Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST (Statistisi Muda BPS Kolaka, Sulawesi Tenggara)

Pandemi Covid-19 memang belum usai, khususnya bagi negara kita tercinta, Indonesia. Sejauh ini finish line belum terlihat hilalnya. Meskipun sudah berbagai macam cara dilakukan untuk mempercepat laju pencapaian finish line Covid-19. Sebut saja dari sisi anggaran.

Pemerintah pusat sudah memerintahkan untuk re-alokasi anggaran Kementerian atau Lembaga dan Daerah. Anggaran diharapkan berfokus dulu pada penanganan Covid-19.

Kebijakan tersebut tampaknya juga belum bisa mengcover kebutuhan pasien Covid-19 yang per tanggal 19 Desember 2021 jumlah kasus positif per hari sudah mencapai mengalami penurunan. Akhirnya, utang pun dipilih pemerintah untuk mencukupi anggaran penanganan Covid-19.

Kementerian Keuangan mencatat posisi utang Indonesia per September 2021 mencapai Rp 6.711,52 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi hampir Rp 1.000 triliun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp Rp 5.756,87 triliun.

Utang tersebut juga mengakibatkan posisi utang terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 41,38% pada September 2021.

Ya, meskipun jumlah tersebut terbilang masih aman menurut UU Keuangan Negara yang maksimal mencapai 60% dari Produk Domestik Bruto.  Namun, jika dilihat dari trennya cukup mengkhawatirkan. Karena Agustus 2021 posisinya masih mencapai 40,85% terhadap Produk Domestik Bruto. Artinya naik 0,53 poin dalam waktu lima bulan.

Salah satu output dari utang pemerintah tersebut adalah Bantuan Sosial Covid-19 yang ditujukan bagi masyarakat. Anggaran pun diolah oleh Kementerian Sosial. Ya, memang sudah menjadi tupoksi Kementerian Sosial kalau urusan Bantuan Sosial.

Sungguh tak disangka, bantuan yang ditujukan kepada masyarakat terdampak Covid-19 justru dikorupsi oleh pentolan Kementerian Sosial sendiri. Kabarnya, dari korupsi tersebut, pak Menteri berhasil memasukkan Rp 17 miliar ke dalam kantong pribadinya.

Kebijakan berikutnya yang diterapkan pemerintah adalah pemberian vaksin kepada seluruh masyarakat Indonesia. Vaksin yang dipercaya pemerintah Indonesia berasal dari China buatan Sinovac.

Awalnya pemberian vaksin ini tidak gratis, pemerintah menerapkan tarif bagi siapa yang ingin dimasukkan Sinovac ke dalam tubuhnya. Namun, berita terakhir mengabarkan bahwa Presiden menggratiskan vaksin.

Beragam opini pun muncul di masyarakat. Mulai dari bahaya pemakaian vaksin Sinovac. Keganasan pandemi Covid-19 memang banyak mengundang para ahli untuk segera menemukan vaksin. Saat ini, telah banyak pula sebenarnya ditemukan vaksin.

Namun efektivitasnya yang beragam, membuat masyarakat ragu mau memilih vaksin yang mana. Uji coba tentu sudah dilakukan sebelum vaksin di-publish, sayangnya kecerdasan manusia untuk tidak mempertaruhkan nyawanya sendiri juga tidak bisa dibohongi.

Berbicara masalah vaksin, tentu tidak terlepas dari namanya industri farmasi. Adanya pandemi Covid-19 ini juga harus diakui menyebabkan Industri Farmasi bertumbuh. Utamanya untuk produk yang berkaitan dengan Covid-19.

Hal ini sejalan dengan laporan Bisnis.com yang mencatat bahwa perusahaan farmasi yang memiliki produk terkait pandemi Covid-19, baik dalam bentuk produk promotif, preventif, dan kuratif mampu bertahan dan terus tumbuh.

Bentuk promotif bisa berupa multivitamin, kuratif sesuai regimen terapi Covid-19 secara nasional serta preventif misalnya vaksin.

Multivitamin merupakan produk yang tumbuh signifikan saat pandemi Covid-19. Memang ini merupakan dilema, ketika industri farmasi bertumbuh diikuti dengan menurunnya kinerja sektor yang lain dikarenakan wabah Covid-19.

Secara preventif, Indonesia sebenarnya juga mencoba untuk memproduksi vaksin secara mandiri. Sejak pertengahan tahun lalu, pemerintah melalui Kementerian BUMN juga telah melakukan uji coba Fase 3 calon vaksin

Covid-19 melalui PT Biofarma (Persero) dan sejauh ini berjalan lancar, tidak ada efek samping yang signifikan. Namun, vaksin yang diharapkan bisa diproduksi massal pada awal tahun 2021 ini juga masih belum menuai hasil.

Semoga saja, kehidupan masyarakat Indonesia akan kembali normal jika nantinya vaksin memang ampuh untuk dijadikan solusi penumpasan Covid-19 di Indonesia. Namun, ada baiknya para ahli juga melakukan penelitian terhadap bahan-bahan organik khas Indonesia untuk dijadikan alat pencegah menyebarnya Covid-19.

Karena yang namanya bahan organic pasti lebih aman dikonsumsi dan tidak menyebabkan efek samping. Contohnya saja kayu bajakah yang tahun lalu ditemukan oleh anak SMA sebagai obat kanker. Dimana kita tahu bahwa yang namanya kanker sangat kecil peluangnya untuk bisa disembuhkan (*)