BERITABETA.COM, Ambon –  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Seram Bagian Timur (SBT), nampaknya tidak bisa menjaga dan mengelola aset-aset negara yang dilimpahkan kewenangannya ke daerah.

Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Bobot Masiwang menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah setempat dalam mengelola bantuan yang diterima. Kapal seharga Rp28,26 miliar itu, terancam karam akibat tidak mampu dikelola oleh PD. Mitra Karya milik Pemkab SBT.

Informasi yang berhasil dihimpun beritabeta.com menyebutkan, tidak adanya dana operasional dari pemerintah kabupaten menjadi penyebab mandeknya kegiatan operasional KMP Bobot Masiwang yang melayari lintas penyeberangan perintis Ambon – Bula – Airnanang – Geser – Gorom – Kesui.

Akibatnya, Diretur PD Mitra Karya selaku pengelola kapal ini di akhir  tahun 2018, pernah menemui Kepala Balai Transportasi Darat Kemenhub di Ambon untuk mengembalikan kapal tersebut.

Sikap Direktur PD Mitra Karya itu, sempat menuai protes Anggota DPRD Maluku asal Fraksi Gerindra, Constantius Kolatfeka.  Ia keberatan dengan langkah sebuah perusahaan PD milik Pemerintah Kabupaten SBT yang ingin mengembalikan KMP Bobot Masiwang kepada pihak Balai Transportasi Darat Kementerian Perhubungan.

“Bila ada kendala lalu kapal feri bantuan pemerintah ini dikembalikan, sebagai wakil rakyat saya sangat berkeberatan,” kata anggota F-Gerindra DPRD Maluku, Constantius Kolatfeka di Ambon, 12 Desember 2018 silam.

Ironisnya,  Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi telah menyatakan komitmennya untuk mendorong seluruh stakholder pelayaran dalam  meningkatkan keselamatan pelayaran rakyat di seluruh wilayah Indonesia.  

Maluku, kata Menhub, menjadi salah satu daerah prioritas  dalam program peningkatan keselamatan pelayaran rakyat ini.

 “Maluku menjadi provinsi pertama untuk mengimplementasikan upaya peningkatan kualitas pelayaran rakyat itu,” kata Budi Karya di Ambon saat menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN).

Humas Ditjen Perhubungan,  Kemenhub di Jakarta, Wisnu yang dihubungi beritabeta.com via telepon selulernya mangaku belum mendapatkan informasi terkait tidak aktifitasnya KMP Bobot Masiwang.

“Tolong dikonfirmasi saja ke Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Ambon pak, “ kata Wisnu menjawab beritabeta.com, Kamis (17/10/2019).

Namun, kepada beritabeta.com, petugas Kehumasan KSOP Ambon, Ethly J. Alfaris menegaskan pihaknya tidak tahu persis apa yang terjadi dengan mandeknya operasional  KMP. Bobot Masiwang.  

“Kami belum pernah mendapat informasi resmi dari pihak perusahaan atau pemkab setempat, terkait kendala tidak beroperasinya KMP. Bobot Masiwang itu. Namun, keberadaan kapal yang ada di dermaga fery Poka tetap akan dijaga,” kata Ethly.

KMP Bobot Masiwang merupakan kapal bantuan dari Pemerintah Pusat  melalui Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI yang diserahkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku pada, Rabu 20 Juli 2016 silam.

Kapal berbobot 500 GT ini, diserahkan bersamaan dengan  dua kapal lainnya masing-masing  KMP Marsela dan KMP Tanjung Kabat. Penyerahan tiga unit kapal dilakukan Kadis Perhubungan Maluku, Benny Gaspersz diterima Asisten Pemerintah Setda setempat, Angelius Renjaan dan disaksikan Satker Perhubungan Darat Wilayah Maluku Kemenhub, James Mahulette, di Kantor Gubernur Maluku.

