Catatan : Mary Toekan Vermeer (Pengagum Sejarah Islam)   

Hari ini adalah puncak dari sepuluh deretan hari terbaik. Hari dimana para tamu Allah menggelar jamuan istimewa, menghapus dosa menghiba bermacam pinta.

Takbir, tahlil, dan tahmid, menggema memenuhi langit di manapun dari penghuni bumi, kaum Muslimin.

اللهُ اكبَرْ، اللهُ اكبَرْ اللهُ اكبَرْ لاالٰهَ اِلاالله وَاللهُ اَكبر، اللهُ اكبَرُو ِللهِ الحَمْد

Allahu Akbar, Allahu Akbar kabira, Laa ilaaha illallaahu wallahu Akbar, Allahu Akbar walillaah ilhamd.

Bagi umat Islam, pada umumnya Idul Adha tak akan lepas dari kisah Sang Ayah Nabi Ibrahim AS. dan putranya Nabi Ismail AS. Cerita ini termasyhur dikalangan Muslimin setiap musim haji tiba.

Namun tahukah kita bahwa sebenarnya sudah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak dulu tersebab Al Qur'an maupun hadits, tak pernah menyebutkan siapa sebenarnya yang diqurbankan Sang Ayah pada Tuhannya.

Apakah Ismail putra sulung Ibrahim dari istri kedua berkebangsaan Ethiopia, ibunda Hajar ataukah Ishaq, putra bungsu Ibrahim dari istri pertama berdarah Palestina, ibunda Sarah.

Dua pendapat berbeda ini sudah terpotret ratusan tahun malah dari orang - orang tempat kita menyandarkan segala ilmu Islam.

Bayangkan sekelas Abdullah bin Umar (putra dari Umar bin Khottab RA. yang menjadi ulama besar ), Abdullah bin Abas (sepupunya Rasulullah SAW, puncak dari seluruh ilmu tafsir ). Ada Abu Hurairah, Ali bin Abi Thalib   (nama - nama yang tak asing di kuping kita)  dan Abut Thufail Amir bin Watsilah radhiyallâhu ‘anhum‘.

Dari kalangan Tabi’in tercatat Sa’id bin Al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, dan Al-Hasan Al-Bashri. Dari golongan mufassir seperti An-Nasafi, Thahir Ibnu ‘Asyur, Wahbah az-Zuhaili, Ar-Razi, Ibnu Katsir, dan Al-Qurtubi.  ( Sumber : Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsîrul Munîr, juz XXII ).  

Ambil saja beberapa pendapat dari sepuluh lebih pendapat mereka. Para ulama ini sependapat bahwa Ismail lah yang diqurbankan berdasar beberapa fakta termasuk Baitullah yang dibangun Sang Ayah dan putranya Ismail.

Al - Manhar ( tempat penyembelihan ) itu ada di Makkah tepatnya di Mina. Banyak riwayat yang menjelaskan bahwa tanduk kibas ( hewan pengganti  Nabi Ismail ) digantung di Ka’bah. Ini menunjukan bahwa nabi yang disembelih berada di Makkah.

Seandainya yang dimaksud adalah Ishaq, mestinya Al - Manhar beserta tanduk kibasnya, bersemayam di Baitul Muqaddas, bukan di Mina, sebab Ishaq bersama ibunda Sarah berada di Palestina, negeri Syam.

Fakta lain menurut para ulama ini, tatkala Allah melalui malaikat membawa kabar gembira tentang kelahirang Ishaq.

Allah SWT berfirman:  فَبَشَّرْنَٰهَا بِإِسْحَٰقَ وَمِن وَرَآءِ إِسْحَٰقَ يَعْقُوبَ

“ Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang ( kelahiran ) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir putranya) Ya'qub.” ( QS : Hud 11 : 71). 

Dari Ya'qub inilah asal mula Bani Israil. Artinya menurut para ulama ini, secara sengaja Allah sedang memberitahu bahwa usia Ishaq akan mencapai dewasa hingga menghadirkan keturunan bernama Ya’qub.

Begitupun dengan hadits yang mengatakan bahwa Ibrahim AS membawa keluar anaknya dari rumahnya untuk dijadikan qurban jauh dari ibunya, lalu  di perjalanan bertemu dengan syaithan yang menggodanya agar tidak melaksakan maksudnya.

Ibnu Abbas RA meriwayatkan,  Lalu Ibrahim melempar syaithan yang berusaha menggodanya dari berbagai tempat.

Kejadian ini kemudian berlanjut secara simbolis dalam melempar jumrah saat kaum Muslimin memenuhi rukun Islam yang ke lima. Peristiwa itu terjadi di Makkah bukan di Syam. 

