe Kudamati, sangat minim.

Menurutnya, pembebasan seluruh biaya sekolah bagi siswa Muslim dan wanita, merupakan keputusan bersama orang tua siswa dan pihak sekolah dimana penerapanya sudah berlangsung pascah konflik dan lebih dari sepuluh tahun.

“Kami juga menampik sekaligus mengklarifikasi kalau pihak sekolah tidak melakukan diskriminasi terhadap siswa yang lain, karena diputuskan dan disetujui oleh orang tua murid,” katanya.

Oktoseya menjelaskan, saat ini dari sebanyak 918 siswa di SMK 4 Ambon hanya ada lima  siswa Muslim, sedangkan siswa wanita tidak lebih dari 10 orang. Olehnya itu,  untuk mendukung minat siswa-siswi Muslim hadir di sekolah itu diterapkan pembebasan seluruh biaya sekolah.

“Setiap tahun ajaran baru dari 300 siswa/siswi  yang diterima di sekolah itu, tidak lebih dari 20 siswa baik Muslim maupun wanita yang mendaftar,”katanya.

Kebijakan pembebasan biaya juga telah diketahui oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku. Kebijakan ini tidak menyalahi aturan karena merupakan bagian dari Management berbasis Sekolah atau MBS.

Menanggapi hal ini, pengamat Sosial dan Ekonomi Maluku, M. Saleh Wattiheluw, SE, MM menyampaikan apresiasi atas kebijakan yang ditempuh pihak sekolah atas kuputusan bersama para orang tua wali itu.

Menurutnya, kebijakan yang diberlakukan pihak SMKN 4 Ambon itu, tidak bisa dilihat semata dari sisi pembiayaan yang digratiskan saja. Tapi secara objektif harus dilihat kebijakan itu sangat bernilai positif dan merupakan bagian dari mencairkan masalah segregasi penduduk dan pemulihan kondisi Maluku secara parmenan pasca konflik komunal yang terjadi belasan tahun silam.  

“Saya harus bilang kebijakan ini sangat positif. Terlepas dari kepentingan internal sekolah untuk menerima siswa/siswi dari komunitas Muslim masuk ke lembaga itu, tapi tepatnya harus dilihat sebagai kepentingan besar Maluku untuk memperkecil anasir-anasir segregasi wilayah penduduk berdasarkan komunitas saat ini dan juga mematenkan pemulihan Maluku dan Ambon khususnya,” kata Saleh.

Saleh bahkan mengusulkan agar, kebijakan serupa juga dapat ditempuh oleh Pemerintah Provinsi Maluku dengan membijaki program pemerataan dan penyebaran tanaga pengajar dan administrasi di sekolah-sekolah yang terlanjur berada di lokasi komunitas tertentu.

“Bila perlu ada kebijakan setiap sekolah ditempatkan pengajar dari kedua komunitas tanpa harus melihat lokasi sekolah. Ini khusus untuk wilayah kota Ambon,”tandas mantan Anggota DPRD Maluku ini.    

Dia bahkan menambahkan, bila ada sejumlah sekolah seperti ini, maka akan sangat memperkuat status Kota Ambon sebagai kota toleransi di Indonesia maupun di dunia.

“Kita mungkin butuh waktu yang lama untuk kembali bersatu dalam hal hidup berdampingan pada satu wilayah/perkampungan, karena masalah segregasi ini terjadi secara alamia, tapi upaya lain seperti yang dilakukan ini sangat positif untuk memperkecil sekat-sekat itu,” urai Saleh menutup (BB-DIO)