Akses terhadap teknologi pertanian modern dan informasi pasar juga harus diperbaiki, sehingga para petani bisa meningkatkan produktivitas mereka dan memperoleh harga jual yang lebih baik.

Distribusi pangan yang tidak merata juga menjadi masalah besar. Indonesia, dengan luas wilayah yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, sering kali menghadapi kesulitan dalam mendistribusikan pangan dari daerah yang surplus ke daerah yang kekurangan.

Akibatnya, harga pangan di daerah terpencil bisa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di kota besar. Program tol laut yang bertujuan memperlancar distribusi ke daerah-daerah terpencil memang sudah diluncurkan, namun masih ada banyak kendala yang harus diatasi, seperti keterbatasan infrastruktur pelabuhan dan armada kapal.

Selain itu, ketergantungan Indonesia pada impor pangan untuk beberapa komoditas utama, seperti beras, gandum, dan kedelai, semakin membuat ketahanan pangan kita rapuh. Ketika harga pangan global mengalami fluktuasi, masyarakat kita ikut terkena dampaknya.

Oleh karena itu, diversifikasi pangan lokal sangat penting untuk mengurangi ketergantungan tersebut. Konsumsi pangan lokal seperti umbi-umbian, jagung, dan sagu harus lebih didorong agar masyarakat tidak hanya bergantung pada satu sumber pangan.

Dalam memperingati Hari Pangan Sedunia ini, kita harus mengingat bahwa ketahanan pangan bukan hanya tentang ketersediaan pangan, tetapi juga tentang akses yang adil dan merata untuk semua lapisan masyarakat.

Ini adalah tanggung jawab bersama—antara pemerintah, petani, sektor swasta, dan masyarakat—untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang kelaparan.

Ketahanan pangan juga harus dibangun dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan, karena tanpa menjaga sumber daya alam yang ada, kita tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pangan generasi mendatang.