Sementara pendapat lain yang mengatakan Ishaq, di antaranya didukung oleh beberapa sahabat sekaliber Umar bin Khottab, Ka’ab al-Akhbar, Jabir, dan Al-‘Abbas radhiyallâhu ‘anhum.

Dari kalangan Tabi’in seperti Qatadah, Malik bin Anas, ‘Ikrimah, Masruq, Muqatil, Az-Zuhri, dan As-Suddi. ( Sumber : Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsîrul Munîr, juz XXII, halalaman 126).  

Para alim ulama ini berpendapat, dalam surah As - Shaffat ayat 99 -100, Allah abadikan  kisah Nabi Ibrahim hijrah ke negeri Syam. Saat itu Ibrahim berdoa agar dikaruniai seorang anak.

Analisa ini membuat mereka berkesimpulan  bahwa Ishaqlah anak yang disembelih itu.

Mengapa? Sebab Ishaq lahir dalam rumah tangga Ibrahim dan ibunda Sarah yang berasal dari negeri Syam. Kemudian dipertegas pada ayat berikutnya :

وَبَشَّرۡنٰهُ بِاِسۡحٰقَ نَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيۡنَ‏

Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishak seorang nabi yang termasuk orang-orang yang shalih. ( QS : As - Saffat 37 : 112 )

Kabar gembira ini, benih dari kesabarannya melewati ujian nyawa di atas altar qurban. Selanjutnya, pendapat para ulami ini merujuk pada potongan teks surat Nabi Ya'qub pada putranya Yusuf :

 مِنْ يَعْقُوبَ إِسْرَائِيلَ نَبِيِّ اللهِ بْنِ إِسْحَاقَ ذَبِيحِ اللهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلِ اللهِ  

“ dari Ya’qub ( Israil ) Nabi Allah bin Ishaq Dzabihillâh bin Ibrahim Khalîlillâh”  

Dalam surat tersebut tertulis "Ishaq Dzabihillâh,”  yang bermakna "Ishak yang disembelih".

Sangatlah lumrah jika terjadi perbedaan di kalangan para ulama. Peluang hadirnya pendapat yang berbeda justru menambah khazanah ilmu  Islam sekalipun itu dalam hal-hal yang sudah menjadi keyakinan mayoritas kaum Muslimin.

Jika terdengar siapakah sesungguhnya yang diqurbankan akhir - akhir ini mengapung kembali ke permukaan, tak perlu ragu.

Biarlah saatnya nanti akan terjawab juga. Inti dari kisah ini, mereka berdua adalah anak - anak tercinta Nabi Ibrahim yang sah dari pernikahan yang sah. Itu pasti !

Islam mengakui kedua putra Ibrahim tanpa membedakan derajat keturunannya. Dua duanya sabar, dua duanya anak sholeh. Ismail hadir saat usia Ibrahim 86 tahun dan Ishaq lahir ketika Ibrahim berumur 100 tahun.

Tak ada yang di anak tirikan dalam sejarah Islam, sebab derajat perbedaan itu hanyalah tentang taqwa pada Allah SWT.

Ketahuilah justeru Islamlah mempunyai dua jawaban dengan alasan yang sama kuat, tanpa harus menyingkirkan keberadaan salah satunya dalam keluarga Nabi Ibrahim.

Siapapun itu, mereka adalah anak - anak yang sabar, sanggup mengorbankan nyawa mereka sebagai isyarat cinta dan keta'atan pada Sang Maha segalanya, Ilahi Robbi.

Jadi siapakah sebenarnya yang diqurbankan sang ayah ketika itu ? Ismail ataukah Ishaq ?

Biarlah waktu yang akan menjawabnya nanti. Ismail ataupun Ishak, tak akan merubah kisah keta'atan mereka. Ambil hikmahnya. Bisa jadi kisah ini terjawab, ketika kita semuanya telah menjadi penduduk negeri akhirat.

Saatnya menderaskan doa - doa terbaik. Langit Allah sedang terbuka lebar menyambut rangkaian dosa dan kesalahan yang berkelebatan menembus atmosfir bumi.

Selipkan sejumput harapan, semoga Allah SWT  panggil kembali para malaikat Izrail yang sedang penuh sesak melayang di langit bumi, membawa satu persatu diantara kami yang tiba waktunya.

Akhiri sudah cerita virus ini  Robb. Untuk yang Allah beri kemudahan dalam  berqurban, In sha Allah sembelihan qurban kita, menjadi perhelatan khusus antara kita dan Sang Khaliq nanti. Wallahu a'lam bishowab (***)

Geldrop, 10 Dhu'l - Hijjah 1442 H