Tiga unit armada yang masing – masing 500 GT itu adalah KMP Marsela dibangun pada 2010 senilai Rp28,16 miliar serta KMP Tanjung Kabat maupun KMP Bobot Masiwang (2012) dibangun 2012 masing – masing senilai Rp28,26 miliar.

KMP Marsela dihibahkan kepada Pemkab Maluku Barat Daya (MBD) dan dioperasikan PT. Kalwedo dengan trayek perintis Ambon – Damer – Kisar – Leti – Moa – Lakor – Sermatang – Tepa – Letwurung – Dawelor – Marsela.

KMP Tanjung kabat dihibahkan kepada Pemkab Buru Selatan dan dioperasikan PD. Bipolo Gidin melayani trayek perintis Galala – Ambalauw – Wamsisi – Namrole – Leksula – Tifu – Nanali.

KMP Bobot Masiwang dihibahkan kepada Pemkab Seram Bagian Timur (SBT) dan dioperasikan PD. Mitra Karya melayani lintas penyeberangan perintis Ambon – Bula – Airnanang – Geser – Gorom – Kesui.

Benny mengemukakan,Kemenhub juga menyerahkan operasional hasil pekerjaan di lingkup Kemenhub tahun anggaran 2015 yakni dermaga penyeberangan Gorom tahap II dan III, Toyando tahap V, Lamerang tahap VI,Wunlah tahap II dan III, Amahai tahap V, Airnanang tahap VII, Teor tahap II dan III, Kesui tahap II dan III serta jazirah Salahutu tahap V.

“Anggaran pembangunan sembilan dermaga penyeberangan ini senilai Rp237,12 miliar bersumber dari APBN dan APBN – P Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub,” ujarnya.

Dia mengharapkan penyerahan armada maupun dermaga penyeberangan mendorong peningkatan ekonomi masyarakat, khususnya di kabupaten Maluku Tengah, SBT, Kepulauan Aru, kota Tual, MTB serta Maluku secara umum.

“Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai merupakan hak mutlak bagi masyarakat pengguna dalam melakukan mobilitas maupun aktivitas setiap hari,” kata Benny saat itu.

Benny juga mengaku, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub pada tahun anggaran 2017 sudah menyiapkan anggaran Rp121 miliar. Fokusnya untuk pembangunan dan pengelolaan prasarana perhubungan darat, lalu lintas perhubungan darat, angkutan dan multimoda serta pembinaan dan pengembangan keselamatan.

Menyikapi hal ini, anggota DPRD Maluku, Anos Yeremias juga mengaku prihatin dengan kondisi karamnya KMP Bobot Masiwang. Ia berjanji, pihaknya akan meminta Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) XXIII Maluku secepatnya memanggil Direksi BUMD Mitra Karya untuk dimintai kejelasannya.

“Penjelasan Direksi Karya Mitra penting, agar kapal tersebut bisa diselamatkan demi dan untuk kepentingan masyarakat SBT. Sangat disayangkan kapal semahal itu dibiarkan terlantar dan karam,” kesalnya.

Mantan Ketua Komisi C DPRD Maluku periode 2014-2019 ini mengaku, pihaknya beberapa kali berkoordinasi dengan BPTD XXIII Maluku yang dihadiri seluruh Direksi BUMD pasca docking.

“Bagi saya, hal ini sangat disayangkan, kalau Pemkab SBT tidak menyertakan modal. Sehingga kapal itu alami nasib naas. Dan kalau saat ini nasib kapal tersebut karam, dan nantinya tenggelam, maka ini membuktikan kurang pedulinya Pemkab SBT, sehingga mengakibatkan kapal itu tidak bisa beroperasi guna menjawab tantangan transportasi tol laut di Kabupaten SBT,” katanya.

Beroperasinya KMP Bobot Masiwang ini sangat membantu masyarakat SBT seperti dari Pulau Teor dan Kesui kalau ke Kota Ambon hanya membayar biaya transporsebesar Rp250.000. Tetapi sudah hampir setahun tidak ada transportasi kapal feri sehingga mereka harus mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk sampai di Kota Ambon. (BB-DIO)